Sumber Ajaran Islam
OLEH:
KELOMPOK
II
Achyanoor
:
1401161474
Anis
Maulida
: 1401160261
Anugerah
Putera
: 1401160399
Nur
Laila Rahmah
: 1401160333
Siti
Sa’diyah
: 1401160357
Yuwita
: 1401160387
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS
SAYRIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2014
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh…
بسم ا لله ا لر حمن ا لر حىم
Puji
dan syukur hanya milik Allah S.W.T.Dia-la yang telah menganugerahkan Al-Quran
sebagai hudan li al-nas dan rahmat li al-alamin.Dia-lah yang Maha
Mengetahui makna dan maksud kandungan Al-Quran
Shalawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W.Utusan dan manusia
pilihan-Nya. Dia-lah penyampai, pengamal, dan penafsir pertama Al-Quran.
Dengan
pertolongan dan hidayah-Nya-lah,kami dapat menyelesaikan makalah ini atas judul
“Sumber Ajaran Islam”
Makalah
ini kami susun guna menyelesaikan tugas
dari Bapak H. Nuril Khasyi’in Lc.,MA
dalam mata kuliah “Pengantar Studi islam”
Adapun
materi yang kami ambil dari berbagai sumber dan sedikit pengetahuan dari kamikami
berharap, kiranya Bapak H. Nuril Khasyi’in
Lc.,MA maupun para pembaca dapat memberikan
kritik dan masukan yang positif serta saran-saran untuk kesempurnaan makalah
ini
Sebagai
harapan pula,semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh dan menjadi
motivator bagi kami maupun pembaca dalam menuntut ilmu
Semoga
makalah ini membawa manfaat bagi khususnya kami sebagai penyusun dan umumnya
kita semua
Amin
ya rabbbal alamin…
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh …
Penyusun
Kelompok
II
DAFTAR
ISI
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
A. AL-QURAN
1. Pengertian Al-Quran
2. Isi dan Pesan-Pesan Al-Quran
3. Fungsi Al-Quran
B. HADIST
A. PENGERTIAN HADIST
B. BENTUK-BENTUK
HADIST
C. KEHUJJAHAN HADIST
C. Ijtihad
1. Pengertian ijtihad
2. Urgensi dan kedudukan hukum ijtihad
3. Jenis-jenis ijtihad
A. KESIMPULAN
B. PENUTUP
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Islam adalah
agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan hukum yang harus
dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki
sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya.
Kehadiran agama islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat dalam sumber ajarannya, yaitu Al-Qur’an yang merupakan sumber ajaran
islam pertama dan Hadist merupakan sumber yang kedua, tampak ideal dan agung.
Ditambah lagi dengan berbagai pemikiran-pemikiran ulama’ tentang hukum-hukum
yang masih global di pembahasan Al-Qur’an dan Hadist Al-Qur’an adalah kitab
suci yang isinya mengandung firman-firman Allah SWT turun secara bertahap
kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat jibril. Sunnah adalah segala
sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, dan
penetapan pengakuan. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif,
menghargai akal pikiran mengenai berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual,
senantiasa mengembangkan, kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap
terbuka, demokratis, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan,
menghormati antar agama, berakhlak mulia, dan bersikap positif lainnya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Pengertian Al-Qura’n
dan Ruang lingkupnya
2. Bagaimanakah Ruang
Lingkup Hadis
3. Seputar Pengertian dan Ruang
lingkup Ijtihad
C.
TUJUAN
PENULISAN
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pengantar Studi Islam”serta menambah ilmu penulis
tentang,kandungan,klasifikasi,hukum-hukum,dan cara melaksanakan ajaran islam
sesuai dengan sumber ajaran islam yang ada
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
AL-QURAN
1.
Pengertian Al-Quran
Menurut
Manna Khalil Al-Qaththan , Al-Quran secara etimologis,berasal kata “ Qara’a,yaqra-u,qira-atan,atau Qir-atan’’ yang berarti mengumuplkan ( adh-dhommu) huruf seta kata-kata dari satu bagian ke bagian lain
secara teratur. Di katakan Al-Quran karena ia berisakan intisari semau
kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan[1].
Di kalangan para ulama terdapat perbedaan
di sekitar pengertian Al-Quran,baik dari segi bahasa maumpun istilah.
a. Asy-syafi’i
( 150-204) mengatakan bahwa Al-Quran bukan berasal dari akar kata apapun,dan
bukan pula ditulis dengan memakai hamzah.Lafazh tersebut sudah lazim digunakan
dalam pengertian Kalamullah(firman
Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.,sebagaimana kitab injil dan
taurat dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang diverikan kepada Nabi Isa
dan Musa.
b. Al-Faraa’berpendapat
bahwa lafazh Al-Quran tidak memakai hamzah
(Al-Quran)dan diambil dari kata qarain jamak dari kata qarinah yang berarti indikator (petunjuk),karena dilihat dari segi
makna dan kandunganya,ayat-ayat Al-Quran itu satu sama lain saling berkaitan.
c. Al-Asy’ar
dn pengikutnya mengatakan bahwa lafazh Al-Quran tidak memakai hamzah dan di ambil dari kata qarana yang berarti mengabungkan sesuatu
yang lain;karena surah-surah dan ayat-ayat Al-Quran,satu dan yang lainnya
Saling bergabung dan berkiatan,dan dikumpulkan dalam satu mushaf.
d. Subhi As-Shalih menyamakan kata Al-Quran
dengan Al-qiraah sebagaimana
disebutkan dalam Q.S. Al-Qimayah ayat 17-18.[2]
Pengertian
kebahasaan yang berkaitan dengan Al-Quran tersebut sungguhpun berbeda,masih
dapat ditampung oleh sifat dan karakteristik Al-Quran itu sendiri,yang
ayat-ayatnya saling berkaitan satu dan lainnya.
Adapun pengertian Al-Quran dari segi istilah
adalah berikut ini :
a.
Manna Al-Qaththan
menyatakan bahwa Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.,dan bernilai ibadah bagi yang membacanya [3].
b. Az-Zarqani
menyatakan bahwa Al-Quran adalah lafazh yang diturunkan oleh kepada Nabi
Muhammad SAW.,mulai awal surat Al-Fatihah,sampai akhir surat An-Nas.[4]
c. Abdul
Wahab Khallaf memberitahukan pengetian Al-Quran secara lebih lengkap.
Menurutnya,AL-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW., melalui Jibril dengan menggunakan lafazh bahasa Arab.
d. Syekh
Muhammad Abduh mendeskrifikan Al-Quran sebagai kalam mulai yang diturunkan
Allah kepada Nabi yang paling sempurna ( Muhammad SAW ), ajaranya mencakup
keseluruhan ilmu pengetahaun. Ia merupakan sumber mulia yang esensinya tidak
dimengerti,kecuali bagi orang yang bejiwa dan berakal cerdas.
Dari beberapa definisi tersebut
diatas, kita dapat mengetahui bahwa Al-Quran adalah kitab Suci yang isinya
mengandung Firman Allah SWT., turunya melalui malaikat Jibril,pembawanya Nabi
Muhammad SAW. Susunannya di mulai dari Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
An-Nas,bagi yang membacanya bernilai ibadah,fungsinya antara lain menjadi
hujjah atau bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad SAW., keberadaanya
hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik,dan pemasyarakatannya dilakukan
secara berantai dari satu generasi ke generasi lain demgan tulisan maupun
lisan.
Al-Quran selain menamai dirinya dengan
nama Al-Quran , ia juga mempunyai nama-nama lainnya. Menurut Abu Al-Ma’ali
Syaizalah,Al-Quran memiliki sekitar 55 nama, dan menurut Abu Hasan Al-Haraly
ada 90 nama Al-Quran.akan tetapi, menurut Subhi Ash-Shalih, penyebutan
nama-nama Al-Quran yang sekian banyak itu dianggap berlebih-lebihan, sehingga
mencampuradukkan antara nama Al-Quran dan sifat0-sifatnya. Di antara nama-nama
Al-Quran ialah al-furqan; al-kitab; adz-dzikir; at-tanzil. Sifat-sifatnya
adalah : an-nur; hudan; syifa’; rahmah; mau’idhah; mubarak; mubin; aziz; majid;
basyiran wa nadziran.
Ada
pula ulama yang secara khusus mengkaji metode menafsirkan Al-Quran yang pernah
digunakan para ulama, mulai metode tahlili (analisis ayat per ayat) sampai
metode maudhu’i. Ada pula yang meneliti Al-Quran dari segi latar belakang
sejarah dan sosial mengenai turunnya, yang selanjutnya menimbulkan apa yang
disebut ilmu asbab an-Nuzul.
Selanjutnya,
di antara ulama, ada pula yang secara khusus meneliti kemukzijatan dan
keistimewaan Al-Qur’an dari berbagai aspeknya, mulai segi keluasan
kandungannyayang tidak akan habis-habisnya digali, susunan kalimatnya yang
mengandung unsur balaghah dan sastra
yang tinggi serta tidak dapat ditandingi oleh karya-karya manusia, pengaruhnya
yang mendalam bagi orang yang membacanya, dan belakangan muncul temuan
kemukzijatan Al-Quran dari segi jumlah kata-katanya yang mengandung
keseimbangan dalam jumlahnya, baik kata-kata yang saling bersamaan artinya
(sinonim) maupun kata-kata yng berlawanan artinya (antonim), kata-kata yng
mengandung akibat, seperti jumlah kata al-mu’min dengan kata-kata al-Jannah
(surga), dan al-kafir dengan kata an-nur (neraka), kata al-harr (panas) dengan
kata al-bard (dingin), dan sebagainya.
2.
Isi dan Pesan-Pesan
Al-Quran
Keseluruhan isi Al-Quran itu pada
dasarnya mengandung pesan-pesan berikut:
a. Prinsip-prinsip
keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha, qadhar, dan
sebagainya.
b. Prinsip-prinsip
syariat, tentang ibadah khas (shalat, zakat, puasa, haji) dan ibadah yang umum
(perekonomian, pernikahan, hukum, dan sebagainya).
c. Masalah
janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat
baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat, janji akan memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat dan ancaman akan mendapatkan kesengsaraan dunia akhirat,
janji dan ancaman di akhirat berupa surga dan neraka.
d. Jalan
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, berupa ketentuan dan aturan-aturan yang
dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah.
e. Riwayat
dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik bangsa, tokoh maupun nabi
dan rasul Allah.
f. Ilmu
pengetahuan mengenai ilmu ketuhanan dan agama, hal-hal yang menyangkut manusia,
masyarakat, dan yang berhubungan dengan alam.
Selanjutnya, Abdul Wahab Khalaf
memerinci pokok-pokok kandungan (pesan-pesan) Al-Quran ke dalam 3 kategori,
yaitu:
a. Masalah
kepercayaan ( i’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman (iman kepada Allah,
malaikat, kitabullah, rasul-rasul, hari kebangkitan, dan takdir)
b. Masalah
etika (khuluqiyah),berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan perhiasan bagi
seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.
c. Masalah
perbuatan dan ucapan (amaliyah), yang terbagi ke dalam 2 macam, yaitu:
1) Masalah
ibadah, yang berkaitan dengan ruklun islam, nadzar, sumpah,dan ibadah-ibadah
lain yang mengatur hubungan antara manusia dan Allah SWT.
2) Masalah
muamalah ,seperti akad, pembelanjaan, hukuman, jinayat, dan sebagainya yang
mengatur hubungan manusia denga manusia lain baik perseorangna maupun kelompok.
Masalah
muamalah ini berkembang menjadi tujuh bagian,yaitu:
(a) Masalah
individu (ahwalusy syahshiyah), misalnya;masalah keluarga ,hubungan
suami-istri, sanak kerabat dan pengaturan rumah tangga, yang didalam Al-Quran
sebanyak kurang lebih 70 ayat.
(b) Masalah
perdata (madaniyah), yang berkaitan dengan hubungan perseorangan dengan
masyarakat, misalnya; jual-beli, sewa-menyewa, gadai, dan sebagainya yang
berhubungan dengan hatra kekayaan, sebanyak kurang lebih 70 ayat.
(c) Masalah
pidana (jinayah), yang berhubungan dengan perlindungan hak-hak manusia ,seperti; jarimah, siksa,dan
sebagainya, sebanyak 30 ayat.
(d) Masalah
perundang-undangan (dusturiah), hubungan antara hukum dan pokok-pokoknya,seperti
hubungan hakim dengan terdakwa, hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat,
sebanyak 10 ayat.
(e) Masalah
hukum acara (mu’rafaat), yaitu yang berkaitan dengan pengadilan, kesaksian,
sumpahdan sebagainya, sebanyak 13 ayat.
(f) Masalah
ketatanegaraan (duwaliyah),yang berkaitan dengan negara-negara non islam, baik
dalam keadaan perang maupun damai,
sebanyak sekitar 25 ayat.
(g) Masalah
ekonomi dan keuangan (iqtishadiyah dan maliyah), yaitu berkaitan dengan hak si
miskin pada harta orang kaya, sumber
air, minyak, bank, hubungan antara negara dan rakyatnya,sebanyak kurang lebih
10 ayat.
3.
Fungsi Al-Quran
Al-Quran sebagai
kitab Allah yang terakhir diturunkan laksana mata air yang tidak pernah kering.Semakin digali,semakin
memancarkan airnya.para sahabat,tabiin,tabi’ tabiin dan para salafusallih kita laksana orang yang minum air lautan. Semakin mereka banyak membaca
dan mengamalkan Al-Quran, semakin mereka
merasa dahagan.
Al-Quran memiliki sekian banyak fungsi, baok bagi Nabi Muhammad SAW.
Mampu bagi kehidupan manusia secara
keseluruhan. Diantara fungsi Al_Quran adalah :
a. Bukti
kerasulan Muhammad SAW. Dan kebenaran ajarannya. Bukti kebenaran tersebut
dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap. Pertama, menantang siapapun yang meragukannya untuk menyusun
semacam Al-Quran secara keseluruhan (baca Q.S
Ath-Thur [52]:34). Kedua,
menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Quran (baca Q.S. Hud
[11]:13). Seluruh Al-Quran berisikan 114
surat. Ketiga, menantang mereka untuk
menyusun satu surah saja semacam
Al-Quran (baca Q.S Yunus[10]:38). Keempat,
menantang mereka untuk menyusun sesuai
seperti atau lebih kurang sama dengan satu surah dari Al Quran (baca Q.S
Al-Baqarah [2]:23)
b. Petunjuk
(al-huda). Dalam Al-Quran terdapat
tiga kategori tentang posisi Al-Quran sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Allah berfirman,
شهررمضان
الذئ ا نز ل فىه ا لقران هدئ للناس ؤبئنت من الحدئ ؤالقر قان....
Artinya:
“Bulan
Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu...”
(Q.S. Al-Baqarah [2]:185)
Kedua,
Al-Quran adalah petunujk bagi
orang-orang yang bertaqwa. Allah berfirman,
ذ للك ا لكتب لا رىب فىه هد ى للمتقىن
Artinya :
“Kitab
(Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”
(Q.S. Al-Baqarah [2]:2)
Ketiga,
petunjuk bagi orang-orang yang
berfirman. Allah berfirman,
...قل
هو للذ ىن ا منوا هد ى و شفا ء...
Artinya:
“....Katakanlah,
‘Al-Quran adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang berfirman...”
9Q.S. Fushshilat [4]:44)
c. Al-Furqan (pemisah).
Karena Al-Quran berfungsi sebagai petunjuk, ia menjadi penjelas dari
petunjuk-petunjuk tersebut sekaligus berfungsi sebagai al-furqan : pembeda dan bahkan pemisah antara yang hak dan yang
batil, atau antara yang benar dan yang salah. Allah berfirman,
شهررمضان
الذئ ا نز ل فىه ا لقران هدئ للناس ؤبئنت من الحدئ ؤالقر قان....
Artinya:
“Bulan
Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang benar dan yang batil)...”
(Q.S. Al-Baqarah [2]:185)
d. Asy-Syifa (obat).
Al-Quran juga kaya dengan syifa’
(penawar). Penyakit yang ada dalam dada, seperti dengki, iri hati, sombong,
cinta dunia, dan sebagainya tidak memiliki temapt dalam dada para ahli Al-Quran. Allah berfirman,
ىا
ىها النا قد جا ءتكم مو عظة من ربكم وشفاءلما قى الصدور....
Artinya:
“Wahai
manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Quran)dari Tuhanmu,
penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada...”
(Q.S. Yunus [10]:57)
e. Al-Mau’izhah (nasehat).
Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasehat bagi orang-orang
yang bertakwa. Allah berfirman,
هذا بىان للناس وهدى ومو عظة للمتقىن.....
Artinya :
“Inilah
(Al-Quran) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S.
Ali ‘Imran [3]:138).[5]
B.
HADIST
A.
PENGERTIAN HADIST
Dilihat
dari pendekatan bahasa,hadits berasal dari bahasa arab ,yaitu dari kata badatsa,yabdutsu,bdtsan,baditsan
dengan pengertian yang bermacam-macam.
Kata
tersebut misalnya dapat berarti al-jadid
min al-asy ya’ sesuatu yang baru,lawan kata al-qadim yang artinya
sesuatu yang sudah kono atau klasik.
Menurut
ahli bahasa, Al-hadits adalah :
1. al-qarib
yang berarti menunjukkan pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat.
2. al-khabar .yang
berarti ma yutabaddats bih wa yunqal,yaitu
sesuatu yang di perbincangkan, di bicarakan,atau di beritakan dan di alihkan dari seseorang
kepada orang lain.
3. assunnah.yang
berarti suatu yang telah menjadi kebiasaan,tradisi maupun perjalanan hidup baik
atau buruk
4. atsar,yang
berarti bekas,sisa maupun jejak langkah kaki.
Di
lihat dari pendekatan istilah,di jumpai pendapat yang berbeda-beda.Hal ini
antara lain di sebabkan perbedaan cara pandang yang di gunakan oleh
masing-masing dalam melihat masalah .
Ulama
hadits berpendapat bahwa hadits adalah ucpan,perbuatan
dan keadaan Nabi Muhammad SAW.Sementara Ulama Hadits lainnya seperti
al_Thiby berpendapat bahwa hadits bukan hanya perkataan,perbutan dan ketetapan
Nabi Muhammad SAW,akan tetapi termasuk perkataan,perbuatan dan ketetapan para
sahabat dan tabi’in.
Al-hadits
yang berarti assunah menurut istilah ada beberapa pendapat:
1. Ulama
Usul FIqih berpendapat bahwa hadits adalah perkataan,perbuatan dan ketetapan
Rasulullah SAW yang berkaitan dengan
Hukum
2. Ulama
Fiqih mengidentikkan hadits dengan sunah,yaitu sebagai salah satu hukum taklifi, suatu perbuatan apabila di
kerjakan akan mendapat pahala dan apabila di tinggalkan tidak akan di
siksa.Dalam kaitan ini ulama ahli fikih berpendapat bahwa hadits adalah sifat syar’iyah
Adapun assunnah menurut Nur Ad-Din ‘Ithar’ dalam pengertian etimologi adalah. Assiiratu watthariqatul mu’tadadtu hasanatan kaanat au qabiihatan. Artinya
jalan dan cara yang merupakam kebiasaan yang baik atau yang jelek.[6]
Di antara pemikiran yang mendasari
terjadinya perbedaan dalam mendefinisikan hadits karena perbedaan cara pandang
mereka kepada pribadi Rasulullah SAW.
1. Ulama
hadits memandang Rasullullah SAW ,sebagai yang patut di teladani dan di jadikan
contoh yang baik(uswatun hasanah),maka
apa saja yang berasal dari Nabi dapat di terima sebagai hadits
2. Ulama
Ahli ushul memandang pribadi Rasullullah SAW sebagai pengatur undang-undang
yang menerangkan kepada manusia tentang undang-undang kehidupan
3.
Ulama Ahli Fikih
memandang pribadi Rasullullah SAW,baik perkataan,perbuatan dan ketetapannya
menujukkan kepada hukum syara’
Dalam istilah Al-hadits berarti :
1. khabar ,
yaitu segala sesuatu yang di sandarka kepada sahabat maupun tabi’in
2. atsar ,yaitu segala sesuatu yang di sandarkan
kepada sahabat saja.
Di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat di
sekitar isitilah hadits,khabar dan atsar.
Pada
umumnya para ulama berpendapat bahwa hadits dan khabar mempunyai pengertian
yang sama yaitu berita baik berasal dari
Nabi,sahabat,maupu Tabi’in
Berita
yang berasal dari nabi di sebut hadits marfu’,berita yang bersal dari sahabat
di sebut hadits mauquf,dan berita dari tabi’in di sebut hadits maqtu’
Ada pula yang berpendapat bahwa khabar cakupannya
lebih umum daripada hadits,ada pula yang berpendapat atsar cakupannya lebih
luas daripada khabar.
Di
kalangan ulama juga terdapat perbedaan pemahaman sekitar pengertian hadits dan
sunnah.
Namun
demikian kalangan Jumhur Ulama umumnya berpendapat bahwa hadits,sunnah ,khabar dan atsar tidak
perbedaannya.pengertiannya ,yaitu segala sesuatu yang di nukil dari Rasullullah
SAW ,sahabat atau tabi’in baik dalam ucapan,perbuatan maupun ketetapan baik
semuanya itu dilakukan sewaktu-waktu saja ,maupun lebih sering dan banyak di
ikuti oleh para sahabat.
Hadits pada
garis besarnya mempunyai dua
pengertian,pengertian bahasa dan pengertian istilah
Dalam
poengertian bahasa yaitu pada bahasa arab yang berasal dari kata badatsa,yabdutsu,badtsan,baditsan
Dalam
pengertian istilah sangat banyak terdapat beberapa istilah dari para ulama dan
pengertiannya, tergantung dari segi pandang ulama itu tersebut.
B. BENTUK-BENTUK HADIST
Terdapat 5 macam
bentuk hadist :
Hadis
Qauli
Yang dimaksud dengan
hadis qauli adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW. Yang berupa
perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan
keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, ahlak maupun yang
lainnya. Contonya tentang do’a Rosul SAW dan bacaan al-Fatihah dalam shalat.
Hadis
Fi’li
Yang dimaksudkan
dengan Hadis Fi’li adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa
perbuatannya sampai kepada kita. Seperti Hadis tentang Shalat dan Haji.
Hadis
Taqriri
Yang dimaksud hadis
Taqriri adalah segala hadts yang berupa ketetapan Nabi SAW. Membiarkan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat,
baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya.
Diantara contoh hadis
Taqriri, ialah sikap Rosul SAW. Membiarkan para sahabat melaksanakan
perintahnya,sesuai dengan penafsirannya masing-masing sahabat terhadap
sabdanya.
Hadis
Hammi
Yang dimaksud dengan
Hadis Hammi adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW. Yang belum
terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Dalam riwayat
Ibn Abbas, disebutkan sebagai berikut:
“Ketika Nabi SAW
berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa,
mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagung-agungkan orang
Yahudi dan Nasrani.Nabi SAW. Bersabda: Tahun yang akan datang insya’Allah aku
akan berpuasa pada hari yang kesembilan”.(HR.Muslim)
Nabi SAW belum sempat
merealisasikan hasratnya ini, karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura.
Menurut imam Syafi’I dan para pengikutnya, bahwa menjalankan Hadits Hammi ini
disunnahkan, sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang lainnya.
Hadis
Ahwali
Yang dimaksud dengan
Hadis Ahwali adalah Hadis yang berupa hal ihwal Nabi SAW. Yang menyangkut
keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. Tentang keadaan fisik Nabi SAW
dalam beberapa Hadis disebutkan, bahwa fisiknya tidak terlalu tinggi dan tidak
pendek, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Barra dalam sebuah Hadis riwayat
Bukhari, yang berarti :
“Rasul SAW adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan tubuh.
Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek”.(HR.Bukhari)
C.
KEHUJJAHAN HADIST
Dalam Q.S. An-Najm :3-4 dinyatakan:
وما
ىنطق عن ا لهوى.ا ن هو الا وحى ىو حى
Artinya:
“Dantidaklah
yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Quran
itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”
Q.S.
An-Najm [53]: 3-4
Sebagian ulama menyatakan ayat
tersebut turun berkaitan dengan AL-Quran,bukan As-Sunah.Ketika orang-orang
kafir mengingkari terhadap Al-Quran sebagai wahyu dan dianggap sebagai buatan
Muhammad.,Allah menurunkan ayat-ayat tersebut sebagai tambahan terhadap
pengingkaran mereka akan kewahyuan Al-Quran.Atas dasar itu,ayat-ayat tersebut
tidak bias dijadikan sebagai landasan bahwa As-Sunnah termasuk wahyu Ilahi.
Namun demikian alasan
ulama tersebut dibantah oleh ulama lainnya,yaitu bahwa walaupun ayat itu
diturunkan untuk membela Al-Quran, dalam mafhum-nya As-Sunnah termasuk
didalamnya
Sebagian ulama mendudukan Nabi S.A.W. ke dalam dua posisi
Pertama,sebagai
manusia biasa,sehingga beliau diperbolehkan
melakukan ijtihad walaupun tanpa berkonsultasi dengan firman Allah
melalui wahyu-Nya.
Kedua,
posisinya sebagai Rasulullah S.A.W. sehingga apapun yang diucapkan ,
diperbuiat, dan ditetapkan merupakan bagian integral dari wahyu Allah[7].
Menetapkan
dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Quran.Dalam hal ini,
kedua-duanya bersama-sama menjadi sumber hukum.Misalnya, dalam Al-Quran
disebutkan bahwa Allah mengharamkan bersaksi palsu; “Dan jauhilah perkataan
dusta.”(Q.S. Al-Hajj:30)
C.
Ijtihad
1. Pengertian
ijtihad
Ijtihad
adalah pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang
dituju sampai pada batas puncaknya. Ijtihad secara bahasa berasal dari kata
jahada. Kata ini beserta variasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih
dari biasa, sulit dilaksanakan atau yang tidak disenangi. Kata ini pun berarti
kesanggupan (al-wus), kekuatan (ath-thaqah), dan berat (al-masyaqqah).[8]Dapat
disimpulkan bahwa ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju
sampai pada batas puncaknya[9]
Bagi
mayoritas ulama ushul fiqh, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan oleh
seorang ahli fiqh atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat zhan
mengenai hukum syara’. Dalam definisi ini terdapat perkataan “untuk memperoleh
pengertian tingkat zhan mengenai hukum syara’ amali dapat digunakan hukum islam
yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan umat manusia, yang lazim
disebut dengan hukum taklify. Dengan demikian ijtihad tidak untuk
mengeluarkan hukum syara’ ‘amaly yang statusnya qathi’i. [10]
Adapun
persamaannya adalah: pertama,
hukum yang dihasilkan bersifat zhanni. Kedua, objek ijtihad hanya
berkisar hukum taklify, yakni hukum yang berkenaan dengan amal ibadah manusia.Ketiga,
masing-masing ulama menggunakan istilah kesungguhan sehingga upaya ijtihad
tidak main-main.Oleh karena itu,dibutuhkan upaya dan syarat-syarat tertentu
bagi mujtahid[11]
2. Urgensi
dan kedudukan hukum ijtihad
Pada dasarnya,
setiap muslim yang sudah mempunyai kriteria dan syarat sebagai seorang mujtahid
diharuskan berijtihad dalam semua bidang hukum syariat. Mengenai hukum
melakukan ijtihad ini, para ulama membaginya menjadi tiga bagian, yaitu :
-
Wajib ‘ain
-
Wajib kifayah
-
Sunat
Urgensi upaya
ijtihad dapat dilihat dari fungsi ijtihad yang terbagi atas tiga macam, yaitu :
-
Fungsi ar-ruju, atau al-I’adah
-
Fungsi al-ihya
-
Fungsi al-inabah
3. Jenis-jenis
ijtihad
Jenis
ijtihad, apabila dilihat dari segi metodenya dapat dibedakan kepada tiga
macam/bentuk sebagai berikut :
-
Qiyas (reasoning by analogy)
-
Istihsan (preference)
-
Maslahat al-mursalah (utility)
Jenis ijtihad
apabila dilihat dari teknis pelaksanaannya, dapat terbagi pada dua macam, yaitu
:
-
Ijtihad fardi
-
Ijtihad jama’i
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
materi diatas tentang Sumber Ajaran Islam dapat disimpilkan bahwa terdapat 3
pokok yang menjadi sumber ajaran bagi umat islam. yaitu, Al-Qur’an, hadis dan
Ijtihad. Dimana Al-qur’an adalah nama bagi kitab suci umat islam
yang berfungsi sebagai petunjuk hidup ( hidayah ) bagi seluruh umat manusia.
Hadis merupakan
sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, maupun sifat beliau. Dan Ijtihad merupakan pencurahan segenap
kemampuan secara maksimal untuk mendapatkan hukum syara’ yang amali dari
dalil-dalilnya yang tafsili
B. PENUTUP
Itulah
tadi makalah dari kami tentang “Sumber Ajaran Islam”
Semoga dengan makalah ini dapat menambah wawasan
keilmuan kita serta dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya untuk kehidupan
kita khususnya dalam beragama islam .
Akhir kata atas perhatiannya kami ucapkan
terimaksih..Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
[1] Manna Khalil Al-Qaththan,Mabahitsfi ‘Ulum Al-Quran, Maktabah
Ma’arif, Riyad, 1998, hlm. 20
[2] Masfuk Zuhdi, Pengantar Ulum Al-Qur’an, Bina Ilmu, Surabaya,
1998, hlm. 2-3; lihat juga Subhi Ash-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (terj.),
dari judul asli Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, Pustaka Firdaus,Jakarta,
1999, cet. II,
hlm. 9.
[3] Manna Khalil Al-Qaththan,Mabahitsfi ‘Ulum Al-Quran,
Mansyurat ‘Ashr Al-Hadist,Mesir, t.t., hlm. 21.
[4] Az-Zarqani,Manahil Irfan fi’ Ulum Al-Qur’an, Isa Al-Babi,
t.t., Mesir, hlm. 21.
[5] Atang Abd Hakim dan Jai Mubarok, Metode Studi Islam, Rosda,
Bandung, 2004, hlm. 71.
[6] (41).Nur Ad-Din ‘ithar.manhaj
al-naqd fi ulum al-hadits,Dar al-fikr,Beirut,libanon,1978,hlm.27.
[7] Manna Khalil Al-Qaththab, op,cit., hlm. 27.
[8] Atang Abd Hakim, op.cit., hlm. 95.
[9] Nadiyah Syarif al-Umari,Al-Ijtihad fi Al-Islam: Ushuluhu,
Ahkamuhu, Alfaquhu, Muassasah Risalah, Beirut, 1981, hlm. 18-19;Lihat juga
Muhaimin, pop.cit., hlm.187.
[10] Muhaimin, op.cit., hlm. 187-188.
0 komentar:
Posting Komentar