TUGAS BERSTRUKTUR
DOSEN PENGASUH
Operasional Bank Syariah Nur Latifa Yanti, SE,MM
“Sejarah Perbankan Syariah”
Oleh
Kelompok 1
Anugerah putera
|
1401160399
|
Anis Maulida
|
1401160261
|
Linda Yulianti
|
1401160303
|
Siti Sahriza Soraya
|
1401160376
|
Ariskiannor
|
1401160423
|
Fatmawati
|
1401160279
|
Nor Halimah
|
1401160
|
Rina
|
1401160
|
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS
SYARIAH
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2016
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh…
بسم
ا لله ا لر حمن ا لر حىم
Puji dan syukur
hanya milik Allah S.W.T.Dia-la yang telah menganugerahkan Al-Quran sebagai
hudan li al-nas dan rahmat li al-alamin.Dia-lah yang Maha Mengetahui makna dan
maksud kandungan Al-Quran
Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W.Utusan dan manusia
pilihan-Nya. Dia-lah penyampai, pengamal, dan penafsir pertama Al-Quran.
Dengan
pertolongan dan hidayah-Nya-lah,kami dapat menyelesaikan makalah ini atas judul
“Sejarah Perbankan Syariah”
Makalah ini kami
susun guna menyelesaikan tugas dari Ibu
Nur Latifa Yanti, SE,MM dalam mata kuliah “Operasional Bank Syariah”
Adapun materi
yang kami ambil dari berbagai sumber dan sedikit pengetahuan dari kami
berharap, kiranya Ibu Nur Latifa Yanti, SE,MM maupun para pembaca dapat
memberikan kritik dan masukan yang positif serta saran-saran untuk kesempurnaan
makalah ini
Sebagai harapan
pula,semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh dan menjadi motivator bagi
kami maupun pembaca dalam menuntut ilmu
Semoga makalah
ini membawa manfaat bagi khususnya kami sebagai penyusun dan umumnya kita semua
Amin ya rabbbal alamin…
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh …
Penyusun
Kelompok
1
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengiriman Uang (Transfer) dalam Negeri
B. Inkaso dalam Negeri
C. Safe Deposit Box (SDB)
D. Surat Kredit Berdokumen dalam Negeri
(SKBDN)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENDAHULUAN
Cakupan ajaran
agam islam mencakup seluruh aspek manusia, walaupun di jaman Rasulullah Saw
belum terdapat institusi bank, ajaran islam sudah memberikan prinsip-prinsip
dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktivitas perdagangan dan
perekonomian. Oleh karena itu, dalam menghadap permasalahan muamalah
kontemporer yang harus dialakukan hanya lah mengindentifikasi prinsip-prinsip
dan filosofi dasar ajaran islam dalam bidang ekonomi, dan kemudian
mengidentifikasi semua hal yang dilarang dalam syariah islam. Setelah kedua hal
ini dilakukan, kita dapat melakukan inovasi dan kreativitas (ijtihad)
seluas-luasnya untuk memecahkan segala persoalan muamalah kontemporer, termasuk
persoalan bank
Namun, sebelum
proses ijitihad dalam persoalan perbankan dilakukan, kita sebaiknya meneliti
terlebih dahulu apakah persoalan perbankan ini benar-benar persoalan baru bag
iumat islam atau bukan. Apakah konsep “bank” merupakan konsep yang asing dalam
sejarah perekonomian umat islam? Pertanyaaan ini amat penting untuk dijawab
karena akan menentukan langkah kita selanjutnya. Bila konsep bank adalah suatu
yang baru bagi umat islam, kita harus memulai langkah ijtihad kita dari nol.
Namun. Bila konsep bank bukan konsep yang baru, artinya umat islam sudah
mengenal bahkan mempraktikan fungsi-fungsi perbankan dalam kehidupan
perekonomiannya, proses ijtihad yang harus kita lakukan tentunya akan menjadi
lebih mudah. Dalam makalah ini akan
memberikan jawaban atas pertanyaan diatas dengan menulusuri singkat praktik
perbankan yang dilakukan umat Muslim sepanjang sejarah.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1) Bagaiman
sejarah perbankan islam
2) Bagaimana
sejarah perbankan Islam di Indonesia
3) Apa
saja prinsip dasar terbentuknya perbankan islam
C.
TUJUAN
PENULISAN
Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah “Ekonomi Mikro Islam” dan
juga sebagai jalan untk menambah wawasan kita tentang sejarah perankan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH SINGKAT PERBANKAN ISLAM
1. Sebelum Islam
Sebelum
islam datang sebetulnya sudah ada bentuk perdagangan yang sekarang dikembangkan
di dunia bisnis modern. Bentuk-bentuk tersebut misalnya : al-musyarakah (join
venture), al-Ba’iu Takjiri (venture capital), at-Takaful (insurance), al-Ba’iu
Bithaman Ajil (instalment sale), al-murabahah (kredit kepemilikan barang).
Bentuk-bentuk perdagangan tersebut telah berkembang di jazirah Arab karena
letaknya sangat strategis bagi perdagangan pada waktu itu[1]
Jazirah
arab yang berada dijalur perdagangan antara Asia-Afrika-Erofa kemungkinan besar
telah dipengaruhi oleh bentuk-bentuk ekonomi Mesir Purba, Yunani Kuno dan
Romawi sekitar 2500 tahun sebelum masehi telah mengenal sistem perbankan.
Demikian pula Babiulonia (daerah Irak sekarang) juga telah mengenal sistem perbankan
+2000 tahun sebelum masehi
2. Permulaan Islam
Lembaga
perekonomian umat yang pertama ada pada masa permulaan islam yang
sempat ditata oleh Nabi Muhammad adalah Bayt al-maal. Pada waktu itu lembaga
ini berfungsi sebagai pengumpul dan pemberdaya harta yang bersumber dari umat
islam seperti : zakat,infaq dan shadaqah. Bahkan pada perkembangan berikutnya
Bayt al-maal ini menjadi kas/perbendaharaan negara.[2] Sebagaimana
dikemukakan oleh Esponito, sesuai dengan fungsinya, bayt al-maal al-muslim.
Bayt al-maal al-kashah berarti bayt al maal berfungsi sebagai kas
perbendaharaan negara atau pengeluaran uang dari publik untuk biaya kepala
negara, perawatan istana, gaji pegawai raja, hadiah bagi penguasa asing, dan
kemaslahatan umum. Sedangkan dalam fungsi kedua, dana di bayt al-maal
didayagunakan dalam kepentingan umat, seperti pembangunan dan pemeliharaan
fasilitas umum, bahkan bisa digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif seperti
membantu fakir dan miskin.[3]
3. Bank Islam Modern
Hingga
awal abad ke-20 Bank Islam ini baru merupakan obsesi dan diskusi/wacana baik
oleh para akademisi maupun para praktek ekonomi. Kesadaran untuk mewujudkan
Bank Islam sebagai solusi masalah untuk mencapai kesejahteraan terus meningkat.
Meski gagasan Bank Islam itu masih belum bisa diwujudkan karena cengkraman
sistem ekonomi dunia Barat tidak bisa melepaskan dari sistem bunga masih sangat
kuat.
Pada
tahun 1963 berdiri The Mit Ghamer Local Saving Bank di Mesir. Inilah Bank Islam
modern pertama yang lahir melalui perjuangan yang panjang. Mit Ghamer melakukan
pelayanan perbankan dengan berazaskan islam (syariah) dan mendapat sambutan
hangat dari penduduk Mesir. Sayang Mit Ghamer yang didirikan oleh Ikhwanul
Muslimin ini tidak berumur panjang, karena di Mesir terjadi kekacauan politik pada
waktu itu, kemudian kegiatan operasional Mit Ghamer diambil alih pemerintahan
Mesir dan diusulkan pengelolanya kepada National Bank of Egypt pada pertengahan
tahun 1967. Jadi Mit Ghamer sempat berjalan ± 3½ tahun. Meski Mit Ghamer sudah
dibubarkan oleh pemerintah Mesir pada waktu itu (Presiden Anwar Saddat), namun
sejarah perbankan Islam sudah mencatata 2 hal positif : (a) Dalam masa ±3½
tahun berdirinya, Mit Ghamer telah mencatat kemajuan yang sangat berarti,
dimana pada akhir tahun buku 1963/1964 Mit Ghamer mencatat jumlah nasabahnya
sebanyak 17.500 orang dan pada akhir tahun buku diambil alih pemerintah Mesir
mencatat jumlah yang spektakuler. (b) Prestawsi yang dicapai Mit Ghamer ini
cukup memberikan pertanda bahwa prinsip islam (syariah) sangat applicable dalam
bisnis modern. (c) Fenomena ini telah dapat membangkitkan semangat para pemikir
islam untuk mempelajari dan mengkaji apa yang pernah dilakukan Mit Ghamer.
Kemudian
pada tahun 1971 oleh Pemerintah Anwar Saddat didirikan lagi Bank Islam dengan
nama Nasser Social Bank. Bank ini mengambil alih bisnis bebas bunga yang dahulu
dilaksanakan oleh Mit Ghamer.
Sejak
tahun 1970 telah dirintis pula Bank Islam berskala internasional melalui
Organisasi Konfrensi Islam (OKI). OKI ini telah menjadi motor penggerak bagi
perelisasian perbankan islam baik di tingkat internasional maupun di tingkat
nasional oleh masing-masing negara yang berdasar islam dan negara-negara yang
penduduknya meyoritas beragama islam. Gencarnya gerakan untuk mendirikan bank
islam ini didorong pula oleh pemikiran pada cendekiawan muslim seperti : Sayyid
Abu al-‘A’la Maududi (1903-1979), Muhammad Baqur al Shadr (1931-1989) dan
Muhammad Thalqini (1911-1979) dan kemudian dilanjutkan oleh ekonom-ekonom
muslim seperti : Nijatullah Siddqi, Muhammad Abdul Manan, dan Muhammad Umar
Chapra.
Pada
tahun 1970 OKI telah mengadakan sidang di Karachi Pakistan dan menghasilkan
rekomendasi untuk mendirikan bank islam internasional dan di semua negara
anggota OKI.
Pada
tahun 1974 dengan modal rekomendasi sidang konfederasi Islam OKI membahas
AD/ART Bank Islam. Kemudian pada tahun 1975 di Jeddah Saudi Arabia Islamic
Development bank (IDB didirikan oleh OKI dengan modal awal 2M SDR = 2M Dinar
dan semua negara anggota OKI menjadi anggotanya. Modal awal sebesar 2M Dinar
ini disumbangkan oleh raja Faisal dari Saudi Arabia yang menjadi tuan rumah
pada waktu itu dan sekaligus orang yang paling getol berjuang untuk mendirikan
bank islam pada waktu itu.
Berdirinya
IDB ini ternyata dapat memotivasi negara-negara islam dan negara-negara yang
penduduknya mayoritas islam untuk mendirikan lembaga keuangan islam. Hingga
saat ini tercatat tidak kurang dari 1500 Kenbaga Keuangan Islam tersebar di
negara-negara islam seperti : Mesir (1976), Sudan (1977). Saudi Arabia (1974),
Jordania (1978), Kuwait, Bahrain (1979), Uni Emirat Arab Bangladesh (1975)
, Tunisia, Pakistan, Indonesia, India,
Iran, Malaysia Bangladesh, dan Turki. Bahkan di negara non muslim (sedikit
muslimnya) juga berdiri seperti : Luxemburg, Inggris, Swiss, Denmark, Amerika
Serikat, Australia dan New Zeland.[4]
B.
Sejarah
Perbankan Islam di Indonesia
Tahun 1967-1983
Lahirnya
Regulasi Perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perbankan. Dalam pasal 13 huruf c diterangkan bahwa dalam usaha bank di dalam
operasinya menggunakan sistem kredit dan tidak mungkin melaksanakan kredit
tanpa mengambil bunga. Hal ini karena konsep bunga ini melekat dalam pengertian
kredit itu sendiri. Lalu era tahun 1980an terjadi kesulitan pengendalian
tingkat bunga oleh Pemerintah karena Bank-Bank yang telah didirikan sangat
tergantung kepada tersedianya likuiditas Bank Indonesia sehingga Pemerintah
mengeluarkan Deregulasi 1 Juni 1983 yang membuka belenggu tingkat bunga ini.
Deregulasi ini menimbulkan kemungkinan bagi Bank untuk menentukan tingkat bunga
sebesar 0% yang merupakan penerapan sistem perbankan syariah melalui perjanjian
murni sesuai prinsip bagi hasil.
Tahun 1988
Terhitung sejak
adanya deregulasi 1 Juni 1983, lima tahun kemudian yakni pada tahun 1988,
Pemerintah memandang perlu untuk membuka peluang bisnis di bidang perbankan
seluas-luasnya. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memobilisasi dana
masyarakat untuk menunjang pembangunan. Maka pada tanggal 27 Oktober 1988,
Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober (PAKTO)
yang berisi tentang liberalisasi perbankan yang memungkinkan pendirian
bank-bank baru selain bank yang telah ada. Pada era ini, dimulailah pendirian
Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah. Kemudian Majelis Ulama
Indonesia melangsungkan Musyawarah Nasional IV pada tahun 1990 dimana hasil
Munas tersebut mengamanatkan untuk membentuk kelompok kerja untuk mendirikan
Bank Islam di Indonesia.
Tahun 1991 - sekarang
Tahun 1991, Bank Mualamat Indonesia kemudian
lahir sebagai kerja tim perbankan MUI tersebut dan mulai beroperasi penuh
setahun kemudian. Pada periode ini, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan yang memperkenalkan sistem perbankan bagi hasil.
Dalam pasal 6 huruf (m) dan pasal 13 huruf (c) menyatakan bahwa salah satu
usaha bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi
nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. Ketentuan ini menandai dimulainya era
sistem perbankan ganda (dual banking sistem) di Indonesia, yaitu beroperasinya
sistem perbankan umum dan sistem perbankan dengan prinsip bagi hasil. Dalam
sistem perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan
bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan,
serta mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Kemudian pada
tahun 1998, terjadi perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Perubahan itu semakin mendorong
berkembangnya keberadaan sistem perbankan syariah di Indonesia. Berdasarkan
Undang-Undang ini, Bank Umum Umum diperbolehkan untuk melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, yaitu melalui pembukaan UUS (Unit Usaha Syariah).
Bank umum dapat memilih untuk melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan sistem
umum atau berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedua kegiatan tersebut.
Sehingga kemudian tahun 2008, keluarlah UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang melengkapi minimnya regulasi perbankan syariah selama ini.
Undang-Undang
No. 21 Tahun 2008 mengatur beberapa ketentuan baru di bidang perbankan syariah,
antara lain otoritas fatwa dan komite perbankan syariah, pembinaan dan
pengawasan syariah, pemilihan dewan pengawas syariah (DPS), masalah pajak,
penyelesaian sengketa perbankan, dan konversi unit usaha syariah (UUS) menjadi
bank umum syariah (BUS). Lalu Undang-undang ini memberikan keleluasaan dalam
pengembangan perbankan syariah sehingga memberi peluang besar ke depannya.
Keleluasaan itu antar lain adalah : Pertama, Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tidak bisa dikonversi menjadi Bank Umum.
Sedangkan Bank Umum dapat dikonversi menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7).
Kedua, bila terjadi penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank
Syariah dengan Bank Non Syariah wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2).
Ketiga, bank umum umum yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan
pemisahan (spin off) apabila (Pasal 68 ayat 1), UUS mencapai asset paling
sedikit 50 persen dari total nilai aset bank induknya; atau 15 tahun sejak
berlakunya UU Perbankan Syariah.
Lalu banyak
kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh jenis bank umum namun dapat
dilakukan oleh BUS. Di antaranya, bank syariah bisa menjamin penerbitan surat
berharga, penitipan untuk kepentingan orang lain, menjadi wali amanat,
penyertaan modal, bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun juga
menerbitkan, menawarkan serta memperdagangkan surat berharga jangka panjang
syariah. Dan kemudian perbankan syariah dapat menjalankan layanan yang sifatnya
sosial. Misalnya menyelenggarakan lembaga baitul mal yang bergerak menerima dan
menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya
kemudian menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat
Sejarah bank
syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang
berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat
krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990, bank ini mengalami kesulitan
sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat
bangkit dan menghasilkan laba.
Sampai tahun
2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum
yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan
bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia
(Persero).
C.
Dasar pemikiran terbentuknya bank islam
Dasar pemikiran terbentuknya Bank Islam bersumber dari adanya larangan riba
di dalam Al-Qur`an dan Al-Hadis sebagai berikut:
”Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan
berdiei melaikan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuk setan dengan
terhuyunh-huyunh karena sentuhannya. Yang demikian itu karena perdagangan dan
mengharamkan riba. Oleh karena itu, barangsiapa telah sampai kepadanya
peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka baginyalah
apa yang telah lalu dan mengulangi (memankan riba) maka itu ahli neraka mereka
akan kekal didalamnya.” (QS. AL-Baqarah :275)
Dari Jabir r.a, dikatakan : Rasulullah saw. Mengutuk pemakan riba, yang
menyuruh memakan riba, juru tulis pembuat akte riba dan saksi-saksinya. Menurut
beliau : mereka tu sama saja (dosanya)
Selain mendasar pada ketentuan Al-Qur`an dan Al-Hadis berdirinya Bank Islam
juga didasari oleh kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1.
Praktik-praktik
sistem bunga dan akibatnya. Sistem yang dimaksud adalah tambahan pembayaran
atas uang pokok pinjaman.
Dalam kenyataanya, penerapan sistem bunga membawa
akibat-akibat negatif sebagai berikut:
a.
Masyarakat
sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, bahwa hasil perusahaan dari
kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti. Sementara itu dia
tetap wajb membayar presentasi berupa pengambilan sejumlah uang tertentu yang
tetap berada diatas jumlah pokok pinjaman.
b.
Penerapan
sistem bunga mengakibatkan eksploitasi (pemerasan) oleh orang kaya terhadap
orang miskin.
2.
Sistem
perbankan yang ada sekarang memiliki kecenderungan terjadinya konsentrasi
kekuatan ekonomi di tangan kelompok
elit, para bankir dan pemilik modal.
3.
Sistem
perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan laju inflasi semakin tinggi, karena
ada kecenderungan bank-bank untuk memberikan kredit secara berlebih-lebihan.
4.
Sistem
perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam
membantu memerangi kemiskinan dan meratakan pendapatan baik ditingkat
internasional maupun di tingkat nasional.
5.
Di
dalam era pembangunan ekonomi setiap negara dewasa ini peranan lembaga
perbankan sangat besar dan menentukan.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah kita menelurusi
secara singkat sejarah praktik perbankan yang dilakukan oleh umat muslim, maka
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa meskipun kosa kata fiqih ialm tidak
mengenal ‘bank’, tetapi sesungguhnya bukti bukti sejarah menyatakan bahwa
fungsi-fungsi perbankan modern telah di praktikkan oleh umat muslim, bahkan
sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Praktik- praktik fungsi perbankan ini
tentunya berkembang secara
berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan kemunduran di masa-masa tertentu,
seiring dengan naik-turunnya peradaban umat muslim. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa konsep bank bukanlah suatu konsep yang asing bagi umat muslim, sehinngga proses ijtihad
untuk merumuskan konsep bank modern yang sesuai dengan syariah tidak perlu
dimulai dari nol. Jadi, upaya ijtihad yang dilakukan insya Allah akan menjadi
lebih mudah.
B.
SARAN
DAFTAR ISI
·
http://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2014/03/sejarah-bank-syariah-di-indonesia.html
23 Februari 2016 yg pukul 09.35
·
A. Riawan Amin Menata Perbankaan Syariah di
Indonesia UIN Press 2009 Jakarta
·
[1] (Warkum Sumitro,
2002, hal6).
[2] (H.A.Jazuli
dan Yadi Janwari, 2002, hal 9-10).
[3] (John.L.Eposito,2001,hal
5-6).
[4] (H.A.Jazuli dan
Yadi Janwari, 2002, hal 14).
[5] Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan
Islam dan Lembaga-lembaga terkait, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2004), hlm. 8-15