MUNASABAH
DALAM AL-QUR’AN
OLEH:
KELOMPOK X
Anugerah Putera
|
:1401160399
|
Riska Rahman
|
:
|
Saidatun Annisa
|
:
|
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
بسم ا لله ا لر حمن
ا لر حىم
Puji dan syukur hanya milik Allah S.W.T.Dia-la yang
telah menganugerahkan Al-Quran sebagai hudan li al-nas dan rahmat li
al-alamin.Dia-lah yang Maha Mengetahui makna dan maksud kandungan Al-Quran
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
S.A.W.Utusan dan manusia pilihan-Nya. Dia-lah penyampai, pengamal, dan penafsir
pertama Al-Quran.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya-lah,kami dapat menyelesaikan
makalah ini atas judul “MUNASABAH AL-QUR’AN”
Makalah ini kami susun guna
menyelesaikan tugas dari Ibunda Dra.Faridah, MHI dalam mata kuliah
“Ulumual Qur-‘an”
Adapun materi yang kami ambil dari berbagai sumber dan sedikit
pengetahuan dari kami berharap, kiranya Wina Nurhawidha, M.Pd maupun para
pembaca dapat memberikan kritik dan masukan yang positif serta saran-saran
untuk kesempurnaan makalah ini
Sebagai harapan pula,semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh
dan menjadi motivator bagi kami maupun pembaca dalam menuntut ilmu
Semoga makalah ini membawa manfaat bagi khususnya kami sebagai
penyusun dan umumnya kita semua
Amin ya rabbbal alamin…
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh …
Penyusun
Kelompok X
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Tujuan
C. Metode
Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Munasabah Al-Qur’an
B. Macam-macam
Munasabah Al Qur’an
BAB
III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang
kekal, yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah Muhammad saw, sebagai bukti
besar atas kenabian. Di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang sedemikian
luasnya, yang apabila ditelaah dan dipelajari, akan memberikan penerangan serta
membimbing manusia menuju jalan yang lurus. Akan tetapi walau demikian,
al-Qur’an bukanlah kitab ilmiah seperti kitab ilmiah yang dikenal dalam dunia
ilmu pengetahuan. Misi al-Qur’an adalah dakwah untuk mengajak manusia menuju
jalan yang terbaik. Dan al-Qur’an pun enggan memilah-milah pesan-pesannya, agar
timbul kesan bahwa satu pesan lebih penting dari pesan yang lain. Allah swt
yang menurunkan al-Qur’an menghendaki agar pesan-pesan-Nya diterima secara utuh
dan menyeluruh.
Sedangkan tujuan al-Qur’an dengan
memilih sistematika yang seakan-akan tanpa keteraturan, adalah untuk
mengingatkan manusia bahwa ajaran yang ada di dalam al-Qur’an adalah satu
kesatuan yang terpadu yang tidak dapat di pisah-pisahkan. Dan bagi mereka yang
tekun mempelajarinya justru akan menemukan keserasian hubungan yang
mengagumkan, sehingga kesan yang tadinya terlihat kacau, berubah menjadi kesan
yang terangkai indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung
dan pangkalnya.
B. Rumusan Masalah
- Pengertian munasabah Al-Qur’an
- Ruang lingkup dalam Munasabah Al-Qur’an
C. Tujuan penulisan
Untuk memenuhi tugas
mata kuliah “’Ulumul Qur-‘an”serta menambah ilmu penulis maupun pembaca dalam
memahami dengan jelas tentang munasabah dalam Al-qur’an beserta ruang
lingkupnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah Al-Qur’an
Secara bahasa Munasabah berasal dari kata ناَسَبَ-يُنَاسِبُ-مُنَاسَبَةً yang
berarti dekat, serupa, mirip, dan rapat. الْمُنَاسَبَة
sama artinya dengan المُقَارَبَة
yakni mendekatkannya dan menyesuaikannya. Annasib juga
berarti ar-rabith, yakni ikatan, pertalian, hubungan[1].
Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan
keserasian antara ayat-ayat Al-Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh
imam As-Sayuti, mendefiisikan munasabah itu kepada keterkaitan ayat-ayat
Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat
sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa munasabah adalah suatu ilmu yang membahas tentang keterkaitan
atau keserasian ayat-ayat Al-Qur’an antar satu dengan yang lain.[2]
Berdasarkan kajian munasabah, ayat-ayat Al-Qur’an dianggap tidak
tersaing antara satu dari yang lain. Ia mempunyai keterkaitan, hubungan, dan
keserasian. Hubungan itu terletak antara ayat dengan ayat, antara nama surah
denagn isi surah, awal surah dengan akhir surah, antara kalimat-kalimat yang
terdapat dalam setiap ayat dan lain sebagainya.[3]
B. Macam-macam Munasabah Al Qur’an
1.
Ditinjau dari sifatnya,
munasabah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a) Pertama, zhahirul irtibath,
artinya munasabah ini
terjadi karena bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lain nampak jelas dan
kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan
beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang, ayat yang satu
berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian, atau pembatas
dengan ayat yang lain. Sehingga semua ayat menjadi satu kesatuan yang utuh dan
tidak terpisahkan. Sebagai contoh, adalah hubungan antara ayat 1 dan 2 dari
surat al-Isra’, yang menjelaskan tentang di-isra’-kannya Nabi Muhammad saw, dan
diikuti oleh keterangan tentang diturunkannya Tarurat kepada Nabi Musa as. Dari
kedua ayat tersebut nampak jelas bahwa keduanya memberikan keterangan tentang
diutusnya nabi dan rasul.[4]
b) kedua khafiyul irtibath,
artinya munasabah ini
terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga
tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing
ayat berdiri sendiri, baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun
karena yang satu bertentangan dengan yang lain.[5],
2.
Dilihat dari materinya,
munasabah ada dua macam yaitu :
terbagi menjadi dua bagian
yaitu: munasabah antar ayat dengan ayat dan munasabah antar surat denagan
surat.
- Hubungan ayat dengan
ayat Meliputi:
1) Hubungan
Kalimat dengan Kalimat dalam Ayat.
Pertama hubungan yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan kalimat
kemudian, atau akhir kalimat dengan awal
kalimat berikutnya, atau masalah yang terdahulu dengan masalah yang dibahah
kemudian.
Kedua hubungan yang belum jelas antara ayat dengan ayat atau kalimat dengan
kalimat. Hal tersebut terbagi menjadi dua bentuk[6],
yaitu:
v
Hubungan yang ditandai dengan huruf ‘athaf
Munasabah dengan menggunakan waw
‘athaf ini biasanya menghubungkan dua hal yang berlawanan, seperti masuk dan
keluar, turun dan naik, langit dan bumi, rahmat dan azab dan lain sebagainya.[7]
Contoh, yaitu terdapat pada surah Al-Ghasyiyah, ayat 17-20
أَفَلَا
يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ وَإِلَى
السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَت وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan.
Dan langit, bagaimana ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan. Dan
bumi, bagaimana dihamparkan.
jika diperhatikan, ayat-ayat tersebut
sepertinya tidak terkait satu dengan yang lain, padahal hakekatnya saling
berkaitan erat. Penyebutan dan penggunaan kata unta, langit, gunung, dan bumi
pada ayat-ayat tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan yang berlaku di
kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, di mana kehidupan mereka
sangat tergantung pada ternak (unta), namun keadaan tersebut tak kan bisa
berlangsung kecuali dengan adanya air yang diturunkan dari langit untuk
menumbuhkan rumput-rumput di mana mereka mengembala, dan mereka memerlukan
gunung-gunung dan bukit-bukit untuk berlindung dan berteduh, serta mencari
rerumputan dan air dengan cara berpindah-pindah di atas hamparan bumi yang luas[8]
v
Hubungan yang tidak memakai huruf ‘athaf
Munasabah yang tidak memakai huruf
‘athaf sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah,[9]sehingga
membutuhkan penyokong sebagai bukti keterkaitan ayat-ayat, berupa pertalian
secara maknawai. Dalam hal ini terdapat beberapa bentuk yaitu:
·
At-Tanzhir (التنظير), yaitu hubungan yang mencerminkan
perbandingan,atau membandingkan dua hal yang sebanding[10]
Misalnya ayat 4 dan 5 surat Al-anfal:
أُولَئِكَ هُمُ
حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٤)كَمَا
أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ الْمُؤْمِنُونَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ (٥ ))
Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan
memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat)
yang mulia.
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran,
meskipun sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak
menyukainya.
Huruf al-kaf (كَ) pada ayat lima
berfungsi sebagai pengingat dan sifat bagi fi’il yang tersembunyi (مضمر فعل ).Hubungan itu tampak dari jiwa itu. Maksud ayat itu,
Allah menyuruh untuk mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang kalian
lakukan pada perang badar meskipun kaummu membenci cara demikian itu. Allah SWT
menurunkan ayat ini agar kaum Nabi Muhammad SAW mengingat nikmat yang telah
diberikan Allah dengan diutusnya Rasul dari kalangan mereka (surat
Al-Baqarah(2):151) : كَمَا أَرْسَلْنَا
فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ, sebagai mana juga kaummu membencimu (Rasul) ketika engkau
mengajak mereka keluar dari rumah untuk berjihad. Hubungan ini terjadi dengan
ayat yang jauh sebelumnya[11]
·
Al-Istithrad (الإسطراد), artinya peralihan kepada penjelasan
lain.
Misalnya, pada surat Al-A’raf ayat 26:
ياَ بَنِيْ آدَم
َقَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِيْ سَوْءاَتِكُم ْوَرِيْشًا
وَلِباَسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْر ذلِكَ مِنْ آيَات ِاللهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُوْنَ
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Pada ayat tersebut membahas tentang pakaian
takwa lebih baik. Allah menyebutkan pakaian itu untuk mengingatkan manusia
bahwa pakaian penutup aurat itu lebih baik. Pakaian berfungsi sebagai alat
untuk memperbagus apa yang Allah ciptakan. Pakaian merupakan penutup aurat dan
kebejatan karena membuka aurat adalah hal yang jelek dan bejat. Sedangkan
penutup aurat adalah pintu takwa[12]
·
Al-Mudhodah (الضادة) artinya berlawanan, misalnya:
إِنَّ الَّذِيْنَ
كَفَرُوْا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ
يُؤْمِنُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.
Ayat ini menerangkan watak orang
kafir yang pembangkang, keras kepala tidak percaya kepada kitab-kitab Allah.
Sedangkan pada ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin sangat
berlawanan dengan watak orang kafir. Watak orang-orang mukmin adalah memiliki
kepercayaan yang kuat. Dia percaya adanya yang ghaib, melaksanakan shalat,
memiliki sifat kebersamaan yaitu tidak senang jika melihat saudaranya
kesulitan, baik dalam bidang materi maupun yang lainnya, lalu diambilkan
sebagian dari apa yang dimiliki dan diinfakkan kepada yang memerlukan, dan
percaya akan adanya kitab-kitab Allah sebelum Al-Qur’an, apalagi Al-Qur’an.
Mukmin yakin adanya (kehidupan ) akhirat[13]
Ayat tersebut berbunyi:
الَّذِيْنَ
يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُوْنَ(3)
وَالَّذِيْنَ
يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزلِ مِنْ قَبْلِك وَبِالآخِرَة
ِهُمْ يُوْقِنُوْنَ (4)
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan
shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
2) Hubungan
Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat
Munasabah dalam bentuk ini secara
jelas dapat dilihat dalam surah-surah pendek. Misalnya surah Al-Ikhlas yang
berbunyi:
قُلْ هُوَ اللهُ
أَحَد (1) اللهُ الصَّمَدُ(2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَد (3)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ
كُفُوًا أَحَد (4)
Masing-masing ayat dalam surat
tersebut saling menguatkan, tema pokoknya, yaitu tentang ke-Esaan tuahan.
3) Hubungan
Penutup (فاصلة-فواصل) Ayat dengan Isi Kandungan Ayat
Munasabah ini dapat bertujuan
sebagai:
1)
Tamkin
Tamkin artinya memperkokoh atau
mempertegas pertanyaan. Fashilah dalam suatu ayat memperkokoh pertanyaan yang
tersebut dalam kandungan ayat itu. Arti fashilah di sini berkaitan langsung dengan apa yang
dimaksud ayat itu bila tidak ada hubugan ini kandungan ayat itu tidak akan
memberi arti yang lengkap boleh jadi mengelirukan.[14]
Contoh pada surat Al-Ahzab
ayat 25:
وَرَدَّ اللَّهُ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا خَيْرًا وَكَفَى اللَّهُ
الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ وَكَانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزًا
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka
penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan
orang-orang mukmin dari peperangan. dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha
Perkasa.
Dari ayat ini dipahami bahwa Tuhan
menghindarkan orang mukmin dari perang disebabkan kelemahan mereka (orang-orang
kafir), karena angin kencang atau malaikat yang dikirim Allah. Pemahaman yang
kurang lurus ini diluruskan dengan fhasilah artinya Allah berkuasa
memisahkan antara dua golongan dalam perang tersebut (dalam perang badar).
Kejadian ini menguatkan orang-orang beriman agar mereka merasa bahwa
orang-orang mukmin lah yang menang.
2)
Al- Ighal
Al-Ighal adalah tambahan keterangan
terhadap kandungan ayat yang sudah ada sebelum fashilah (akhir
ayat Al-Qur’an). Sekalipun tidak ada fashilah tersebut, maksud ayat sudah lengkap.
Misalnya pada surat Al-Maidah ayat 50
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ
يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)
kalimat وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا sudah merupakan kalimat sempurna.
Akan tetapi, ada persesuaian fashilah-nya dengan kalimat sebelumnya lalu ditambah
dengan لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ.
- Hubungan Surat
dengan Surat Meliputi:
1.
Hubungan antara nama-nama surat
Misalnya surat al-Mu’minun,
dilanjutkan dengan surat an-Nur, lalu diteruskan dengan surat al-Furqon. Adapun
korelasi nama surat tersebut adalah orang-orang mu’min berada di bawah cahaya (nur) yang menerangi mereka, sehingga mereka mampu
membedakan yang haq dan
yang bathil.[15]
2.
Hubungan antara permulaan surat dan penutupan surat
sebelumnya
Misalnya permulaan surat al-Hadid dan
penutupan surat al-waqi’ah memiliki relevansi yang jelas, yakni keserasian dan
hubungan dengan tasbih.
dan) فَسَبِّحْ بِاسْم
ِرَبِّكَ اْلعَظِيْم (الواقعة: 96
سَبَّحَ
للهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْم (الحديد:
1)
3.
Hubungan antara awal surat dan akhir surat
Misalnya munasabah antar permulaan
surat Shad dan penutupannya yang menceritakan kisah orang kafir. Demikian
halnya dengan surat Al-Qashash, dimulai dengan kisah Nabi Musa dan Fir’aun
serta kaum kafir, sedang ayat yang terakhir menggambartkan pernyataan Allah
agar umat islam jangan menjadi penolong bagi orang-orang kafir, sebab Allah
lebih mengerti tentang hidayah.[16]
4.
Hubungan antara dua surat dalam perihal materinya
Yaitu materi surat yang satu sama
dengan materi surat yang lain. Misalnya munasabah antara isi kandungan surat
al-baqarah sama-sama menjelaskan tentang aqidah, ibadah, mua’malah, kisah,
janji, dan ancaman. Bedanya kandungan tersebut dalam surat al-fatihah
dijelaskan secara global sedangkan dalam surat al-baqarah dijelaskan secara
perinci.[17]
BAB III
KESIMPULAN DAN
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Teroris merupakan sekelompok orang yang berfikiran bahwa islam adalah
suatu agama yang keras sedangkan islam konservatif adalah kelompok orang yang
berfikiran bahwa tradisi jaman dahulu pada islam harus di terapkan kembali
2.
PENUTUP
Itulah
tadi makalah dari kami tentang “Munasabah Al-Qur’an”
Semoga dengan makalah ini dapat
menambah wawasan keilmuan kita serta dapat membawa manfaat yang
sebesar-besarnya untuk kehidupan kita khususnya dalam beragama islam .
Akhir kata atas perhatiannya kami
ucapkan terimaksih..Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
[1] Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu
Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia,2006), hlm.37
[2] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (
Jakarta: Amzah,2009), hlm.101
[3] Ibid
[4] Supiana
dan M. Karman, hlm. 164. Lihat juga Usman, hlm. 177.
[5] Ibid, hlm. 164., lihat juga Usman, hlm. 178.
[6] Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul
Qur’an, cet. II, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa,2003), hlm, 51.
[7] Kadar M. Yusuf, op cit, hlm.106
[8] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta :
Teras, 2009),hlm. 180
[9] Abu Anwar, Ulumul Qur’an, (Pekanbaru:
Amzah, 2002), hlm.70
[10] ibid
[11] Rachmat Syafe’I, op cit. hlm.42
[12] Ibid. hlm.43
[13] Abu Anwar, op. cit. hlm.71-72
[14] Rachmat Syafe’I, op cit. hlm. 45
[15] Usman, op cit, hlm. 188
[16] Ade Jamarudin, op cit. hlm. 185-186
0 komentar:
Posting Komentar