Tugas terstruktur Dosen
Pengampu
Pengantar Filsafat Rabitaul Adawiah, S. Ag, M.Ag
RASIONALISME
OLEH:
ANUGERAH PUTERA
1401160399
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN
EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2014
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
RASIONALISME
Secara etimologis Rasionalisme berasala dari kata
Inggris Rationalism. Kata ini berakal
dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. lacey
berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah : sebuah pandangan yang
berpegangan bahwa akal merupakan sumber
pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran
atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak
ada sumber kebenaran hakiki
Sementara itu secara terminologis aliran ini
dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi
peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (ratio) sebagai sumber
utama pengetahuan, mendahului dan bebas dari pengamatan indrawi. Hanya
pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi semua syarat pengetahuan
ilmiah alat terpenting dalam memperoleh ppengetahuan dan mengetes pengetahuan.
“Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal”.[1]
B.
AJARAN-AJARAN
RASIONALISME
Paham ini beranggapan, ada prinsip-prinsip dasar
dunia tertentu, yang diakauia benar oleh budi manusia. Dari prinsip-prinsip ini
diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia. Prinsip-prinsip pertama
ini bersumber dalalm budi manusia dan
tidak dijabarkan dari pengalaman., bahkan pengalaman empiris bergantung pada
prinsip ini. Prinsip-prinsip tadi oleh Decartes kemudian dikenal dengan istilah
subtansi, yang tak lain adalah ide bawaan yang sudah ada dalam jiwa sebagai
kebenaran yang tidak bias diragukan lagi.
Ada tiga ide bawaaan yang diajarkan Decartes, yaitu
a) Pemikiran;
saya memahami diri saya makhluk yang
berfikir, maka harus diterima bahwa pemkiran merupakan hakikat saya.
b) Tuhan
merupakan wujud yang sama sekali sempurna; karena
saya memiliki ide “sempurna” mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide itu,
karena seseuatu akibat tidak bias melebhi akibatnya.
c) Keluasaan;
saya mengerti materi sebagai keluasaan atau ekstensi, sebagaimana oleh
ahli-ahli ilmu ukur
Aliran
ini menekankan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui dengan pasti
tentang berbagai perkara sejak lahir(fitrah). Aliran ini juga menyakini bahwa
akal sebagai sumber kebenaran satu-satunya. Para penganut rasionalis meyakini
bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide-ide kita. Jika kebewnaran
mengandung makna adanya kesesuaian antara ide dengan kenyataan, maka kebenaran
baru dikatakan benar jika ada di dalam pikkiran kita dan hanya dapat diperoleh
melalui akal.[2]
Sebagai
lawan empiris, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting
pengetahuan datang dari penemuan akal. Contoh yang yang paling jelas ialah
pemahaman kita tentang logika dan matematika.
Penemuan-penemuan
logika dajn matematika begitu pasti. Kita tidak hanya melihatnya sebagai benar,
tetapi lebih dari itu kita melihatnya sebagai kebenaran yang tidak mungkin
salah, kebenarannya universal.[3]
C.
Tokoh-tokoh
Rasinalisme
- Decarates,
metodos keraguan dan cotigo ergo sum
Decrates
ialah seorang orang yang amat besar
pengaruhnya dalam abad-abad sesudah hidupnya , ia juga sering disebut
CARTESIUS, dilahirkan pada tahun 1596 meninggal
pada tahun 1650 dalam pengembaraannya dari Nederland ke Swedia.
Ia
merasa ketegangan dan ketidakpastian meraja rela ketika itu dalam kalangan
filsafat.Scholastik tak dapat memberi keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan
filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain.
Filsafat menjadi kacau, demikian
pendapatnya. Adapun ketidakpastian itu karena menurutnya tidak ada
pangkal yang sama, tidak ada metodos. Maka dari itu baiklah rasanya, jika ia
mencari metodos yang sama sekali baru, untuk mencapai kepastian itu. Adapun
yang dipergunakannya sebagai metodos baru ini adalah keragu-raguan. Seakan-akan
ia membuang segala kepastian. Pikiran dipangkalkan pada keraguan ini. Maka
apakah yang akan nampak jika seorang ragu terhadap sesuatu, tidak lain yang
nampak ialah bahwa ia berfikir, karena keragu-raguan merupakan suatu cara untuk
berfikir.
Maka
segera nampaklah kepastian dan kebenaran tentang adannya: sebab yang berfikir
itu tentu ada. Dari metodos ini keragu-raguan ini timbul kepastian tentang
adanya sendiri. Ini dirumuskan Decrates : cotigo ergo sum, saya
berfikir maka saya adalah. Yang bermakna bahwa ia ingin mencari kebenaran
dengan pertama meragukan semua hal, ia meragukan benda disekelilingnya. Ia
bahkan meragukan keberadaaan dirinya sendiri.
Keraguannya
ini hanyalah sebuah metodos, bukanlah ia ragu-ragu seseungguhnya. Ia ragu-ragu
bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Karena ia berfikir
dengan meragukan suatu hal, dia telah membersihkan dirinya dari segala
prasangka yang mungkin menuntunnya ke jalan yang salah. Ia takut bahwa mungkin
saja berpikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Mungkin saja bahwa
pikiran manusia pada hakikatnya tidak membawa manusia kepada kebenaran, namun
sebaliknya. Artinya, ada semacam kekuatan tertentu yang lebih besar dari
dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan pikirannya kejalan
yang salah.
Sampai disini, Decrates tiba-tiba sadar bahwa
bagaimana pun pikiran mengarahkan dirinya kepada kesalahan, namun ia tetaplah
berfikir. Inilah satu-satunya yang jelas yang tidak mungkin salah. Maksudnya,
tak mungkin kekuatan tadi membuat kalimat “ketika berpikir, sayalah yang
berpikir” salah. Dengan demikian, Decrates sampai pada kesimpulan bahwa ketika
ia berpikir, maka ia ada (COTIGO ERGO SUM)
- Spinoza
Spinoza
dilahirkan pada tanggal 24 November tahun 1632 dan meninggal dunia pada tanggal
21 Februari tahun 1677 M. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan
diri dari agama yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia hidup
di pinggiran kota Amsterdam.[4]
Spinoza dilahirkan oleh orang tua Yahudi yang melarikan diri dari pengejaran di
Spanyol, ia hidup di Amsterdam sampai dipaksa keluar oleh mereka yang membenci
pikiran bebasnya, bahkan sampai ada yang berusaha untuk membunuhnya.
Orang-orang dari Kristen ortodoks tidak menyukainya karena apa yang dilihatnya
sebagai ateisme.[5]
Spinoza
merupakan keturunan dari agama Yahudi. Menurutnya, banyak terdapat keraguan
dalam agama yang dianutnya, sehingga Ia ingin melepaskan diri dari agamanya
yaitu yahudi dan ia juga mengasingkan diri dan jauh dari masyarakat. Spinoza
adalah pengikut Rasionalisme Descartes, Ia memandang sesuatu itu benar melalui
akal. Seperti halnya Descartes yang menomor satukan akal dan menepikan indera
yang di anggapnya menyesatkan.
Selain Spinoza ada tokoh filofof lain yang
mengikuti pemikiran Rene Descartes, yaitu Leibniz. Dua tokoh terakhir ini juga
menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan mereka
berdua juga mengikuti metode Descartes. Tiga filosofi ini, Descartes, Spinoza,
dan Leibniz, biasanya dikelompokkan ke dalam satu mazhab, yaitu rasionalisme.
De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene Descartes, ia
mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan. Pemikiran
adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang eksistensinya berbarengan.[6]
Panteisme Spinoza
Spinoza adalah satu filsuf istimewa yang tidak
hanya percaya pada apa
yang
dikatakannya, tetapi juga bertindak sesuai dengannya. Bahkan ia menolak jabatan
filsafat di Heidelberg karena itu merupakan posisi resmi, dan bahwa hal itu
menerima ide-ide dan pembatasan-pembatasan resmi. Dari segala sisi, ia adalah
orang yang jujur, terhormat, dan sopan. Tentu saja hal ini menyebabkan ia
diserang hampir oleh setiap orang, bahkan setelah ia mati. Karya
besarnya,”Ethics”, tidak diterbitkan semasa hidupnya, dan buku-bukunya yang
lain, yang dirumuskan dengan tajam”Tractatus Theologico Politicus”dan
“Tractatus Politicus”, Pengaruhnya tidaklah besar. Seperti Descartes, Spinoza
yakin bahwa dengan mengikuti metode geometri , kita dapat menghasilkan
pengetahuan yang tepat mengenai dunia nyata. Namun, keyakinannya lebih jauh
daripada Descartes, ia berusaha untuk menyusun suatu Geometri Filsafat.[7]
Spinoza
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran sesuatu,
sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu
bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga
dilakukan sebelumnya oleh Rene Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi
matematis, yang dimulai dengan meletakkan definisi, aksioma, proposisi,
kemudian berubah membuat pembuktian (penyimpulan) berdasarkan definisi,
aksioma, atau proposisi itu.[8]
Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu
Tuhan. Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Itulah
sebabnya pendirian Spinoza disebut penteisme, Tuhan disamakan dengan segala
sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan bahwa satu substansi itu mempunyai
ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya. Namun demkikian kita hanya mengenal dua
ciri saja, pemikiran dan keluasan. Pada manusialah kedua ciri tersebut terdapat
bersama-sama pemikiran (jiwa) dan serentak juga keluasan tubuh.[9]
Descartes , moyangnya yang amat dekat , membagi
substansi menjadi tiga, yaitu tubuh (bodies), jiwa, dan Tuhan. Spinoza
berpendapat tentang substansi, Ia menyatakan bahwa hanya ada satu substansi,
dan satu substansi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dirusak, ia tidak
mempunyai permulaan dan tidak mempunyai akhir.[10] Tubuh dan jiwa menurutnya
adalah atribut(sifat asasi) yang satu . Tubuh dan jiwa bukan substansi yang
berdiri sendiri.
Spinoza berpendapat bahwa Tuhan dan alam
adalah satu dan sama. Teori ini dikenal dengan nama Panteisme (secara harfiah berarti
semua adalah Tuhan). Jadi ia menentang baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza
percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam semesta ini.
Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas
(ultimate) . Tuhan itu tidak memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan
manusia. Inilah penjelasan logis tentang Tuhan yang bahkan Newton sampai
terkejut oleh pernyataan itu. Ini tidak dapat diartikan bahwa Spinoza itu
materialis. Ia hanya mengatakan, itulah yang diketahui tentang Tuhan.
Akibatnya, tindakan manusia dan Tuhan tidak bebas. Dimana-mana di dalam alam
semesta ini sebagaimana ia mestinya, semuanya sudah ditentukan.[11]
Substansi adalah apa yang ada dalam dirinya
sendiri dan yang mengalaskan pengertian yang mengenai pada dirinya sendiri,
Artinya yang pengertiannya tidak memerlukan pengertian dari sesuatu yang lain
dengannya ia harus dibentuk. Jadi substansi adalah sesuatu yang berdiri sendiri
, yang tidak bergantung kepada apapun juga yang lain. Substansi itu tentu hanya
ada satu saja, sebab seandainya ada dua substansi semacam itu, tentu aka nada
nisbah antara keduanya. Padahal pengertian nisbah mengandung di dalamnya
pengertian ketergantungan. Substansi yang satu itu adalah Allah, yang esa tiada
batasnya secara mutlak.[12]
Berdasarkan keyakinan ini maka segala sesuatu
yang tak terbatas, dunia dengan segala isinya, tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan tergantung kepada satu substansi yang satu itu. Substansi yang satu
itu berada di dalam segala sesuatu yang beraneka raga ini. Segala yang beraneka
ragam mewujudkan cara berada substansi yang satu tadi.
Di sini kesatuan antara Allah dan alam semesta
untuk pertama kali diberi rumusan secara modern. Substansi ini memiliki sebabnya
dalam dirinya sendiri. Hakikat(essential) nya mencakup juga keberadaan
(existential) nya. Hakekatnya ditentukan oleh atribut-atribut atau sifat-sifat
asasinya yang tiada batasnya. Tiap sifat asasi dengan cara yang sempurna
mengungkapkan hakekat atau esensinya yang kekal dan tak terbatas itu. Akan tetapi
segala hal yang konkrit, yaitu dunia yang berane raga ini, adalah modi atau
cara berada satu substansi yang satu itu.[13]
Demikianlah, Pemikiran Spinoza tentang Allah,
jiwa dan manusia yang merupakan satu kesatuan. Dan berbeda dengan Descartes
yang berpendapat bahwa antara Allah, jiwa dan manusia merupakan sesuatu yang
terpisah dan berdiri sendiri. Rasionalisme Spinoza lebih luas dan lebih
konsekuen dibanding dengan rasionalisme Descartes . Baginya di dalam dunia
tiada hal yang bersifat rahasia, karena akal atau rasio manusia telah mencakup
segala sesuatu, juga Tuhan. Bahkan Tuhan menjadi sasaran akal yang terpenting.
- Leibniz
Gottfried Wilhelm Leibniz, anak seorang profesor filsafat,
lahir di leipzig tahun 1646.[14] Ia
adalah seorang jerman, tetapi ia menulis karya-karyanya dalam bahasa latin dan
perancis. Ia adalah seorang serjana ensiklopedis yang menguasai seluruh
lapangan pengetahuan yang dikenal pada waktu itu[15]. Saat masih anak-anak, ia
mempelajari bahasa yunani dan filsafat Thomistik. Ia masuk universitas Leipzig
di usia lima belas tahun. Di universitas tersebut, ia berkenalan dengan
filsafat-filsafat Hobbes, Descartes, Kepler dan Galileo. Dalam tulisan-tulisan
itu terdapat banyak kritik terhadap tradisi pertengahan, tetapi studi Leibniz
mengenai filsafat dan sains kontenporer bukan merupakan penolakan secara
radikal terhadap pandangan-pandangan sebelumnya. Sebaliknya, pengarahan dan
pendidikan yang disiapkan bagi Leibniz memainkan peran yang serupa dengan yang
dialami Thomas. Leibniz menyatukan Ide-ide pertengahan dengan sains dan
metafisika terbaru di masanya, dan dengan membuat beberapa perubahan,
menghasilkan sebuah sikap filosofis yang berpengaruh.
Namun, filsafat hanyalah salah satu dari
banyak disiplin ilmu yang menjadi perhatian Leibniz. Setelah belajar di
Leipzig. Ia juga merupakan seorang matematikawan, fisikawan, dan sejarawan.
Lama menjadi pegawai pemerintahan, pejabat tinggi negara pusat. Metafisikanya
adalah ide tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad.[16] ia
pergi ke Jena dan Altdorf untuk belajar matematika dan hukum. Ia memperoleh
gelar di bidang hukum tahun 1667. Ia menolak jabatan mengajar di Altdorf agar
dapat memasiki dunia politik. Sebagai wakil diplomatik dari pemilih di Mainz,
Leibniz hidup di paris untuk sesaat dan juga berpergian ke inggris. Ia
melanjutkan karya studi matematikanya, dan pada tahun 1676, ketika tinggal di
Paris, ia menemukan kalkulus intinitesinmal (Infinitesimal Calculus). Penemuan
Leibniz dan publikasi terhadap temuannya itu menimbulkan perselisihan dengan
Issac Newton. Issac Newton telah menulis tentang Infinitesimal Calculus sebelum
penemuan Leibniz, tetapi Newton tidak segera mempublikasikan ide-idenya.
Akibatnya, ketika Leibniz mempublikasikan temuannya sebelum Newton, muncullah
perdebatan sengit untuk menentukan siapa yang lebih unggul.
Setelah kembali ke Jerman, Leibniz
dipekerjakan oleh Duke of Hanover dengan tugas utama untuk menulis sejarah
keluarga Duke. Leibniz tidak berhasil menyelesaikan sejarah itu, tetapi ia
memiliki waktu untuk melakukan banyak proyek lain yang mencengangkan. Ia
mendirikan masyarakat terpelajar (learning society), dan pada tahun 1700 ia
menjadi presiden pertama masyarakat sains di Berlin. Ia membuat proposal untuk
menyatukan orang katolik dan priotestan, ia bahkan mendekati Louis XIV dari
perencis dan Tsar peter dari Rusia Raya dengan usulan untuk menyatukan Eropa.
Lebih dari itu, disaat kematiannya pada tahun 1716, Leibniz telah menghasilkan
tulisan-tulisan filosofis yang berpengaruh sepanjang jaman.[17]
PEMIKIRANNYA
a) Monad
Berbeda dengan Spinoza yang mengatakan hanya
ada satu substansi, Leibniz berpendapat di alam semesta ini ada banyak sekali
subtansi yang disebutnya Monad (monos = satu; monad = satu unit).[18]
Kajian filsafat meliputi dua ranah yang biasa di sebut ranah fisika dan
metafisika. Untuk bisa memahami Monad
ini, penulis akan memberikan gambaran sebagai pembandingnya, dalam ilmu
matematika yang terkecil adalah titik, dalam fisika yang terkecil adalam sub
atomik yang meliputi proton, neutron dan elektron, namun dalam metafisika yang
terkecil adalah Monad. Kata terkecil hendaknya tidak dipahami sebagai ukuran,
melainkan sebagai tidak berkeluasan, maka monad itu bukan benda. Monad-monad
bukanlah kenyataan jasmaniyah, melainkan kenyataan mental, yang terdiri dari persepsi
dan hasrat. Menurut Leibniz monade tidak bersifat jasmani dan tidak dapat
dibagi-bagi lagi.[19]
Leibniz membayangkan monad sebagai “force primitives” (daya purba) yang tidak material, melainkan
spiritual. Dengan kata lain, yang ia maksud sebagai monad adalah kesadaran diri
tertutup, sejajar dengan cogito tertutup descartes. Dalam sebuah pernyataannya
yang kemudian termasyhur, dia mengatakan sebagai berikut: “monad-monad tak
memiliki jendela tempat sesuatu bisa keluar atau masuk.” Karena itu, setiap monad
memiliki sudut pandang ini melingkupi kenyataan yang melingkupinya. Di antara
monad-monad tak ada interaksi, sebab masing-masing merupakan kenyataan mental
yang suda cukup diri. Monad adalah sebuah sestem tertutup yang cukup diri.
Setiap monad tak lain dari pada un miroir de l’univers, cermin hidup alam
semesta.
Penjelasan leibniz bahwa monad-monad sudah
cukup diri menimbulkan persoalan. Bagaimana aku mengetahui kenyataan diluar
diriku? Jawaban leibniz adalah sebagai berikut. Setiap monad memiliki sifat
yang jumlahnya tak terhingga, sebab setiap monad mencerminkan seluruh alam
semesta dari sedut pandangnya. Dengan kata lain, setiap monad mencerminkan
semua monad yang lainnya. Misalnya, saat aku menyadari selembar daun jatuh di
depanku, kesadaranku itu merupakan sebuah keadaan dari monad yang mencerminkan
keadaan monad-monad lain yang sama-sama mengidentifikasikan “daun”, sedemikian
rupa sehingga dari sudut pandang kesadaranku yang kacau, daun itu kusadari
dalam keadaan jatuh.
Kalau dunia dan kesadaran adalah monad-monad
yang terisolasi satu sama lain, bagaimana menjelaskan gejala adanya keteraturan
dalam hubungan timbal balik. Leibniz menjawab bahwa Allah pada saaat menciptaan
mengadakan “harmonie preetablie” (keselarasan yang ditetapkan sebelumnya) di antara
monad-monad. Jadi meskipun monad-monad memiliki momentumnya sendiri-sendiri,
mereka cocok satu sama lain, sehingga menimbulkan ilusi bahwa mereka
berinteraksi satu sama lain. Misalnya, air yang diletakkan di atas api menjadi
panas bukan karena api, melainkan monad air, api, dan panas bersesuian satu
sama lain, persis seperti dua arloji yang cocok satu sama lain. Allah, si
tukang arloji itu, telah menetapkan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut
satu monad cocok dengan peristiwa yang
terjadi pada monad lain. Jadi, hubungan timbal balik antara monad-monad hanya
kelihatannya ada. Lalu apakah allah itu? Dalam pemikiran leibniz allah juga
monad, tetapi bukan sembarang monad, melainkan monad purba (jerman:urmonade)
yang merupakan aktifitas murni, actus purus.[20]
b) Bukti adanya allah
Kalau segala monad mencerminkan alam semesta,
apakah bedanya kita dengan hewan, tetumbuhan dan benda? Menurut leibniz, monad
pada manusia berbeda dengan monad-monad lain. Kalau monad-monad lain
mencerminkan hanya alam semesta, berbeda denganmonad-monad pada manusia yang
juga mencerminkan Allah. Saat kita menyadari, kita tidak hanya sadar akan
monad-monad lain, tetapi juga sadar akan adanya allah. Berdasarkan pembedaan
ini, leibniz berusaha membuktikan adanya allah dengan empat argumen.
Pertama, dia mengatakan bahwa manusia memiliki
ide kesempurnaan, maka adanya Allah terbukti. Bukti ini disebut bukti
ontologis. Kedua, dia berpendapat bahwa adanya alam semesta dan ketidak
lengkapannya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan
yang transenden ini disebut Allah. Ketiga,dia berpendapat bahwa kita selalu
ingin mencapai kebenaran abadi, dan bahwa kebenaran macam itu tak bisa dihasilkan manusia
menunjukan adanya pikiran abadi, yaitu Allah. Keempat, leibniz mengatakan bahwa
adanya keselarasan diantara monad-monad membuktikan bahwa pada awal mula ada
yang mencocokkan mereka satu sama lain, yang mencocokkan itu adalah Allah.[21]
c) Hubungan antara keyakinan dan akal
Salah satu buku karangn leibniz yang berjudul
Theodicy, dalam buku tersebut berisi hubungan antara keyakinan dan akal. Dalam
menjelaskan topik ini, ia menjelaskan beberapa prinsip dasar yang menentukan
uraiannya tentang hubungan tuhan dengan kejahatan dan kebebasan. Di permulaan
leibniz mengatakan:
Saya beranggapan bahwa dua kebenaran tidak
dapat bertentangan satu sama lain; bahwa objek keyakinan adalah kebenaran yang
diwahyukan tuhan melalui cara yang luar biasa; dan bahwa akal menjalin bersama
kebenaran-kebenaran ini, tetapi terutama (jika dibandingkan dengan keyakinan)
kebenaran-kebenaran yang dapat dicapai oleh pikiran manusia secara alami tanpa
dibantu oleh cahaya keyakinan.
Ada perbedaan antara apa yang dipercaya
melalui keyakinan dengan apa yang diketahui melalui akal, tetapi tak ada
pertentngan antara kedua wilayah tersebut, dan ada bidang yang tumpang tindih.[22]
Misalnya, eksistensi tuhan dapat dibuktikan melalui akal, juga diberitakan
melalui wahyu. Selain itu, akal, penjalin bersama kebenaran-kebenaran, tidak
hanya sentral bagi filsafat, ilmu alam, matematika, dan logika, tetapi juga
memainkan peran penting dalam teologi, yang merupakan penelitian tentang
kebenaran wahyu.
Leibniz mengatakan bahwa kebenaran dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu kebenaran akal dan kebenaran fakta. Kebenaran
akal dapat diketahui secara a priori (yakni tanpa diuji melalui pengalaman
indrawi), kebenaran ini bercirikan dengan kepastian logis. Sebuah kebenaran
logis bersifat pasti, jika pengingkaran terhadapnya mengakibatkan kontradiksi.
Misalnya, proposisi sebuah bujur sangkar yang sama sisinya adalah sebuah bujur
sangkar. Secara logis pasti, karena saya tidak dapat mengingkarinya tanpa
berkontradiksi dengan diri saya. Sedangkan kebenaran fakta bersifat tergantung.
Kebenaran-kebenaran ini dapat di ingkari tanpa menimbulkan kontradiksi.[23]
d) Sifat tuhan, kebebasan dan kejahatan.
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif
terkait pemikiran leibniz tentang sifat tuhan, kebebasan dan kejahatan. Maka
penulis akan beranjak dari tiga pertanyaan yang akan dijawab dalam pembehasan
dalam rangka mempermudah pemahaman audience. Pertama, apa yang dimaksudkan
leibniz ketika ia mengatakan bahwa tuhan menciptakan yang terbaik dari semua
yang mungkin?. Kedua, apa kategori umum dari kejahatan, dan bagaimana tuhan
menghubungkan satu sama lainnya?. Ketiga, bagaimana pendapat leibniz tentang
kebebasan?.
Untuk menjawab pertanyaan yang pertama,
penting untuk diketahui bahwa leibnez komit pada dua ide fundamental, yang
pertama, tuhan maha sempurna. Diantaranya, ini berarti bahwa tindakan tuhan
selalu baik. Kedua, bahwa ada kejahatan di dunia ini.[24] Terkait yang pertama, sikap
leibniz adalah jelas: “segala hal yang berasal dari tuhan sesuai dengan
kebaikan, keadilan, dan kesucian”. Maka segala sesuatu yang ada sekarang ini
berdasarkan kebaikan, keadilan, dan kesucian tuhan. Terkait yang komit yang
kedua, destruksi, penderitaan, dan dosa adalah tidak baik. Dengan demikian,
seharunya semua itu tidak ada karena semua yang ada merupakan kebaikan tuhan.
Disini terdapat kontradiksi antara kedua komit leibniz tersebut diatas.
Salah satu karakteristik paling khas dari
filsafat leibniz adalah doktrin tentang banyak dunia yang mungkin. Sebuah dunia
itu “mungkin” jika tidak bertentangan
dengan aturan-aturan logika. Ada dunia mungkin yang jumlahnya tak terhingga,
semuanya telah direnungkan tuhan sebelum dia menciptakan dunia nyata. Karena
kebaikan-Nya tuhan. Tuhan memutuskan untuk menciptakan dunia yang terbaik dari
seluruh dunia yang mungkin, dan dia menganggap dunia terbaik itu adalah dunia
yang memiliki ekses kebaikan lebih besar dari keburukan.[25]
Maksunya adalah, bukan berarti tuhan tidak
bisa menciptakan dunia yang tidak mengandung kejahatan, tetapi itu tidak akan
menjadi lebih baik seperti dunia nyata, karena kebaikan yang luar biasa secara
logis terikat dengan keburukan-keburukan tertentu. Sebagai contoh, penulis akan
memberikan ilustrasi sederhana. Ketika kita sembuh dari sakit yang sekian lama
menyiksa fisik dan mental kita, maka sehat akan terasa jauh lebih baik. Rasa
nikmat akan kesehatan tidak akan dapat dirasakan dengan sangat memuaskan tanpa
kita sakit terlebih dahulu. Banyak sekali orang sehat yang lupa betapa indahnya
sehat itu. Mereka akan merasakan sehat itu luar biasa indahnya ketika mereka
mengalami sakit.
Begitulah maksud dari statment liebniz tentang
kedua komit fundamentalnya diatas. Dalam teologi, bukan ilustrasi-ilustrasi
semacam ini yang penting, tetapi hubungan antara dosa dan kehendak bebas.
Kehendak bebas adalah sebuah kebaikan yang luar biasa, tetapi secara logis
tidaklah mungkin bagi tuhan untuk menganugerahkan kehendak bebas dan pada saat
yang sama menitahkan tiadanya dosa. Makanya, tuhan membuat memutuskan untuk
membuat manusia bebas.[26]
Walaupun dia mengetahui adam akan makan buah khuldi dan walaupun dosa itu pasti
dibalas dengan hukuman. Dunia yang tercipta meski tidak memiliki keburukan,
memiliki surplus kebaikan yang lebih besar atas keburukan daripada dunia lain
yang mungkin, dan keburukan yang dimilikinya tidak memiliki argumentasi yang
menentang kebaikan tuhan.
[27][8] Menurut fisika modern ketiga sub atomik
tersebut adalah unsur penyusun atom. Saat ini para fisikawan baru bisa
mengatakan bahwa sub atomiklah yang terkecil, namun diprediksikan masih ada
yang lebih kecil dari itu, karena keterbatasan instrumen yang super canggih,
fisikawan hanya menemukan sub atomik lah yang terkecil yang juga merupakan
sebagai penyusun atum. Untuk pemahaman lebih lanjut, lihat Agus Mustofa,
Terpesona Di Sidratul Muntaha (Surabaya : PADMA Press,2008), hlm.127-146.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://taufiq-hidayat92.blogspot.com/2014/03/filsafat-aliran-rasionalisme-tokoh.html
·
http://abywatilove.blogspot.com/2013/02/rasionalisme-leibniz.html
[1] Amma06.blogspot.com/2009/02/tokoh-tokoh-filsafat-modern.htmlA
[2] Loeskisno choiril warsito dkk,
Pengantar Filsafat (Surabaya): IAIN Sunan Ampel Press, 2012),
hal.110
[3] Ibid,. hal.127
[4] Atang Abdul hakim,Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai Teolosofi,Cet
I(Bandung:Pustaka Setia)h.259
[5] Richard Orborne,Filsafat Untuk Pemula,Cet
7(Yogyakarta:kanisius,2008)h.76
[6] Atang Abdul hakim,Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai….h.259
[7] Richard Orborne,Filsafat Untuk…h.76
[8] Atang Abdul hakim,Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai…h.259
[9] Juhaya S.Praja,Aliran-aliran Filsafat dan etik,Cet
I(Bogor:kencana,2003)h.102
[10] Ahmad Tafsir,Filsafat Umum akal dan hati sejak…h.140
[11] Ahmad Tafsir,Filsafat Umum akal dan hati sejak …h.138
[12] Harun Hadiwijono , Sari Sejarah Filsafat …h.27
[13] Harun Hadiwijono , Sari Sejarah Filsafat…h.27
[14] Juhn K.Roth, The Problems Of The Contemporary Philosophy Of Region
Harper And Row (Yokyakarta : Pustaka Belajar, Terj. Ali Noer Zaman, Cet. Ke-1,
2003), hlm.151.
[15] Bertens, Ringkasan, hlm.52.
[16] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani , Filsafat Umum : Dari
Metode Sampai Teofilosofi (Bandung : CV Pustaka Setia, cet. Ke-1, 2008), hlm.
259.
[17] John, the problems, hlm. 152-153.
[18] F.Budi Hardiman, Filsafat Modern (Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004),hlm.55.
[19] Bertens, Ringkasan, hlm. 52.
[20] Hardiman, Filsafat, hlm. 55-57.
[21] Hardiman, Filsafat, hlm. 57-58.
[22] Roth, the Problems, hlm.157.
[23] Ibid., hlm. 158.
[24] John, the problems, hlm. 167-168.
[25] Bertran Russel, Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta : Pustaka
Belajar, cet.ke-3,2007),hlm. 772.
[26] Ibid., hlm. 773.
0 komentar:
Posting Komentar