Senin, 06 Juni 2016

MUNASABAH DALAM AL-QUR’AN

MUNASABAH DALAM AL-QUR’AN



Description: Description: C:\Users\OTA_GM\Downloads\200px-Lambang_IAIN_Antasari.png

OLEH:
KELOMPOK  X



Anugerah Putera
:1401160399

Riska Rahman
:

Saidatun Annisa
:






INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2014



KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
بسم ا لله ا لر حمن ا لر حىم
Puji dan syukur hanya milik Allah S.W.T.Dia-la yang telah menganugerahkan Al-Quran sebagai hudan li al-nas dan rahmat li al-alamin.Dia-lah yang Maha Mengetahui makna dan maksud kandungan Al-Quran
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W.Utusan dan manusia pilihan-Nya. Dia-lah penyampai, pengamal, dan penafsir pertama Al-Quran.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya-lah,kami dapat menyelesaikan makalah ini atas judul “MUNASABAH AL-QUR’AN”
Makalah ini kami susun guna  menyelesaikan tugas dari Ibunda Dra.Faridah, MHI dalam mata kuliah “Ulumual Qur-‘an”
Adapun materi yang kami ambil dari berbagai sumber dan sedikit pengetahuan dari kami berharap, kiranya Wina Nurhawidha, M.Pd maupun para pembaca dapat memberikan kritik dan masukan yang positif serta saran-saran untuk kesempurnaan makalah ini
Sebagai harapan pula,semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh dan menjadi motivator bagi kami maupun pembaca dalam menuntut ilmu
Semoga makalah ini membawa manfaat bagi khususnya kami sebagai penyusun dan umumnya kita semua
Amin ya rabbbal alamin…
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh …


 Penyusun

Kelompok X



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.. 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN.. 3
A.  Latar Belakang Masalah. 3
B.  Tujuan. 3
C.  Metode Penulisan. 3
BAB II 4
PEMBAHASAN.. 4
A.  Pengertian Munasabah Al-Qur’an. 4
B.  Macam-macam Munasabah Al Qur’an. 4
BAB III 10
KESIMPULAN DAN PENUTUP. 10
1.   KESIMPULAN.. 10
2.   PENUTUP. 10
DAFTAR PUSTAKA.. 11



BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang kekal, yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah Muhammad saw, sebagai bukti besar atas kenabian. Di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang sedemikian luasnya, yang apabila ditelaah dan dipelajari, akan memberikan penerangan serta membimbing manusia menuju jalan yang lurus. Akan tetapi walau demikian, al-Qur’an bukanlah kitab ilmiah seperti kitab ilmiah yang dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan. Misi al-Qur’an adalah dakwah untuk mengajak manusia menuju jalan yang terbaik. Dan al-Qur’an pun enggan memilah-milah pesan-pesannya, agar timbul kesan bahwa satu pesan lebih penting dari pesan yang lain. Allah swt yang menurunkan al-Qur’an menghendaki agar pesan-pesan-Nya diterima secara utuh dan menyeluruh.

Sedangkan tujuan al-Qur’an dengan memilih sistematika yang seakan-akan tanpa keteraturan, adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ajaran yang ada di dalam al-Qur’an adalah satu kesatuan yang terpadu yang tidak dapat di pisah-pisahkan. Dan bagi mereka yang tekun mempelajarinya justru akan menemukan keserasian hubungan yang mengagumkan, sehingga kesan yang tadinya terlihat kacau, berubah menjadi kesan yang terangkai indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan pangkalnya.

B.     Rumusan Masalah

  1. Pengertian munasabah Al-Qur’an
  2. Ruang lingkup dalam Munasabah Al-Qur’an

C.     Tujuan penulisan

Untuk memenuhi tugas mata kuliah “’Ulumul Qur-‘an”serta menambah ilmu penulis maupun pembaca dalam memahami dengan jelas tentang munasabah dalam Al-qur’an beserta ruang lingkupnya




BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Munasabah Al-Qur’an

Secara bahasa Munasabah berasal dari kata ناَسَبَ-يُنَاسِبُ-مُنَاسَبَةً yang berarti dekat, serupa, mirip, dan rapat. الْمُنَاسَبَة  sama artinya dengan   المُقَارَبَة  yakni mendekatkannya dan menyesuaikannya. Annasib juga berarti ar-rabith, yakni ikatan, pertalian, hubungan[1].
Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat Al-Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh imam As-Sayuti, mendefiisikan munasabah itu kepada keterkaitan ayat-ayat Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa munasabah adalah suatu ilmu yang membahas tentang keterkaitan atau keserasian ayat-ayat Al-Qur’an antar satu dengan yang lain.[2]
Berdasarkan kajian munasabah, ayat-ayat Al-Qur’an dianggap tidak tersaing antara satu dari yang lain. Ia mempunyai keterkaitan, hubungan, dan keserasian. Hubungan itu terletak antara ayat dengan ayat, antara nama surah denagn isi surah, awal surah dengan akhir surah, antara kalimat-kalimat yang terdapat dalam setiap ayat dan lain sebagainya.[3]

B.     Macam-macam Munasabah Al Qur’an

1.      Ditinjau dari sifatnya, munasabah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu : 
a)      Pertama, zhahirul irtibath,
artinya munasabah ini terjadi karena bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang, ayat yang satu berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian, atau pembatas dengan ayat yang lain. Sehingga semua ayat menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Sebagai contoh, adalah hubungan antara ayat 1 dan 2 dari surat al-Isra’, yang menjelaskan tentang di-isra’-kannya Nabi Muhammad saw, dan diikuti oleh keterangan tentang diturunkannya Tarurat kepada Nabi Musa as. Dari kedua ayat tersebut nampak jelas bahwa keduanya memberikan keterangan tentang diutusnya nabi dan rasul.[4]
b)      kedua khafiyul irtibath,
artinya munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat berdiri sendiri, baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain.[5],


2.      Dilihat dari materinya, munasabah ada dua macam yaitu :

terbagi menjadi dua bagian yaitu: munasabah antar ayat dengan ayat dan munasabah antar surat denagan surat.

  1. Hubungan ayat dengan ayat Meliputi:

1)      Hubungan Kalimat dengan Kalimat dalam Ayat.
Pertama hubungan yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan kalimat kemudian, atau akhir kalimat dengan awal kalimat berikutnya, atau masalah yang terdahulu dengan masalah yang dibahah kemudian.
Kedua hubungan yang belum jelas antara ayat dengan ayat atau kalimat dengan kalimat. Hal tersebut terbagi menjadi dua bentuk[6], yaitu:

v  Hubungan yang ditandai dengan huruf ‘athaf

Munasabah dengan menggunakan waw ‘athaf ini biasanya menghubungkan dua hal yang berlawanan, seperti masuk dan keluar, turun dan naik, langit dan bumi, rahmat dan azab dan lain sebagainya.[7]

Contoh, yaitu terdapat pada surah Al-Ghasyiyah, ayat 17-20

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَت وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan. Dan langit, bagaimana ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan. Dan bumi, bagaimana dihamparkan.

 jika diperhatikan, ayat-ayat tersebut sepertinya tidak terkait satu dengan yang lain, padahal hakekatnya saling berkaitan erat. Penyebutan dan penggunaan kata unta, langit, gunung, dan bumi pada ayat-ayat tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan yang berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, di mana kehidupan mereka sangat tergantung pada ternak (unta), namun keadaan tersebut tak kan bisa berlangsung kecuali dengan adanya air yang diturunkan dari langit untuk menumbuhkan rumput-rumput di mana mereka mengembala, dan mereka memerlukan gunung-gunung dan bukit-bukit untuk berlindung dan berteduh, serta mencari rerumputan dan air dengan cara berpindah-pindah di atas hamparan bumi yang luas[8]



v  Hubungan yang tidak memakai huruf ‘athaf
Munasabah yang tidak memakai huruf ‘athaf sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah,[9]sehingga membutuhkan penyokong sebagai bukti keterkaitan ayat-ayat, berupa pertalian secara maknawai. Dalam hal ini terdapat beberapa bentuk yaitu:

·        At-Tanzhir (التنظير), yaitu hubungan yang mencerminkan perbandingan,atau membandingkan dua hal yang sebanding[10]
Misalnya ayat 4 dan 5 surat Al-anfal:

أُولَئِكَ هُمُ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٤)كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ الْمُؤْمِنُونَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ (٥ ))
Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, meskipun sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.

Huruf al-kaf (كَ) pada ayat lima berfungsi sebagai pengingat dan sifat bagi fi’il yang tersembunyi (مضمر فعل ).Hubungan itu tampak dari jiwa itu. Maksud ayat itu, Allah menyuruh untuk mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang kalian lakukan pada perang badar meskipun kaummu membenci cara demikian itu. Allah SWT menurunkan ayat ini agar kaum Nabi Muhammad SAW mengingat nikmat yang telah diberikan Allah dengan diutusnya Rasul dari kalangan mereka (surat Al-Baqarah(2):151) : كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ, sebagai mana juga kaummu membencimu (Rasul) ketika engkau mengajak mereka keluar dari rumah untuk berjihad. Hubungan ini terjadi dengan ayat yang jauh sebelumnya[11]

·        Al-Istithrad (الإسطراد), artinya peralihan kepada penjelasan lain.

Misalnya, pada surat Al-A’raf ayat 26:

ياَ بَنِيْ آدَم َقَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِيْ سَوْءاَتِكُم ْوَرِيْشًا وَلِباَسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْر ذلِكَ مِنْ آيَات ِاللهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.

Pada ayat tersebut membahas tentang pakaian takwa lebih baik. Allah menyebutkan pakaian itu untuk mengingatkan manusia bahwa pakaian penutup aurat itu lebih baik. Pakaian berfungsi sebagai alat untuk memperbagus apa yang Allah ciptakan. Pakaian merupakan penutup aurat dan kebejatan karena membuka aurat adalah hal yang jelek dan bejat. Sedangkan penutup aurat adalah pintu takwa[12]


·        Al-Mudhodah (الضادة) artinya berlawanan, misalnya:

إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.

Ayat ini menerangkan watak orang kafir yang pembangkang, keras kepala tidak percaya kepada kitab-kitab Allah. Sedangkan pada ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin sangat berlawanan dengan watak orang kafir. Watak orang-orang mukmin adalah memiliki kepercayaan yang kuat. Dia percaya adanya yang ghaib, melaksanakan shalat, memiliki sifat kebersamaan yaitu tidak senang jika melihat saudaranya kesulitan, baik dalam bidang materi maupun yang lainnya, lalu diambilkan sebagian dari apa yang dimiliki dan diinfakkan kepada yang memerlukan, dan percaya akan adanya kitab-kitab Allah sebelum Al-Qur’an, apalagi Al-Qur’an. Mukmin yakin adanya (kehidupan ) akhirat[13]
Ayat tersebut berbunyi:

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ(3)
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزلِ مِنْ قَبْلِك وَبِالآخِرَة ِهُمْ يُوْقِنُوْنَ (4)

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,

dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.

2)      Hubungan Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat

Munasabah dalam bentuk ini secara jelas dapat dilihat dalam surah-surah pendek. Misalnya surah Al-Ikhlas yang berbunyi:

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَد (1) اللهُ الصَّمَدُ(2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَد (3)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَد (4)

Masing-masing ayat dalam surat tersebut saling menguatkan, tema pokoknya, yaitu tentang ke-Esaan tuahan.

3)      Hubungan Penutup (فاصلة-فواصل) Ayat dengan Isi Kandungan Ayat
Munasabah ini dapat bertujuan sebagai:
1)      Tamkin
Tamkin artinya memperkokoh atau mempertegas pertanyaan. Fashilah dalam suatu ayat memperkokoh pertanyaan yang tersebut dalam kandungan ayat itu. Arti fashilah di sini berkaitan langsung dengan apa yang dimaksud ayat itu bila tidak ada hubugan ini kandungan ayat itu tidak akan memberi arti yang lengkap boleh jadi mengelirukan.[14]

 Contoh pada surat Al-Ahzab ayat 25:

وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا خَيْرًا وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ وَكَانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزًا

Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.
Dari ayat ini dipahami bahwa Tuhan menghindarkan orang mukmin dari perang disebabkan kelemahan mereka (orang-orang kafir), karena angin kencang atau malaikat yang dikirim Allah. Pemahaman yang kurang lurus ini diluruskan dengan fhasilah artinya Allah berkuasa memisahkan antara dua golongan dalam perang tersebut (dalam perang badar). Kejadian ini menguatkan orang-orang beriman agar mereka merasa bahwa orang-orang mukmin lah yang menang.

2)      Al- Ighal
Al-Ighal adalah tambahan keterangan terhadap kandungan ayat yang sudah ada sebelum fashilah (akhir ayat Al-Qur’an). Sekalipun tidak ada fashilah tersebut, maksud ayat sudah lengkap.

Misalnya pada surat Al-Maidah ayat 50

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)

kalimat وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا  sudah merupakan kalimat sempurna. Akan tetapi, ada persesuaian fashilah-nya dengan kalimat sebelumnya lalu ditambah dengan لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ.

  1. Hubungan Surat dengan Surat Meliputi:

1.      Hubungan antara nama-nama surat
Misalnya surat al-Mu’minun, dilanjutkan dengan surat an-Nur, lalu diteruskan dengan surat al-Furqon. Adapun korelasi nama surat tersebut adalah orang-orang mu’min berada di bawah cahaya (nur) yang menerangi mereka, sehingga mereka mampu membedakan yang haq dan yang bathil.[15]

2.      Hubungan antara permulaan surat dan penutupan surat sebelumnya
Misalnya permulaan surat al-Hadid dan penutupan surat al-waqi’ah memiliki relevansi yang jelas, yakni keserasian dan hubungan dengan tasbih.

 dan) فَسَبِّحْ بِاسْم ِرَبِّكَ اْلعَظِيْم (الواقعة: 96

سَبَّحَ للهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْم (الحديد: 1)

3.      Hubungan antara awal surat dan akhir surat
Misalnya munasabah antar permulaan surat Shad dan penutupannya yang menceritakan kisah orang kafir. Demikian halnya dengan surat Al-Qashash, dimulai dengan kisah Nabi Musa dan Fir’aun serta kaum kafir, sedang ayat yang terakhir menggambartkan pernyataan Allah agar umat islam jangan menjadi penolong bagi orang-orang kafir, sebab Allah lebih mengerti tentang hidayah.[16]

4.      Hubungan antara dua surat dalam perihal materinya
Yaitu materi surat yang satu sama dengan materi surat yang lain. Misalnya munasabah antara isi kandungan surat al-baqarah sama-sama menjelaskan tentang aqidah, ibadah, mua’malah, kisah, janji, dan ancaman. Bedanya kandungan tersebut dalam surat al-fatihah dijelaskan secara global sedangkan dalam surat al-baqarah dijelaskan secara perinci.[17]




BAB III

KESIMPULAN DAN PENUTUP


1.                  KESIMPULAN
Teroris merupakan sekelompok orang yang berfikiran bahwa islam adalah suatu agama yang keras sedangkan islam konservatif adalah kelompok orang yang berfikiran bahwa tradisi jaman dahulu pada islam harus di terapkan kembali

2.                  PENUTUP
            Itulah tadi makalah dari kami tentang “Munasabah Al-Qur’an”
Semoga dengan makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan kita serta dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya untuk kehidupan kita khususnya dalam beragama islam .
Akhir kata atas perhatiannya kami ucapkan terimaksih..Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 





[1] Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia,2006), hlm.37
[2] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, ( Jakarta: Amzah,2009), hlm.101
[3] Ibid
[4] Supiana dan M. Karman, hlm. 164. Lihat juga Usman, hlm. 177.
[5] Ibid, hlm. 164., lihat juga Usman, hlm. 178.
[6] Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, cet. II, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa,2003), hlm, 51.
[7] Kadar M. Yusuf, op cit, hlm.106
[8] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Teras, 2009),hlm. 180

[9] Abu Anwar, Ulumul Qur’an, (Pekanbaru: Amzah, 2002), hlm.70
[10] ibid
[11] Rachmat Syafe’I, op cit. hlm.42
[12] Ibid. hlm.43
[13] Abu Anwar, op. cit. hlm.71-72

[14] Rachmat Syafe’I, op cit. hlm. 45
[15] Usman, op cit, hlm. 188
[16] Ade Jamarudin, op cit. hlm. 185-186
[17] ibid

0 komentar:

Posting Komentar