Selasa, 07 Juni 2016

MASHLAHAH MURSALAH WA ‘URF


MASHLAHAH MURSALAH WA ‘URF


OLEH:
KELOMPOK V

ANUGERAH PUTERA
1401160399
SITI SA’DIYAH
1401160357
YANITA SAFITRI
14011160381
YUWITA
1401160387
SITI KHAWATIA
1401160369
RIZKA RAH,MAN
14011603574


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2015

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI. 1
BAB I. 2
PENDAHULUAN.. 2
A.     Latar Belakang Masalah. 2
B.     Rumusan Masalah. 2
C.     Tujuan Masalah. 2
BAB II. 3
PEMBAHASAN.. 3
MASLAHAH MURSALAH.. 3
A.     Pengertian maslahah mursalah. 3
B.     Syarat- syarat maslahah mursalah. 3
C.     Macam- macam maslahah. 4
D.     Kehujjahan maslahah mursalah. 5
‘URF.. 6
a.      Pengertian ‘Urf 6
b.      Macam-macam ‘Urf 6
c.      Kehujahan ‘Urf 6
d.      Syarat-syarat ‘Urf 7
BAB III. 8
KESIMPULAN DAN PENUTUP.. 8
A.     KESIMPULAN.. 8
B.     PENUTUP.. 8
DAFTAR PUSTAKA.. 8




BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Salah satu metode yang dikembangkan fiqh dalam mengistinbatkan hukum dari nash adalah maslahah al-mursalah, yaitu suatu kemaslahatan yang tidak ada nash juz’i (rinci) yang mendukungnya, dan tidak ada pula yang menolaknya dan tidak ada pula ijma’ yang mendukungnya, tetapi kemaslahatan itu didukung oleh sejumlah nash melalui cara istqra’ (induksi sejumlah nash).[1]
‘Urf secara harfiyah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat ‘urf ini sering disebut sebagai adat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian maslahah mursalah?
2.      Apa syarat-syarat maslahah mursalah?
3.      Apa Saja  macam-macam maslah mursalah dan kehujjahannya?
4.      Apa pengertian ‘Urf?
5.      Apa saja macam-macam, kehujjahan, dan syarat ‘urf?

C.     Tujuan Masalah
1.      Agar Kita Mengetahui Pengertian maslahah mursalah dan ‘urf.
2.      Agar Kita Mengetahui syarat, macam-macam maslahah  mursalah dan ‘urf.
3.      Agar Kita Mengetahui kehujjahan maslahah mursalah dan ‘urf.






BAB II

                                                             PEMBAHASAN

MASLAHAH MURSALAH
A.     Pengertian maslahah mursalah
Maslahah mursalah menurut lugat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah dan mursalah.
Kata maslahah berasal dari kata kerja bahasa arab صَلَحَ- يَصلُحُ  menjadi صُلْحًا atau مَصْلَحَة
Yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Sedangkan kata mursalah berasal dari kata kerja yang ditasrifkan sehingga menjadi isim maf’ul. yaitu :
 اَرْسَلَ – يُرْسِلُ – اِرْسَالاً – مُرْسِلٌmenjadiمُرْسَلٌ  yang berarti diutus, dikirim atau dipakai (dikirim). Perpaduan dua kata menjadi  “maslahah mursalah yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat).[2]
B.     Syarat- syarat maslahah mursalah
Golongan yang mengakui kehujjahan maslahah mursalah dalam pembentukan hukum ( Islam ) telah mensyartakan sejumlah syarat tertentu yang harus dipenuhi, sehingga maslahah tidak bercampur dengan hawa nafsu, tujuan dan keinginan yang merusakkan manusia dan agama. Sehingga seseorang tidak menjadikan keinginannya sebagai ilhamnya dan menjadikan syahwatnya sebagai syari’atnya.
Syarat-syarat itu adalah  sebagai berikut:
1.      Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan. Ahlul hilli wal aqli dan mereka mempunyai disiplin ilmu tertentu memandang bahwa pembentukan itu harus didasarkan pada maslahah hakikiyah yang dapat menarik manfaat untuk manusia dan dapat menulak bahaya dari mereka.
2.      Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak khusus beberapa orang dalam jumlah sedikit.
3.      Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh Syari’. Maslahah tersebut harus dari jenis maslahah yang telah didatangkan oleh Syari’. Seandainya tidak ada dalil tertentu yang mengakuinya,  maka maslahah tersebut tidak sejalan dengan apa yang telah dituju oleh Islam. Bahkan tidak bisa disebut maslahah.
4.      Maslahah itu bukan maslahah yang tidak benar, dimana nash yang sudah ada tidak membenarkannya, dan tidak menganggap salah.[3]
C.     Macam- macam maslahah
1.      Dari segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan
a)      Maslahah Dharuriyah
Maslahah dharuriyah adalah perkara-perkara yang menjadi tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan, merajalelalah kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
b)      Maslahah Hajjiyah
Yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok (Maslahah Dharuriyah) yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan dasar manusia.
c)      Maslahah Tahsiniyah
`Yaitu  kemaslahatan yang sifatnya pelengkap berupa keleluasaan  yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya (Maslahah Hajjiyah)
2.      Dari segi kandungan maslahah
a)      Maslahah al-ammah
Yaitu kemaslahatan umum yang menyangkut kepentingan orang banyak, namu tidak berarti untuk kepentingan semua tetapi untuk kebanyakan umat.
b)      Maslahah al- Khasshshah
Yaitu kemaslahatan pribadi atau  seseorang saja.
3.      Dari segi berubah atau tidaknya maslahah
a)      Maslahah al – tsahitah
Yaitu kemaslahatan yang bersifat tetap, tidak berubah sampai akhir zaman.



b)      Maslahah al-mutaghayyirah
yaitu kemashalatan yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan tempat, waktu, dan subjek hukum. Kemashalatan seperti ini berkaitan dengan permasalahan mu’amalah dan adat kebiasaan
4.      .dari segi keberadaaan maslahah
a)      Maslahah al-mu’tabarah
Yaitu kemashalatan yang didukung oleh syara’. Maksudnya, adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemashalatan  tersebut.
b)      Maslahah al-mulgah
yaitu kemashalatan yang ditolak oleh syara’, karena bertentangan dengan ketentuan syara’.
c)      Maslahah al-mursalah
yaitu kemashalatan yang keberadaannya tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan / di tolak syara’ melalui dalil yang rinci.
D.    Kehujjahan maslahah mursalah
Dalam kehujjahan maslahah mursalah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama usul di antaranya:
1.      Maslahah mursalah tidak dapat menjadi hujjah/dalil menurut ulama-ulama Syafi’iyyah, ulama-ulama Hanafiyyah, dan sebagian ulama Malikiyyah, seperti Ibnu Hajib dan ahli zahir.
2.      Maslahah mursalah dapat menjadi hujjah /dalil menurut sebagian ulama Maliki dan sebagian ulama Syafi’i, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh ulama-ulama usul. Jumhur Hanafiyyah dan Syafi’iyyah mensyaratkan tentang maslahah ini, hendaknya dimasukkan dibawah qiyas, yaitu terdapat hukum ashl yang dapat diqiyaskan kepadanya dan juga terdapat illat mudhabit (tepat), sehingga dalam hubungan hukum itu terdapat tempat untuk melealisir kemaslahatan
3.      Imam Al-Qarafi berkata tentang maslahah mursalah: sesungguhnya berhujjah dengan maslahah mursalah dilakukan oleh semua mazhab, karena mereka melakukan qiyas dan mereka membedakan antara satu dengan lainnya karena adanya ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat.[4]
‘URF
a.      Pengertian ‘Urf
Secara etimologi, ‘urf  berarti sesuatu yang baik  yang dapat diterima akal sehat. Para ulama usul fiqh membedakan antara adat dengan ‘urf dalam membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara’. Adat didefinisikan dengan:
الأَمْرُ الْمُتَكَرِّرُ مِنْ غَيْرِ عَلاَقَةٍ عَقْلِىَّةٍ
Sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional.
Adapun ‘urf menurut ulama usul fiqh adalah:
عَادَةٌ جُمْهُوْرٌ قَوْمٍ فِي قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ
Kebiasaan mayoritas kaum baik dalam  perkataan atau  perbuatan.[5]
b.      Macam-macam ‘Urf
Para ulama usul fiqh membagi ‘urf kepada tiga macam:
1.      Dari segi objeknya, ‘urf dibagi dalam: al-urf lafzhi (kebiasaan yang menyangkut ungkapan) dan al-urf al-amali (kebiasaan yang berbentuk perbuatan)
2.      Dari segi cakupannya, ‘urf terbagi dua, yaitu al-urf al-‘am (kebiasaan yang bersifat umum) dan al-urf al-khas (kebiasaan yang bersifat khusus).
3.      Dari segi keabsahannya dari pandangan syarat’, urf terbagi dua: yaitu al-urf  al-sahih (kebiasaan yang dianggap sah) dan al-urf  al-fasid (kebiasaan yang dianggap rusak).
c.       Kehujahan ‘Urf
Mengenai kehujahan ‘urf terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama usul fiqh, yang menyebabkan timbulnya dua golongan dari mereka:
1.      Golongan Hanafiyyah dan Malikiyyah berpandapat ‘urf bahwa adalah hujjah untuk menetapkan hukum.
Alasan mereka ialah firman Allah SWT yang  artinya:
“ Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-A’raf: 199)
Ayat ini bermaksud bahwa ‘urf  ialah kebiasaan manusia dan apa-apa yang mereka sering lakukan (yang baik).
2.      Golongan Syafi’iyyah dan Hanbaliyyah, keduanya tidak menganggap ‘urf itu sebagai hujjah atau dalil hukum syari’.
Para ulama juga sepakat menyatakan bahwa ketika ayat-ayat Al-Quran diturunkan, banyak sekali ayat yang mengokohkan kebiasaan yang terdapat ditengah-tengah masyarakat.  Misalnya, kebolehan jual-beli yang sudah ada sebelum islam.
d.      Syarat-syarat ‘Urf
Para ulama usul fiqh menyatakan bahwa suatu ‘urf, baru dapat dijadikan salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’ apabila memenuhi syarat-sayarat tersebut:
1.      ‘Urf itu (baik yang bersifat khusus dan umum maupun yang bersifat perbuatan dan ucapan), berlaku secara umum. Artinya, ‘urf itu berlaku dalam mayoritas kasus yang terjadi ditengah-tengah masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat.
2.      ‘Urf itu telah memasyarakat ketika persoalan yang ditetapkan hukumnya itu muncul. Artinya, ‘urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih dahulu ada sebelum kasus yang ditetapkan  hukumnya.
3.      ‘Urf itu tidak bertentangan yang diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi.
4.      ‘Urf tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan hukum yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan. ‘Urf seperti ini tidak dapat dijadikan dalil syara’, karena kehujjahan ‘urf bisa diterima apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi.



BAB III

KESIMPULAN DAN PENUTUP


A.        KESIMPULAN

            Dari uraian diatas dapat disimpukan bahwa maslahah almursalah merupakan perpaduan dua kata menjadi  “maslahah mursalah yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat)
Sedangkan urf adalah suatu kebiasaan yang dilakukan orang-orang baik (mayoritas)

B.        PENUTUP

Itulah tadi makalah dari kami tentang “MASHLAHAH MURSALAH WA ‘URF” Semoga dengan makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan serta pemahaman kita akan mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya untuk kehidupan kita.
Akhir kata atas perhatiannya kami ucapkan terimaksih…..
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 


DAFTAR PUSTAKA

·        Rachmat Syafe’i, ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Setia, Bandung, 2007.
·        Chaerul Uman, Ushul Fiqih 1, Pustaka Setia, Bandung 2000
·        Nasrun Haroen, Ushul Fiqih 1, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997.




[1] Haroen Nasrun, Ushul Fiqih 1, (Jakarta, PT Logos Wacana Ilmu, 1996), h 113.
[2] Uman Chaerul , Ushul Fiqih 1, h 135
[3] Uman Chaerul , Ushul Fiqih 1, h 138
[4] Uman Chaerul , Ushul Fiqih 1, h 142

[5] Uman Chaerul , Ushul Fiqih 1, h 160



0 komentar:

Posting Komentar