Tugas Terstruktur
Dosen Pengajar
Ulumul Hadits
Miftah Faridh, SHI, MHI
SEJARAH PERKEMBANGAN
HADITS
OLEH:
KELOMPOK II
Ahmad Muarif
|
: 1401160357
|
Anugerah
Putera
|
:1401160399
|
Anis Maulida
|
:1401160261
|
Fatmawati
|
:1401160xxx
|
Murni
Wulandari
|
:1401160xxx
|
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN
EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN
SYARIAH
BANJARMASIN
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh…
بسم ا لله ا لر حمن ا لر
حىم
Puji
dan syukur hanya milik Allah S.W.T.Dia-la yang telah menganugerahkan Al-Quran
sebagai hudan li al-nas dan rahmat li al-alamin.Dia-lah yang Maha Mengetahui
makna dan maksud kandungan Al-Quran
Shalawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W.Utusan dan manusia
pilihan-Nya. Dia-lah penyampai, pengamal, dan penafsir pertama Al-Quran.
Dengan
pertolongan dan hidayah-Nya-lah,kami dapat menyelesaikan makalah ini atas judul
“Sumber Ajaran Islam”
Makalah
ini kami susun guna menyelesaikan tugas
dari Bapak H. Nuril Khasyi’in Lc.,MA dalam mata kuliah “Pengantar Studi islam”
Adapun
materi yang kami ambil dari berbagai sumber dan sedikit pengetahuan dari
kamikami berharap, kiranya Bapak H. Nuril Khasyi’in Lc.,MA maupun para pembaca
dapat memberikan kritik dan masukan yang positif serta saran-saran untuk kesempurnaan
makalah ini
Sebagai
harapan pula,semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh dan menjadi
motivator bagi kami maupun pembaca dalam menuntut ilmu
Semoga
makalah ini membawa manfaat bagi khususnya kami sebagai penyusun dan umumnya
kita semua
Amin
ya rabbbal alamin…
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh …
Penyusun
Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Perkembangan Hadits
2. Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadits
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hukum
dalam Islam memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak
dari masa pra-kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat, dan Tabi’in hingga setelah
pembukuan pada abad ke-2 H.Perkembangan hadits pada masa awal lebih banyak
menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadits. Larangan
tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash al-Qur'an dengan
hadits. Selain itu, juga disebabkan fokus Nabi pada para sahabat yang bisa
menulis untuk menulis al-Qur'an.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan hadits pada masa
Rasulullah?
2. Bagaimana perkembangan hadits pada masa
Khulafaur Rasyidin dan masa Tabi’in?
3. Bagaimana perkembangan hadits sejak abad
ke-2H sampai sekarang?
4. Apakah manfaat mempelajari sejarah
perkembangan hadits?
C. TUJUAN PENULISAN
1. .Mengetahui sejarah perkembangan hadits.
2. Mengetahui perkembangan hadits pada masa
Khulafaur Rasyidin dan masa Tabi’in
3. Mengetahui perkembangan hadits sejak
abad ke-2H sampai sekarang
4. Mengetahui manfaat mempelajari sejarah
perkembangan hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Perkembangan Hadits
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau
periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam
pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui
hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti dan membina
hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin
membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para`ulama penulis sejarah
hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yan membagi dalam
tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.
M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis
menjadi tujuh periode , sejak periode Nabi SAW hingga sekarang, yaitu sebagai
berikut.
A.
Periode Pertama: Perkembangan Nadis pada
Masa Rasulutlah SAW.
Periode ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin'
(masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda
(aqwal), af’al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan AI-Quran untuk
menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam.
Para
sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara
langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri ceramah, pengajian, khotbah, atau
penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak
langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik
dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang
datang kepada Nabiy
Pada
masa Nabi SAW, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah
bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di
kalangan sahabat masih kurang, Nabi mene¬kankan untuk menghapal, memahami,
memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta
mentablig¬kannya kepada orang lain.
B.
Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa
Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H-40 H)
Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal
min Al-Riwayah’ (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW wafat pada
tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi
pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah yang harus dipegangi dalam
seluruh aspek kehidupan umat.
Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan
hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum
dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk
memperbanyak meriwayatkan hadis,dan
sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya
untuk menyebarluaskan Al-Quran. `,/ Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang
meriwayatkan hadis, yakni:
a)
Dengan
lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW yang mereka
hapal benar lafazh dari Nabi.
b)
Dengan maknanya saja; yakni mereka
merivttayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari Nabi SAW.
C.
Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat
Kecil dan Tabiin
Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila
Al-Amslaar’ (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas,
yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas
sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke
daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan
pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui
hadis-hadis Nabi SAW diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah
Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah
tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikiari, pada masa ini, di samping
tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab,
perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah
bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai
daerah di seluruh negeri.
Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi
usaha penggalian, pendidikan,dan
pengembangan hadis terdapat di:
1) Madinah,
2) Mekah,
3) Bashrah,
4) Syam,
5) Mesir,
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan
oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya
Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa
golongan: Pertama, golongan ‘Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan
golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang ‘Ali, dan golongan
Mu'awiyah, dan ketiga; golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya
umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk
mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. untuk
mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu
dan menyebarkannya kepada masyarakat.
D.
Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada
Abad II dan III Hijriah
Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin
(masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisandan pembukuan secara resmi, yakni yang
diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara
perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin,
sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad
II H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101
H, Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar
bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang
meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukandan mengumpulkan dalam
buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan
lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam
barzakh.
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H,
Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn
Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar- Al-Laits, Al-Auza'i, Malik, Ibnu
Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada
penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn
Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid `Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M
atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi
Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha
Madinah yang tujuh.
Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada
gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada
ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang
membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn
Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan
hadits. Mereka inilah ulama yang
mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.
Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah
dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang
terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya.
Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba
membukulcan hadist atas anjuran Abu `Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari
khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.
Berikut tempat dan nama-nama tokoh
dalam pengumpulan hadits :
1)
Pengumpul
pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2)
Pengumpul
pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
3)
Pengumpul
pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibrl Shabih (w. 160 H)
4)
Pengumpul
pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)
5)
Pengumpul
pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
6)
Pengumpul
pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
7)
Pengumpul
pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)
8)
Pengumpul
pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9)
Pengumpul
pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
10) Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn
Sa'ad (w. 175 H).
Semua
ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.
Kitab-kitab
hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya
cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:
1) Al-Muwaththa', susurran Imam Malik (95
H-179 H);
2) Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad
ibn Ishaq (150 H)
3) Al-jami', susunan Abdul Razzaq
As-San'any (211 H)
4) Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj
(160 H)
5) Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn
'Uyainah (198 H)
6) Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad
(175 H)
7) Al-Mushannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)
8) Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
9) Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad
Ibn Waqid Al¬Aslamy.
10) A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
11) Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
12) Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i
(204 H).
13) Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam
Asy-Syafi'i.
Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah
adalah Malik,Yahya ibn Sa'id AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan
Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi,
Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.
E.
Feriode Kelima: Masa Men-tasbih-kan Hadis dan
Penyusuran Kaidah-Kaidahnya
Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan
hadis. Sesudah kitab-kitab Ibnu Juraij, kitab Muwaththa' -Al-Malik tersebar
dalam masyarakat dan disambut dengan gembira, kemauan menghafal hadis,
mengumpul, dan membukukannya semakin meningkat dan mulailah ahli-ahli ilmu
berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dari sebuah negeri ke negeri lain
untuk mencari hadis.
Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis-hadis
yang terdapat di kotanya masing-masing. Hanya sebagian kecil di antara mereka
yang pergi ke kota lain untuk kepentingan pengumpulan hadis.
Keadaan ini diubah oleh AI-Bukhari. Beliaulah yang
mula-mula meluaskan daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau
pergi ke Maru, Naisabur, Rei, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir,
Damsyik, Qusariyah, `Asqalani,dan Himsh.
Imam Bukhari membuat terebosan dengan mengumpulkan
hadis yang tersebar di berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhari terus
menjelajah untuk menyiapkan kitab Shahih-nya.
Para ulama pada mulanya menerima hadist dari para
rawi lalu menulis ke dalam kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya
dan tidak memerhatikan sahih-tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan
hadis dan adanya upaya dari orang-orang zindiq untuk rpengacaukan hadis, para
ulama pun melakukan hal-hal berikut.
a) Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai
segi, baik dari segi keadilan, tempat kediaman, masa, dan lain-lain.
b) Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari
hadis yang dha'if yakni dengan men-tashih-kan hadist
U1ama hadist yang mula-mula menyaringdan membedakan hadist-hadist yang sahih dari yang
palsu dan yang lemah adalah Ishaq ibn
Rahawaih, seorang imam hadis yang sangat termasyhur.Pekerjaan yang mulia ini
kemudian diselenggarakan dengan sempurna oleh Al-Imam Al-Bukhari. Al-Bukhari
menyusun kitab-kitabnya yang terkenal dengan nama Al-jamius Shahil. Di dalam
kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang dianggap sahih. Kemudian, usaha
A1-Bukhari ini diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu Imam Muslim.
Sesudah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, bermunculan imam lain yang
mengikuti jejak Bukhari dan Muslim, di
antaranya Abu Dawud, At-Tirmidzi,dan
An-Nasa'i. Mereka menyusun kitab-kitab hadis yang dikenal dengan Shahih
Al-Bukhari, Shahih Muslirn, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi,dan Sunan An-Nasa'i. Kitab-kitab itu kemudian
dikenal di kalangan masyarakat dengan judul Al-Ushul Al-Khamsyah.
Di samping itu, Ibnu Majah menyusun Sunan-nya. Kitab
Sunan ini kemudian digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab-kitab induk
sehingga kitab-kitab induk itu menjadi sebuah, yang kemudian dikenal dengan
nama Al-Kutub Al-Sittah.
Tokoh-tokoh
hadis yang lahir dalam masa ini adalah:
1) `Ali Ibnul Madany
2) Abu Hatim Ar-Razy
3) Muhammad Ibn Jarir Ath- Thabari
4) Muhammad Ibn Sa'ad
5) Ishaq Ibnu Rahawaih
6) Ahmad.
7) Al-Bukhari
8) Muslim
9) An-Nasa'i
10) Abu Dawud
11) At-Tirmidzi
12) Ibnu Maja
13) Ibnu Qutaibah Ad-Dainuri.
F.
Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656
H.
Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun
656 H, yaitu pada masa `Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru
At-Tahdib wa At-Tartibi wa Al-Istidraqi wa Al-jami'.
Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan
ke-3, digelariMutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata
berpegang pada usaha sendiridan
pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghapalnya yang tersebar di
setiap pelosok dan penjuru negara Arab, Parsi, dan lain-lainnya.
Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad
keempat. Para ulama abad keempat ini dan seterusnya digelari `Mutaakhirin'.
Kebanyakan hadist yang mereka kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari
kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikit yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri
kepada para penghapalnya.
Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak
terdapat dalam kitab sahih pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:
1) Ash-Shahih, susunan Ibnu Khuzaimah
2) At-Taqsim wa Anwa', susunan Ibnu Hibban
3) Al-Mustadrak, susunan Al-Hakim
4) Ash-Shalih, susunan Abu `Awanah
5) Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud
6) Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdul
Wahid Al-Maqdisy.
Di
antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah:
1) Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim
dalam sebuah kitab. Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis Al-Bukhari
dan Muslim adalah Kitab Al Fami' Bain Ash-Shahihani oleh Ismail Ibn Ahmad yang
terkenal dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H), Muhammad Ibn Nashr Al-Humaidy (488
H); Al-Baghawi oleh Muhammad Ibn Abdul Haq Al-Asybily (582 H).
2) Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab
enam.
Di
antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis kitab enam, adalah Tajridu As-Shihah
oleh Razin Mu'awiyah, Al-Fami' oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-Rahman Asy-Asybily,
yang terkenal dengan nama Ibnul Kharrat (582 H).
3) Mengumpukan hadis-hadis yang terdapat
dalam berbagai kitab.
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis
dari berbagai kitab adalah: (1) Mashabih As-Sunnah oleh Al-Imam Husain Ibn
Mas'ud Al-Baghawi (516 H); (2) Yami'ul Masanid wal Alqab, oleh Abdur Rahman ibn
Ali Al-Jauzy (597 H); (3)Bakrul Asanid, oleh Al-Hafidh Al-Hasan Ibn Ahmad
Al-Samarqandy (49I H).
4) Mengumpulan hadis-hadis hukum dan
menyusun kitab-kitab ‘Atkraf.
G.
Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)
Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya
Khalifah Abasiyyah ke XVII Al-Mu'tasim (w. 656 H.) sampai sekarang. Periode ini
dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al Jami' wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa
pensyarahan, penghimpunan, pen-tahrij-an, dan pembahasan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini
adalah menerbitkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab enam
kitab tahrij, serta membuat kitab-kitab fami' yang umum':
Pada .periode ini disusun Kitab-kitab Zawa'id, yaitu
usaha mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam
sebuah kitab tertentu, di antaranya Kitab Zawa'id susunan Ibnu Majah, Kitab
Zawa'id As-Sunan Al-Kubradisusun oleh Al-Bushiry, dan masih banyak lagi kitab
zawa'id yang lain.
Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini
mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah
kitab tertentu, di antaranya adalah Kitab Fami' Al-Masanid wa As-Sunan Al-Hadi
li Aqwami Sanan, karangan Al-Hafidz Ibnu Katsir, dan fami'ul fawami susunan Al-Hafidz As-Suyuthi (911 H).
Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung
hadis-hadis yang tidak disebut perawinya dan pen-takhrij-nya. Sebagian ulama
pada masa ini berusaha menerangkan tempat-tempat pengambilan hadis-hadis itu
dan nilai-nilainya dalam sebuah kitab yang tertentu, di antaranya Takhrij Hadis
TafsirAl-Kasysyaf karangan Al-Zailai'i (762), Al-Kafi Asy-Syafi fi Tahrij
Ahadits Al-Kasyasyaf oleh Ibnu Hajar Al-`Asqalani, dan masih banyak lagi kitab
takhrij lain.
Sebagaimana periode keenam, periode ketujuh ini pun
muncul ulama-ulama hadis yang menyusun kitab-kitab Athraf, di antaranya Ithaf
Al-Maharah bi Athraf Al- Asyrah oleh Ibnu Hajar Al-`Astqalani, Athraf Al-Musnad
Al-Mu'tali bi Athraf Al-Musnad Al-Hanbali oleh Ibnu Hajar, dan masih banyak lagi
kitab Athraf yang lainnya.
Tokoh-tokoh hadis yang terkenal pada masa ini
adalah: (1) Adz-Dzahaby (748 H), (2) Ibnu Sayyidinnas (734 H), (3) Ibnu Daqiq
Al-`Ied, (4) Muglathai (862 H), (5) Al-Asqalany (852 H), (6) Ad¬Dimyaty (705
H), (7) Al-`Ainy (855 H), (8) As-Suyuthi (911 H), (9) Az-Zarkasy (794 H), (10)
Al-Mizzy (742 H), (11) Al-`Alay (761 H), (12) Ibnu Katsir (774 H), (13)
Az-Zaily (762 H), (14) Ibnu Rajab (795 H), (15) Ibnu Mulaqqin (804 H), (16)
Al-Bulqiny (805 H), (` 7) Al-`Iraqy (w. 806 H), ,(18) Al-Haitsamy (807 H), dan
(19) A’ u Zurah (826 H).
2. Fase Pengumpulan dan
Penulisan Hadits
a)
Pengumpulan
Hadis
Pada abad pertama Hijriah, yakni masa Rasulullah
SAW., Khulafaar Rasyidin,dan sebagian
besar masa Bani Umayyah hingga akhir abad pertama Hijrah, hadis-hadis itu
berpindah-pindahdan disampaikan dari
mulut ke mulut. Masing-masing perawi pada waktu
itu meriwayatkan hadis berdasarkan kekuatan
hapalannya. Hapalan mereka terkenal kuat sehingga mampu mengeluarkan kembali
hadis-hadis yang pernah direkam dalam ingatannya. Ide penghimpunan hadis Nabi
secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Khalifah Umar bin
Khaththab (w. 23 H/644 M). Namun, ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar
karena khawatir bila umat Islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari
Al-Quran.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin.Abdul Aziz
yang dinobatkan akhir abad pertama Hijriah, yakni tahun 99 Hijriah, datanglah
angin segar yang mendukung kelestarian hadist. Umar bin Abdul Azis terkenal
sebagai seorang khalifah dari Bani Umayyah yang terkenal adil dan wara'
sehingga dipandang sebagai khalifah Rasyidin yang kelima.
Beliau sangat waspada dan sadar bahwa para perawi yang mengumpulkan
hadist dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya karena meninggal dunia. Beliau
khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan
dibukukan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, mungkin hadis-hadis
itu akan lenyap bersama lenyapnya para penghapalnya. Tergeraklah hatinya untuk
mengumpulkan hadis-hadis Nabi dari para penghapal yang masih hidup. Pada tahun
100 H, Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkah kepada Gubernur Madinah, Abu
Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm untuk membukukan hadis-hadis Nabi dari
para penghapal.
Umar bin Abdul Azis menulis surat kepada Abu Bakar
bin Hazm, yaitu,"Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari hadis Rasul
lalu tulislah karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan menin,;galnya ulama,
dan jangan diterima selain hadis Rasul SAW., dan hercdaklah disebarluaskan ilmu
dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orzng yang tidak mengetahuinya dapat
mengetahuinya, maka sesungguhnya ilmu itu dirahasiakan."
Selain kepada
Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat kepada Gubernur lain agar
mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga secara khusus menulis surat kepada
Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri. Kemudian,
Syihab Az-Zuhri mulai melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga menjadi
salah satu ulama yang pertama kali membukukan hadis.
Setelah generasi Az-Zuhri, pembukuan hadis
dilanjutkan oleh Ibn Juraij (w. 150 H.), Ar-Rabi' bin Shabih (w. 160 H), dan
masih banyak lagi ulama lainnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pembukuan
hadis dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu
sempurna. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada pertengahan abad II
H, dilakukan upaya penyempunaan. Sejak saat itu, tampak gerakan secara aktif
untuk membukukan ilmu pengetahuan, termasuk pembukuandan penulisan hadis-hadis Rasul SAW Kitab-kitab
yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang dan sampai kepada kita,
antara lain Al-Muwatha' oleh Imam Malikdan
Al-Musnad oleh Imam Asy-Syafi'i (w. 204 H). Pembukuan hadis itu kemudian
dilanjutkan secara lebih teliti oleh imam-imam ahli hadis, seperti Bukhari,
Muslim, Tirmizi, Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain.
Dari mereka itu, kita kenal Kutubus Sittah
(kitab-kitab) enam, yaitu Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan An-Nasal, dan
At-Tirmizi. Tidak sedikit pada masa berikutnya dari para ulama yang menaruh
perhatian besar pada Kutubus Sittah tersebut beserta kitab Muwatha' dengan cara
mensyarahinya dan memberi catatan kaki, meringkas atau meneliti sanad dan
matan-matannya.
b)
Penulisan Hadis
Sebelum agama Islam datang, bangsa Arab tidak
mengenal kemampuan membaca dan menulis. Mereka lebih dikenal sebagai bangsa
yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Namun, ini tidak berarti bahwa
tidak ada seorang pun yang bisa menulisdan
membaca. Keadaan ini hanyalah sebagai ciri kebanyakan mereka. Sejarah
telah mencatat sejumlah orang yang mampu membaca dan menulis. Adiy bin Zaid
Al-Adi (w. 35 H) misalnya, sudah belajar menulis hingga menguasainya, dan
merupakan orang pertama yang menulis dengan bahasa Arab dalam surat yang
ditujukan kepada Kisra. Sebagian orangYahudi juga mengajari anak-anak di
Madinah untuk menulis Arab. Kota Mekah dengan pusat perdagangannya sebelum
kenabian, menjadi saksi adanya para penulis dan orang yang mampu membaca.
Sebagaimana dinyatakan bahwa orang yang mampu membaca dan menulis di kota Mekah
hanya sekitar 10 orang. Inilah yang dimaksud bahwa orang Arab adalah bangsa
yang ummi.
Banyak akhbar yang menunjukkan bahwa para penulis
lebih banyak terdapat di Mekah daripada di Madinah. Hal ini dibuktikan dengan
adanya izin Rasulullah kepada para tawanan dalam Perang Badar dari Mekah yang
mampu menulis untuk mengajarkan menuiis dan membaca kepada 10 anak Madinah
sebagai tebusan diri mereka.
Pada masa Nabi, tulis-menulis sudah tersebar luas.
Apalagi Al-Quran menganjurkan untuk belajardan
membaca. Rasulullah pun menga-lgkat para penulis wahyu hingga jumlahnya
mencapai 40 orang. Nama-nama mereka disebut dalam kitab At-Taratib
Al-Idariyyah. Baladzuri dalam kitab Futuhul Buldan menyebutkan sejumlah penulis
wanita, di antaranya Ummul Mu'minin Hafshah, Ummu Kultsum binti Uqbah,
Asy-Syifa' binti Abdullah Al¬Qurasyiyah, `Aisyah binti Sa'ad, dan Karimah binti
AI-Miqdad.
Para penulis semakin banyak di Madinah setelah
hijrah setelah Perang Badar. Nabi menyuruh Abdullah bin Sa'id bin ‘Ash agar
mengajar menulis di Madiah, sebagaimana disebutkan Ibnu Abdil Barr dalam
Al-Isti'ab. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa nama asli `Abdullah bin Sa'id bin
Al-'Ash adalah Al-Hakam, lalu Rasulullah memberinya nama `Abdullah,dan menyuruhnya agar mengajar menulis di Madinah.
Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat
Islam sependapat bahwa Al-Quran Al-Karim telah memperoleh perhatian yang penuh
dari Rasul dan para sahabatnya. Rasul
mengharapkan para sahabat untuk menghapalkan Al-Quran dan menuliskannya di
tempat-tempat tertentu, seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, batu,
dan sebagainya.
Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW wafat,
Al-Quran telah dihapalkan dengan sempurna oleh para sahabat. Seluruh ayat suci
Al-Quran pun telah lengkap ditulis, tetapi belum terkumpul dalam bentuk sebuah
mushaf. Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu kurang
memperoleh perhatian seperti halnya Al-Quran. Penulisan hadis dilakukan oleh
beberapa sahabat secara tidak resmi karena tidak diperintahkan oleh Rasul. Diriwayatkan
bahwa beberapa sahabat memiliki catatan hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka
mencatat sebagian hadis yang pernah
mereka dengar dari Rasulullah SAW.
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. KESIMPULAN
a.Masa
nabi adalah masa penyiaran hadits, maka banyak sahabat yang ingin menulis
hadits Nabi. Namun nabi melarangnya karena takut akan bercampur aduk dengan Al
Qur’an.
b.Masa
Khulafaur Rasyidin dan masa Tabi’in
•Masa Khulafaur Rasyidin
Pada
masa ini lebih banyak untuk menyadikitkan riwayat, karena dikhawatirkan terjadi
pemalsuan hadits.
•Masa Tabi’in
Pada
masa ini lebih banyak dipusatkan untuk penyebaran hadits ke kota-kota tertentu.
c.Perkembangan
Hadits Sejak Abad Ke-2H sampai sekarang
Perkembangan
hadits pada masa itu sangat dinamis. Mulai dari pembukuan hadits,
penyempurnaan, pemeliharaan dan pentakhrijan hadits.
d.Manfaat
mempelajari hadits
1)Wajah
para penuntut ilmu hadits cerah/ berseri-seri.
2)Para
penuntut ilmu hadits adalah orang yang paling bershalawat kepada Nabi.
B. PENUTUP
Itulah
tadi makalah dari kami tentang “Sumber Ajaran Islam”
Semoga
dengan makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan kita serta dapat membawa
manfaat yang sebesar-besarnya untuk kehidupan kita khususnya dalam beragama
islam .
Akhir
kata atas perhatiannya kami ucapkan terimaksih..Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
DAFTAR PUSTAKA
-Aglayanah,
Al-Makki, Metode Pengajaran Hadits: Pada Tiga Abad Pertama, terj. Amir Hamzah
Fachruddin. Jakarta : Granada Nadia. 1995
-Ahmad,
Muhammad, dkk. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2005
-Al-Baghdadi,
Abd. Al- Qahir. Al-Farq baina Al-Firaq. Editor M.S. Kailani. Beirut : Dar
Al-Ma’arifah. 1983
-Al-Hadi,
Abu Muhammad Al-Mahdi Ibn Abd Al-Qadir. tt. Thariqu Takhriq Hadits Rasulullah
‘Alaihi Wasallam. Darul Ikhtisam.
-IsmaiI,Syuhudi.
Kaidah Kesahihan sanad hadist.Jakarta: Bulan Bintang.1995
-Shiddiqiey,TM.Hasbi.
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist.Semarang: Pustaka Rizki Putra.2001
-Sulaiman,Hasan.
Abbas, Alwi, Terjemah lbanatul Ahkam Syarh Bulughuf Maram Jilid I.Surabaya: Mutiara
iimu.1995
-Zuhri,
Muhammad. Hadist Nabi, Tela'ah Historisdan
Metodologi.Yogyakarta: Tiara Wacana.2003
-
khaidir bin syafruddin”Sejarah Perkembangan hadist”.10 Februari 2013.
http://khaidirsyafruddin.blogspot.com/2013/02/sejarah-perkembangan-hadits.html.
0 komentar:
Posting Komentar