Selasa, 07 Juni 2016

RASIONALISME

Tugas terstruktur                                                                                           Dosen Pengampu
Pengantar Filsafat                                                                       Rabitaul Adawiah, S. Ag, M.Ag

RASIONALISME


OLEH:

ANUGERAH PUTERA
1401160399

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2014



PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN RASIONALISME
Secara etimologis Rasionalisme berasala dari kata Inggris Rationalism. Kata ini berakal dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. lacey berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah : sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan  sumber pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki
Sementara itu secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (ratio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi semua syarat pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh ppengetahuan dan mengetes pengetahuan. “Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal”.[1]
B.     AJARAN-AJARAN RASIONALISME
Paham ini beranggapan, ada prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakauia benar oleh budi manusia. Dari prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia. Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalalm budi manusia  dan tidak dijabarkan dari pengalaman., bahkan pengalaman empiris bergantung pada prinsip ini. Prinsip-prinsip tadi oleh Decartes kemudian dikenal dengan istilah subtansi, yang tak lain adalah ide bawaan yang sudah ada dalam jiwa sebagai kebenaran yang tidak bias diragukan lagi.
Ada tiga ide bawaaan yang diajarkan Decartes, yaitu
a)      Pemikiran; saya memahami diri saya makhluk yang berfikir, maka harus diterima bahwa pemkiran merupakan hakikat saya.
b)      Tuhan merupakan wujud yang sama sekali sempurna; karena saya memiliki ide “sempurna” mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide itu, karena seseuatu akibat tidak bias melebhi akibatnya.
c)      Keluasaan; saya mengerti materi sebagai keluasaan atau ekstensi, sebagaimana oleh ahli-ahli ilmu ukur
Aliran ini menekankan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui dengan pasti tentang berbagai perkara sejak lahir(fitrah). Aliran ini juga menyakini bahwa akal sebagai sumber kebenaran satu-satunya. Para penganut rasionalis meyakini bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide-ide kita. Jika kebewnaran mengandung makna adanya kesesuaian antara ide dengan kenyataan, maka kebenaran baru dikatakan benar jika ada di dalam pikkiran kita dan hanya dapat diperoleh melalui akal.[2]
Sebagai lawan empiris, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal. Contoh yang yang paling jelas ialah pemahaman kita tentang logika dan matematika.
Penemuan-penemuan logika dajn matematika begitu pasti. Kita tidak hanya melihatnya sebagai benar, tetapi lebih dari itu kita melihatnya sebagai kebenaran yang tidak mungkin salah, kebenarannya universal.[3]
C.     Tokoh-tokoh Rasinalisme
  1. Decarates, metodos keraguan dan cotigo ergo sum
Decrates ialah seorang  orang yang amat besar pengaruhnya dalam abad-abad sesudah hidupnya , ia juga sering disebut CARTESIUS, dilahirkan pada tahun 1596 meninggal  pada tahun 1650 dalam pengembaraannya dari Nederland ke Swedia.
Ia merasa ketegangan dan ketidakpastian meraja rela ketika itu dalam kalangan filsafat.Scholastik tak dapat memberi keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain. Filsafat menjadi kacau, demikian  pendapatnya. Adapun ketidakpastian itu karena menurutnya tidak ada pangkal yang sama, tidak ada metodos. Maka dari itu baiklah rasanya, jika ia mencari metodos yang sama sekali baru, untuk mencapai kepastian itu. Adapun yang dipergunakannya sebagai metodos baru ini adalah keragu-raguan. Seakan-akan ia membuang segala kepastian. Pikiran dipangkalkan pada keraguan ini. Maka apakah yang akan nampak jika seorang ragu terhadap sesuatu, tidak lain yang nampak ialah bahwa ia berfikir, karena keragu-raguan merupakan suatu cara untuk berfikir.
Maka segera nampaklah kepastian dan kebenaran tentang adannya: sebab yang berfikir itu tentu ada. Dari metodos ini keragu-raguan ini timbul kepastian tentang adanya sendiri. Ini dirumuskan Decrates : cotigo ergo sum, saya berfikir maka saya adalah. Yang bermakna bahwa ia ingin mencari kebenaran dengan pertama meragukan semua hal, ia meragukan benda disekelilingnya. Ia bahkan meragukan keberadaaan dirinya sendiri.
Keraguannya ini hanyalah sebuah metodos, bukanlah ia ragu-ragu seseungguhnya. Ia ragu-ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Karena ia berfikir dengan meragukan suatu hal, dia telah membersihkan dirinya dari segala prasangka yang mungkin menuntunnya ke jalan yang salah. Ia takut bahwa mungkin saja berpikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Mungkin saja bahwa pikiran manusia pada hakikatnya tidak membawa manusia kepada kebenaran, namun sebaliknya. Artinya, ada semacam kekuatan tertentu yang lebih besar dari dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan pikirannya kejalan yang salah.
Sampai disini, Decrates tiba-tiba sadar bahwa bagaimana pun pikiran mengarahkan dirinya kepada kesalahan, namun ia tetaplah berfikir. Inilah satu-satunya yang jelas yang tidak mungkin salah. Maksudnya, tak mungkin kekuatan tadi membuat kalimat “ketika berpikir, sayalah yang berpikir” salah. Dengan demikian, Decrates sampai pada kesimpulan bahwa ketika ia berpikir, maka ia ada (COTIGO ERGO SUM)
  1. Spinoza
            Spinoza dilahirkan pada tanggal 24 November tahun 1632 dan meninggal dunia pada tanggal 21 Februari tahun 1677 M. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri dari agama yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam.[4] Spinoza dilahirkan oleh orang tua Yahudi yang melarikan diri dari pengejaran di Spanyol, ia hidup di Amsterdam sampai dipaksa keluar oleh mereka yang membenci pikiran bebasnya, bahkan sampai ada yang berusaha untuk membunuhnya. Orang-orang dari Kristen ortodoks tidak menyukainya karena apa yang dilihatnya sebagai ateisme.[5]
 Spinoza merupakan keturunan dari agama Yahudi. Menurutnya, banyak terdapat keraguan dalam agama yang dianutnya, sehingga Ia ingin melepaskan diri dari agamanya yaitu yahudi dan ia juga mengasingkan diri dan jauh dari masyarakat. Spinoza adalah pengikut Rasionalisme Descartes, Ia memandang sesuatu itu benar melalui akal. Seperti halnya Descartes yang menomor satukan akal dan menepikan indera yang di anggapnya menyesatkan.
Selain Spinoza ada tokoh filofof lain yang mengikuti pemikiran Rene Descartes, yaitu Leibniz. Dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan mereka berdua juga mengikuti metode Descartes. Tiga filosofi ini, Descartes, Spinoza, dan Leibniz, biasanya dikelompokkan ke dalam satu mazhab, yaitu rasionalisme. De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene Descartes, ia mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang eksistensinya berbarengan.[6]
Panteisme Spinoza
Spinoza adalah satu filsuf istimewa yang tidak hanya percaya pada apa yang             dikatakannya, tetapi juga bertindak sesuai dengannya. Bahkan ia menolak jabatan filsafat di Heidelberg karena itu merupakan posisi resmi, dan bahwa hal itu menerima ide-ide dan pembatasan-pembatasan resmi. Dari segala sisi, ia adalah orang yang jujur, terhormat, dan sopan. Tentu saja hal ini menyebabkan ia diserang hampir oleh setiap orang, bahkan setelah ia mati. Karya besarnya,”Ethics”, tidak diterbitkan semasa hidupnya, dan buku-bukunya yang lain, yang dirumuskan dengan tajam”Tractatus Theologico Politicus”dan “Tractatus Politicus”, Pengaruhnya tidaklah besar. Seperti Descartes, Spinoza yakin bahwa dengan mengikuti metode geometri , kita dapat menghasilkan pengetahuan yang tepat mengenai dunia nyata. Namun, keyakinannya lebih jauh daripada Descartes, ia berusaha untuk menyusun suatu Geometri Filsafat.[7]
 Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran sesuatu, sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga dilakukan sebelumnya oleh Rene Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan meletakkan definisi, aksioma, proposisi, kemudian berubah membuat pembuktian (penyimpulan) berdasarkan definisi, aksioma, atau proposisi itu.[8]
Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut penteisme, Tuhan disamakan dengan segala sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya. Namun demkikian kita hanya mengenal dua ciri saja, pemikiran dan keluasan. Pada manusialah kedua ciri tersebut terdapat bersama-sama pemikiran (jiwa) dan serentak juga keluasan tubuh.[9]
Descartes , moyangnya yang amat dekat , membagi substansi menjadi tiga, yaitu tubuh (bodies), jiwa, dan Tuhan. Spinoza berpendapat tentang substansi, Ia menyatakan bahwa hanya ada satu substansi, dan satu substansi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dirusak, ia tidak mempunyai permulaan dan tidak mempunyai akhir.[10] Tubuh dan jiwa menurutnya adalah atribut(sifat asasi) yang satu . Tubuh dan jiwa bukan substansi yang berdiri sendiri.
Spinoza berpendapat bahwa Tuhan dan alam adalah satu dan sama. Teori ini dikenal dengan nama Panteisme (secara harfiah berarti semua adalah Tuhan). Jadi ia menentang baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas (ultimate) . Tuhan itu tidak memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan manusia. Inilah penjelasan logis tentang Tuhan yang bahkan Newton sampai terkejut oleh pernyataan itu. Ini tidak dapat diartikan bahwa Spinoza itu materialis. Ia hanya mengatakan, itulah yang diketahui tentang Tuhan. Akibatnya, tindakan manusia dan Tuhan tidak bebas. Dimana-mana di dalam alam semesta ini sebagaimana ia mestinya, semuanya sudah ditentukan.[11]
Substansi adalah apa yang ada dalam dirinya sendiri dan yang mengalaskan pengertian yang mengenai pada dirinya sendiri, Artinya yang pengertiannya tidak memerlukan pengertian dari sesuatu yang lain dengannya ia harus dibentuk. Jadi substansi adalah sesuatu yang berdiri sendiri , yang tidak bergantung kepada apapun juga yang lain. Substansi itu tentu hanya ada satu saja, sebab seandainya ada dua substansi semacam itu, tentu aka nada nisbah antara keduanya. Padahal pengertian nisbah mengandung di dalamnya pengertian ketergantungan. Substansi yang satu itu adalah Allah, yang esa tiada batasnya secara mutlak.[12]
Berdasarkan keyakinan ini maka segala sesuatu yang tak terbatas, dunia dengan segala isinya, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan tergantung kepada satu substansi yang satu itu. Substansi yang satu itu berada di dalam segala sesuatu yang beraneka raga ini. Segala yang beraneka ragam mewujudkan cara berada substansi yang satu tadi.
Di sini kesatuan antara Allah dan alam semesta untuk pertama kali diberi rumusan secara modern. Substansi ini memiliki sebabnya dalam dirinya sendiri. Hakikat(essential) nya mencakup juga keberadaan (existential) nya. Hakekatnya ditentukan oleh atribut-atribut atau sifat-sifat asasinya yang tiada batasnya. Tiap sifat asasi dengan cara yang sempurna mengungkapkan hakekat atau esensinya yang kekal dan tak terbatas itu. Akan tetapi segala hal yang konkrit, yaitu dunia yang berane raga ini, adalah modi atau cara berada satu substansi yang satu itu.[13]
Demikianlah, Pemikiran Spinoza tentang Allah, jiwa dan manusia yang merupakan satu kesatuan. Dan berbeda dengan Descartes yang berpendapat bahwa antara Allah, jiwa dan manusia merupakan sesuatu yang terpisah dan berdiri sendiri. Rasionalisme Spinoza lebih luas dan lebih konsekuen dibanding dengan rasionalisme Descartes . Baginya di dalam dunia tiada hal yang bersifat rahasia, karena akal atau rasio manusia telah mencakup segala sesuatu, juga Tuhan. Bahkan Tuhan menjadi sasaran akal yang terpenting.
  1. Leibniz
Gottfried Wilhelm  Leibniz, anak seorang profesor filsafat, lahir di leipzig tahun 1646.[14] Ia adalah seorang jerman, tetapi ia menulis karya-karyanya dalam bahasa latin dan perancis. Ia adalah seorang serjana ensiklopedis yang menguasai seluruh lapangan pengetahuan yang dikenal pada waktu itu[15]. Saat masih anak-anak, ia mempelajari bahasa yunani dan filsafat Thomistik. Ia masuk universitas Leipzig di usia lima belas tahun. Di universitas tersebut, ia berkenalan dengan filsafat-filsafat Hobbes, Descartes, Kepler dan Galileo. Dalam tulisan-tulisan itu terdapat banyak kritik terhadap tradisi pertengahan, tetapi studi Leibniz mengenai filsafat dan sains kontenporer bukan merupakan penolakan secara radikal terhadap pandangan-pandangan sebelumnya. Sebaliknya, pengarahan dan pendidikan yang disiapkan bagi Leibniz memainkan peran yang serupa dengan yang dialami Thomas. Leibniz menyatukan Ide-ide pertengahan dengan sains dan metafisika terbaru di masanya, dan dengan membuat beberapa perubahan, menghasilkan sebuah sikap filosofis yang berpengaruh.
Namun, filsafat hanyalah salah satu dari banyak disiplin ilmu yang menjadi perhatian Leibniz. Setelah belajar di Leipzig. Ia juga merupakan seorang matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pejabat tinggi negara pusat. Metafisikanya adalah ide tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad.[16] ia pergi ke Jena dan Altdorf untuk belajar matematika dan hukum. Ia memperoleh gelar di bidang hukum tahun 1667. Ia menolak jabatan mengajar di Altdorf agar dapat memasiki dunia politik. Sebagai wakil diplomatik dari pemilih di Mainz, Leibniz hidup di paris untuk sesaat dan juga berpergian ke inggris. Ia melanjutkan karya studi matematikanya, dan pada tahun 1676, ketika tinggal di Paris, ia menemukan kalkulus intinitesinmal (Infinitesimal Calculus). Penemuan Leibniz dan publikasi terhadap temuannya itu menimbulkan perselisihan dengan Issac Newton. Issac Newton telah menulis tentang Infinitesimal Calculus sebelum penemuan Leibniz, tetapi Newton tidak segera mempublikasikan ide-idenya. Akibatnya, ketika Leibniz mempublikasikan temuannya sebelum Newton, muncullah perdebatan sengit untuk menentukan siapa yang lebih unggul.
Setelah kembali ke Jerman, Leibniz dipekerjakan oleh Duke of Hanover dengan tugas utama untuk menulis sejarah keluarga Duke. Leibniz tidak berhasil menyelesaikan sejarah itu, tetapi ia memiliki waktu untuk melakukan banyak proyek lain yang mencengangkan. Ia mendirikan masyarakat terpelajar (learning society), dan pada tahun 1700 ia menjadi presiden pertama masyarakat sains di Berlin. Ia membuat proposal untuk menyatukan orang katolik dan priotestan, ia bahkan mendekati Louis XIV dari perencis dan Tsar peter dari Rusia Raya dengan usulan untuk menyatukan Eropa. Lebih dari itu, disaat kematiannya pada tahun 1716, Leibniz telah menghasilkan tulisan-tulisan filosofis yang berpengaruh sepanjang jaman.[17]
PEMIKIRANNYA
a)      Monad
Berbeda dengan Spinoza yang mengatakan hanya ada satu substansi, Leibniz berpendapat di alam semesta ini ada banyak sekali subtansi yang disebutnya Monad (monos = satu; monad = satu unit).[18] Kajian filsafat meliputi dua ranah yang biasa di sebut ranah fisika dan metafisika. Untuk bisa memahami Monad  ini, penulis akan memberikan gambaran sebagai pembandingnya, dalam ilmu matematika yang terkecil adalah titik, dalam fisika yang terkecil adalam sub atomik yang meliputi proton, neutron dan elektron, namun dalam metafisika yang terkecil adalah Monad. Kata terkecil hendaknya tidak dipahami sebagai ukuran, melainkan sebagai tidak berkeluasan, maka monad itu bukan benda. Monad-monad bukanlah kenyataan jasmaniyah, melainkan kenyataan mental, yang terdiri dari persepsi dan hasrat. Menurut Leibniz monade tidak bersifat jasmani dan tidak dapat dibagi-bagi lagi.[19] Leibniz membayangkan monad sebagai “force primitives”  (daya purba) yang tidak material, melainkan spiritual. Dengan kata lain, yang ia maksud sebagai monad adalah kesadaran diri tertutup, sejajar dengan cogito tertutup descartes. Dalam sebuah pernyataannya yang kemudian termasyhur, dia mengatakan sebagai berikut: “monad-monad tak memiliki jendela tempat sesuatu bisa keluar atau masuk.” Karena itu, setiap monad memiliki sudut pandang ini melingkupi kenyataan yang melingkupinya. Di antara monad-monad tak ada interaksi, sebab masing-masing merupakan kenyataan mental yang suda cukup diri. Monad adalah sebuah sestem tertutup yang cukup diri. Setiap monad tak lain dari pada un miroir de l’univers, cermin hidup alam semesta.
Penjelasan leibniz bahwa monad-monad sudah cukup diri menimbulkan persoalan. Bagaimana aku mengetahui kenyataan diluar diriku? Jawaban leibniz adalah sebagai berikut. Setiap monad memiliki sifat yang jumlahnya tak terhingga, sebab setiap monad mencerminkan seluruh alam semesta dari sedut pandangnya. Dengan kata lain, setiap monad mencerminkan semua monad yang lainnya. Misalnya, saat aku menyadari selembar daun jatuh di depanku, kesadaranku itu merupakan sebuah keadaan dari monad yang mencerminkan keadaan monad-monad lain yang sama-sama mengidentifikasikan “daun”, sedemikian rupa sehingga dari sudut pandang kesadaranku yang kacau, daun itu kusadari dalam keadaan jatuh.
Kalau dunia dan kesadaran adalah monad-monad yang terisolasi satu sama lain, bagaimana menjelaskan gejala adanya keteraturan dalam hubungan timbal balik. Leibniz menjawab bahwa Allah pada saaat menciptaan mengadakan “harmonie preetablie” (keselarasan yang ditetapkan sebelumnya) di antara monad-monad. Jadi meskipun monad-monad memiliki momentumnya sendiri-sendiri, mereka cocok satu sama lain, sehingga menimbulkan ilusi bahwa mereka berinteraksi satu sama lain. Misalnya, air yang diletakkan di atas api menjadi panas bukan karena api, melainkan monad air, api, dan panas bersesuian satu sama lain, persis seperti dua arloji yang cocok satu sama lain. Allah, si tukang arloji itu, telah menetapkan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut satu monad  cocok dengan peristiwa yang terjadi pada monad lain. Jadi, hubungan timbal balik antara monad-monad hanya kelihatannya ada. Lalu apakah allah itu? Dalam pemikiran leibniz allah juga monad, tetapi bukan sembarang monad, melainkan monad purba (jerman:urmonade) yang merupakan aktifitas murni, actus purus.[20]
b)      Bukti adanya allah
Kalau segala monad mencerminkan alam semesta, apakah bedanya kita dengan hewan, tetumbuhan dan benda? Menurut leibniz, monad pada manusia berbeda dengan monad-monad lain. Kalau monad-monad lain mencerminkan hanya alam semesta, berbeda denganmonad-monad pada manusia yang juga mencerminkan Allah. Saat kita menyadari, kita tidak hanya sadar akan monad-monad lain, tetapi juga sadar akan adanya allah. Berdasarkan pembedaan ini, leibniz berusaha membuktikan adanya allah dengan empat argumen.
Pertama, dia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Allah terbukti. Bukti ini disebut bukti ontologis. Kedua, dia berpendapat bahwa adanya alam semesta dan ketidak lengkapannya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan yang transenden ini disebut Allah. Ketiga,dia berpendapat bahwa kita selalu ingin mencapai kebenaran abadi, dan bahwa kebenaran  macam itu tak bisa dihasilkan manusia menunjukan adanya pikiran abadi, yaitu Allah. Keempat, leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan diantara monad-monad membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokkan mereka satu sama lain, yang mencocokkan itu adalah Allah.[21]
c)      Hubungan antara keyakinan dan akal
Salah satu buku karangn leibniz yang berjudul Theodicy, dalam buku tersebut berisi hubungan antara keyakinan dan akal. Dalam menjelaskan topik ini, ia menjelaskan beberapa prinsip dasar yang menentukan uraiannya tentang hubungan tuhan dengan kejahatan dan kebebasan. Di permulaan leibniz mengatakan:
Saya beranggapan bahwa dua kebenaran tidak dapat bertentangan satu sama lain; bahwa objek keyakinan adalah kebenaran yang diwahyukan tuhan melalui cara yang luar biasa; dan bahwa akal menjalin bersama kebenaran-kebenaran ini, tetapi terutama (jika dibandingkan dengan keyakinan) kebenaran-kebenaran yang dapat dicapai oleh pikiran manusia secara alami tanpa dibantu oleh cahaya keyakinan.
Ada perbedaan antara apa yang dipercaya melalui keyakinan dengan apa yang diketahui melalui akal, tetapi tak ada pertentngan antara kedua wilayah tersebut, dan ada bidang yang tumpang tindih.[22] Misalnya, eksistensi tuhan dapat dibuktikan melalui akal, juga diberitakan melalui wahyu. Selain itu, akal, penjalin bersama kebenaran-kebenaran, tidak hanya sentral bagi filsafat, ilmu alam, matematika, dan logika, tetapi juga memainkan peran penting dalam teologi, yang merupakan penelitian tentang kebenaran wahyu.
Leibniz mengatakan bahwa kebenaran dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kebenaran akal dan kebenaran fakta. Kebenaran akal dapat diketahui secara a priori (yakni tanpa diuji melalui pengalaman indrawi), kebenaran ini bercirikan dengan kepastian logis. Sebuah kebenaran logis bersifat pasti, jika pengingkaran terhadapnya mengakibatkan kontradiksi. Misalnya, proposisi sebuah bujur sangkar yang sama sisinya adalah sebuah bujur sangkar. Secara logis pasti, karena saya tidak dapat mengingkarinya tanpa berkontradiksi dengan diri saya. Sedangkan kebenaran fakta bersifat tergantung. Kebenaran-kebenaran ini dapat di ingkari tanpa menimbulkan kontradiksi.[23]
d)      Sifat tuhan, kebebasan dan kejahatan.
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif terkait pemikiran leibniz tentang sifat tuhan, kebebasan dan kejahatan. Maka penulis akan beranjak dari tiga pertanyaan yang akan dijawab dalam pembehasan dalam rangka mempermudah pemahaman audience. Pertama, apa yang dimaksudkan leibniz ketika ia mengatakan bahwa tuhan menciptakan yang terbaik dari semua yang mungkin?. Kedua, apa kategori umum dari kejahatan, dan bagaimana tuhan menghubungkan satu sama lainnya?. Ketiga, bagaimana pendapat leibniz tentang kebebasan?.
Untuk menjawab pertanyaan yang pertama, penting untuk diketahui bahwa leibnez komit pada dua ide fundamental, yang pertama, tuhan maha sempurna. Diantaranya, ini berarti bahwa tindakan tuhan selalu baik. Kedua, bahwa ada kejahatan di dunia ini.[24] Terkait yang pertama, sikap leibniz adalah jelas: “segala hal yang berasal dari tuhan sesuai dengan kebaikan, keadilan, dan kesucian”. Maka segala sesuatu yang ada sekarang ini berdasarkan kebaikan, keadilan, dan kesucian tuhan. Terkait yang komit yang kedua, destruksi, penderitaan, dan dosa adalah tidak baik. Dengan demikian, seharunya semua itu tidak ada karena semua yang ada merupakan kebaikan tuhan. Disini terdapat kontradiksi antara kedua komit leibniz tersebut diatas.
Salah satu karakteristik paling khas dari filsafat leibniz adalah doktrin tentang banyak dunia yang mungkin. Sebuah dunia itu  “mungkin” jika tidak bertentangan dengan aturan-aturan logika. Ada dunia mungkin yang jumlahnya tak terhingga, semuanya telah direnungkan tuhan sebelum dia menciptakan dunia nyata. Karena kebaikan-Nya tuhan. Tuhan memutuskan untuk menciptakan dunia yang terbaik dari seluruh dunia yang mungkin, dan dia menganggap dunia terbaik itu adalah dunia yang memiliki ekses kebaikan lebih besar dari keburukan.[25]
Maksunya adalah, bukan berarti tuhan tidak bisa menciptakan dunia yang tidak mengandung kejahatan, tetapi itu tidak akan menjadi lebih baik seperti dunia nyata, karena kebaikan yang luar biasa secara logis terikat dengan keburukan-keburukan tertentu. Sebagai contoh, penulis akan memberikan ilustrasi sederhana. Ketika kita sembuh dari sakit yang sekian lama menyiksa fisik dan mental kita, maka sehat akan terasa jauh lebih baik. Rasa nikmat akan kesehatan tidak akan dapat dirasakan dengan sangat memuaskan tanpa kita sakit terlebih dahulu. Banyak sekali orang sehat yang lupa betapa indahnya sehat itu. Mereka akan merasakan sehat itu luar biasa indahnya ketika mereka mengalami sakit.
Begitulah maksud dari statment liebniz tentang kedua komit fundamentalnya diatas. Dalam teologi, bukan ilustrasi-ilustrasi semacam ini yang penting, tetapi hubungan antara dosa dan kehendak bebas. Kehendak bebas adalah sebuah kebaikan yang luar biasa, tetapi secara logis tidaklah mungkin bagi tuhan untuk menganugerahkan kehendak bebas dan pada saat yang sama menitahkan tiadanya dosa. Makanya, tuhan membuat memutuskan untuk membuat manusia bebas.[26] Walaupun dia mengetahui adam akan makan buah khuldi dan walaupun dosa itu pasti dibalas dengan hukuman. Dunia yang tercipta meski tidak memiliki keburukan, memiliki surplus kebaikan yang lebih besar atas keburukan daripada dunia lain yang mungkin, dan keburukan yang dimilikinya tidak memiliki argumentasi yang menentang kebaikan tuhan.
[27][8] Menurut fisika modern ketiga sub atomik tersebut adalah unsur penyusun atom. Saat ini para fisikawan baru bisa mengatakan bahwa sub atomiklah yang terkecil, namun diprediksikan masih ada yang lebih kecil dari itu, karena keterbatasan instrumen yang super canggih, fisikawan hanya menemukan sub atomik lah yang terkecil yang juga merupakan sebagai penyusun atum. Untuk pemahaman lebih lanjut, lihat Agus Mustofa, Terpesona Di Sidratul Muntaha (Surabaya : PADMA Press,2008), hlm.127-146.



DAFTAR PUSTAKA
·        http://taufiq-hidayat92.blogspot.com/2014/03/filsafat-aliran-rasionalisme-tokoh.html
·        http://abywatilove.blogspot.com/2013/02/rasionalisme-leibniz.html




[1] Amma06.blogspot.com/2009/02/tokoh-tokoh-filsafat-modern.htmlA
[2] Loeskisno choiril warsito dkk,  Pengantar Filsafat  (Surabaya): IAIN Sunan Ampel Press, 2012), hal.110
[3] Ibid,. hal.127
[4] Atang Abdul hakim,Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai Teolosofi,Cet I(Bandung:Pustaka Setia)h.259
[5] Richard Orborne,Filsafat Untuk Pemula,Cet 7(Yogyakarta:kanisius,2008)h.76
[6] Atang Abdul hakim,Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai….h.259
[7] Richard Orborne,Filsafat Untuk…h.76
[8] Atang Abdul hakim,Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai…h.259
[9] Juhaya S.Praja,Aliran-aliran Filsafat dan etik,Cet I(Bogor:kencana,2003)h.102
[10] Ahmad Tafsir,Filsafat Umum akal dan hati sejak…h.140
[11] Ahmad Tafsir,Filsafat Umum akal dan hati sejak …h.138
[12] Harun Hadiwijono , Sari Sejarah Filsafat …h.27
[13] Harun Hadiwijono , Sari Sejarah Filsafat…h.27
[14] Juhn K.Roth, The Problems Of The Contemporary Philosophy Of Region Harper And Row (Yokyakarta : Pustaka Belajar, Terj. Ali Noer Zaman, Cet. Ke-1, 2003), hlm.151.
[15] Bertens, Ringkasan, hlm.52.
[16] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani , Filsafat Umum : Dari Metode Sampai Teofilosofi (Bandung : CV Pustaka Setia, cet. Ke-1, 2008), hlm. 259.
[17] John, the problems, hlm. 152-153.
[18] F.Budi Hardiman, Filsafat Modern (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2004),hlm.55.
[19] Bertens, Ringkasan, hlm. 52.
[20] Hardiman, Filsafat, hlm. 55-57.
[21] Hardiman, Filsafat, hlm. 57-58.
[22] Roth, the Problems, hlm.157.
[23] Ibid., hlm. 158.
[24] John, the problems, hlm. 167-168.
[25] Bertran Russel, Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta : Pustaka Belajar, cet.ke-3,2007),hlm. 772.
[26] Ibid., hlm. 773.

0 komentar:

Posting Komentar