Tugas terstruktur Dosen Pengampu
Sejarah
Peradaban Islam Prof. Dr. H. A. Hafiz Ansyari, MA
SEJARAH
PERADABAN MOGUL DI INDIA
OLEH:
ANUGERAH PUTERA
1401160399
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
KELAHIRAN, PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN
A. Masa Kelahiran
B. Masa Perkembangan Dan Kemajuan
a. Humayyun (1530-1540 M dan 1555-1556 M)
b. Akbar Khan (1556-1605 M)
c. Jahanghir (1605-1628 M)
d. Syah Jihan (1628-1658)
e. Aurangzeb
C. MASA KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
A. Periode
Kekuasaan di Era kemunduran dan kehancuran
B. Sebab
Kemunduran Dan Kehancuran
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Dunia Islam
pada Abad ke-17 bertumpu kepada tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Syafawi di
Persia, Mughal di India, dan Turki Utsmani di Turki dengan dua periode. Periode
1500-1700 merupakan fase kemajuan Islam melalui tiga kerajaan besar tersebut.
Secara eksternal, di masa itu, pusat kekuasaan imperium Romawi Timur yaitu
Konstantinopel jatuh ke tangan Turki dan kemajuan ekspansi Islam ke Eropa Timur
berjalan lancar. Adapun secara internal, ketiga kerajaan tersebut memiliki
kecenderungan teologi-politik yang berbeda. Kerajaan Syafawi di Persia
menjadikan aliran Syi’ah sebagai madzhab resmi dari kerajaan, dan semenjak itu
sampai kini Iran adalah pusat aliran Syi’ah. Kerajaan Utsmani merupakan
Kekhalifahan Sunni. Sementara Kerajaan Mughal di India berusaha memperkecil
pertentangan antara Sunni dan Syi’ah.[1]
Kerajaan
Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Kerajaan Syafawi. Jadi, di
antara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda.
Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak Benua India.[2] Jauh sebelum Kerajaan Mughal
berdiri, sebenarnya semenjak abad I hijriyah, Islam sudah masuk ke India.
Ekspedisi pertama pada zaman Khalifah Umar bin al-Khattab, tapi akhirnya
Khalifah umar mencela penjarahan tersebut dan menarik eskpedisi tersebut.
Padatahun 634 M, setelah Khalifah Umar wafat, barulah orang-orang Arab
menaklukan Makram di Balukistan. Kemudian setelah kekuasaan Islam berada pada Dinasti
Umaiyah di bawah Khalifah Walid Ibn Abd al-Malik, tentara Islam sekali lagi
mengadakan invasi ke wilayah India di bawah panglima Muhammad Ibn al-Qasim dan
berhasil menguasai wilayah Sind. Dan pada tahun 871 M, orng-orang Arab sudah
menghuni tetap di sana.[3]
Kemudian
muncul kekuasaan Islam melalui Dinasti Ghaznawi (977-1186 M), Khalji (1296-1316
M), Thuglaq (1320-1412 M), Sayyid (1414-1415 M), dan Dinasti Lodhi (1451-1526
M). Jadi, Mughal adalah kerajaan Islam yang terakhir di India (1526-1858 M),
tepatnya setelah Dinasti Lodhi jatuh, hingga berganti dengan pemerintahan
imperialiasme Inggris yang memerintah di sana,[4] Demikian, peradaban Islam di India tidak bisa dipisahkan dari
keberadaan Dinasti Mughal. Selama tiga abad dinasti ini mampu memberi warna di
negeri yang mayoritas beragama Hindu ini. Setidaknya agama Islam menjadi tersebar
di seluruh penjuru India.[5]
Makalah ini
selain menggambarkan secara ringkas bagian-bagian penting (highlights) tentang
asal-usul, tumbuh, berkembang serta mundurnya peradaban yang dibina Kerajaan
Mughal, juga mengulas faktor-faktor yang mendorong kejayaan hingga tenggelamnya
kerajaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengambil pelajaran, bagaimana
membalikkan (reverse) gelombang peradaban di anak benua India tersebut.
KELAHIRAN, PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN
A. Masa
Kelahiran
Mughal adalah
sebuah dinasti yang diperintah oleh raja-raja yang berasal dari daerah Asia
Tengah, keturunan Timur Lenk, seorang Turki-Mughal yang lahir di Kesh di
Transoksania (Turkistan) pada tahun 1336. Pemimpinnya dikenal sebagai seorang
muslim fanatik, dan pertama kali melakukan penyerangan ke India pada tahun
1398. Selain itu, beliau mengangkat Khizer Khan sebagai gubenur di Multan
sekaligus wakilnya untuk India.[6]Timur Lenk meninggal pada usia 70 tahun (1405), tahtanya diberikan
kepada anaknya Syah Rukh Mirza. India dapat ditaklukan oleh Zahiruddin Muhammad
Babur, salah satu keturunan Timur Lenk pada tahun 1503.[7]
Secara
geneologis, Babur merupakan cucu Timur Lenk (dari pihak ayah) dan keturunan Jenghiz
Khan (dari pihak ibu).[8] Babur lahir pada 14 Februari 1483 hari Jum’at di Farghana di bagian
utara Transoksania (kini Uzbekistan).[9] Sepeninggal ayahnya, Umar Mirza, ia
menggantikannya menjadi penguasa di Farghana.[10] Ekspansinya ke India dimulai dengan menundukkan penguasa setempat
yaitu Ibrahim Lodi dengan bantuan Alam Khan (Paman Lodi) dan gubernur Lahore.[11] Ia menghadapi Dinasti Lody yang terakhir (Ibrahim Lody) yang
tentaranya berjumlah 40.000 orang diluar kota Panipat pada April 1526. Dalam
peperangan ini, Lody terbunuh dan Babur menguasai Delhi dan Agra.[12] Sejak itu Babur dapat menguasai India
dan mendirikan dinasti Mughal yang beribukota di Delhi.[13]
Kerajaan
Mughal didirikan pada tahun 1526. Jumlah keseluruhan sultan Mughal 29 orang.[14] Kerajaan ini memiliki sultan-sultan yang besar dan terkenal pada
abad ke-17, yaitu Akbar (1556-1606), Jehangir (1605-1627), dengan permaisurinya
Nurjannah, Syah Jehan (1628-1606), dan Aurangzeb (1659-1707).[15]
B. Masa Perkembangan Dan Kemajuan
a. Humayyun
(1530-1540 M dan 1555-1556 M)
Babur
mempunyai empat orang putra, yaitu Humayyun, Kamran, Hindal, dan Aksari. Di
antara empat anaknya ini, hanya Humayyun yang melanjutkan kekuasaan ayahnya.
Beliau lahir pada Maret 1508 di Kabul (Afghanistan). Ketika kecil ia
mempelajari bahasa Arab, Turki, dan Persia. Ketika berusia 20 tahun, ia
berkuasa di Badakhshan, saat ayahnya masih masih memegang tampuk kekuasaannya.
dalam pemerintahannya, ia bisa menguasai Kalanjir, Chunar, Malwa, dan Gurajat
(1531).[16]
Sepanjang
pemerintahannya kondisi negara tidak stabil, karena banyak terjadi perlawanan
dari musuh-musuhnya. Pada tahun 1540 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh
Sher Kkhan di Qanuj. Dalam pertempuran ini, Humayun kalah dan melarikan diri ke
Qandahar dan kemudian ke Persia. Atas bantuan Raja Persia ia menyusun
kekuatannya kembali. Setelah merasa kuat ia melakukan pembalasan dan menguasai
India lagi tahun 1555 M.[17]
Setelah
perluasan daerah kekuasaannya, ia menaklukkan penyerangan di Bengal untuk
membantu penguasa daerah itu (Sultan Mahmud) yang sedang melawan Sher Syah Syah
Suri. Ketika peperangan terjadi, beliau kehilangan kontak untuk mengontrol
kekuasaannya di Delhi dan Agra. Ternyata kedua wilayah tersebut dikendalikan
oleh saudaranya (Hindal). Peperangan tersebut mengalami kekalahan. Pasukan
beliau dipukul mundur oleh Sher Syah, hingga melarikan diri ke Iran pada Juli
1543 untuk meminta bantuan dari raja Persia (Syah Tahmasp). Raja Persia
membantu beliau dan bisa menaklukan Qandahar dan Kabul.
Di luar India
Syah Syah Suri memperkokoh kekuasaanya dan melakukan pembaruan dibidang
administrasi, keuangan, perdagangan, komunikasi keadilan, perpajakan, dan
pertanian. Namun ia wafat pada 22 Mei 1545. Tahtanya digantikan kepada putranya
Ismail Syah yang memerintah dari 1545-1553. Ia tidak sesukses ayahnya, setelah
ia wafat. Tahtanya digantikan kepada anaknya Firuz yang masih muda, berumur 12
tahun. Namun ia dibunuh oleh pamannya sendiri, Mubariz Khan, yang menjadi
penguasa meskipun menghadapi tantangan.
Humayyun
memanfa’atkan kekacauan pemerintahan musuhnya, sehingga bisa merebut kembali
Delhi dan Arga. Namun ia wafat karena kecelakaan, jatuh dari lantai dua
perpustakaan Sher Mandal, di Delhi, pada Januari 1556.
b. Akbar
Khan (1556-1605 M)
Kekuasaan
Humayun dilanjutkan oleh anaknya, Akbar Khan. Gelarnya Sultan Abdul Fath
Jalaluddin Akbar Khan. Sewaktu naik tahta berumur 15 tahun dan memerintah India
selama 50 tahun (1556-1605 M).[18] Karena usianya masih muda, pemerintahan diserahkan kepada Bairam
Khan, seorang penganut Syi’ah. Di periode pertama, Akbar menghadapi berbagai
pemberontakan. Di Punjab, Khan Syah melancarkan pemberontakan setelah
menggalang sisa-sisa pengikutnya. Di Agra pemberontakan kaum Hindu dipimpin
oleh Hemu, berhasil menguasai kota itu dan Delhi. Di wilayah barat lahir
gerakan yang dipimpin oleh saudara seayah dengan Akbar, Mirza Muhammad Hakim.
Kasmir, Multan, Bengala, Sind, Gujarat, Bijapur dan lain-lain berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan Mughal.[19]
Namun,
setelah Akbar berumur dewasa, ia dapat mengembalikan wilayah-wilayah yang
pernah melepaslan diri, dan memperluas wilayah-wilayah baru secara gemilang.
Strateginya, pertama, ia menyingkirkan Bairam Khan karena terlalu
memaksakan paham syi’ah. Kedua, melancarkan serangan kepada para
penguasa yang menyatakan merdeka. Ketiga, memperkuat militer dan
mewajibkan pejabat sipil mengikuti latihan militer. Keempat, membuat
kebijakan shalahul (toleransi universal). Kebijakan ini memberikan hak
persamaan kepada semua penduduk, mereka tidak dibedakan berdasarkan etnis
maupun agama. Bahkan, ia menawarkan konsep penyatuan agama-agama menjadi satu
bentuk agama yang disebut din ilahi. Dengan strategi ini, wilayah
Mughal menjadi sangat luas, dua kota penting sebagai pintu gerbang ke luar, Kabul
dan Kandahar, dikuasai.[20]
Sistem pemerintahan Akbar adalah militeristik.
Pemerintahan pusat dipegang oleh raja. Pemerintahan daerah dipegang oleh Sipah
Salar atau kepala komandan.[21] Sedangkan subdistrik dikepalai oleh Faudjar atau komandan.
Jabatan-jaatan sipil juga memakai jenjang militer dimana para pejabatnya
diwajibkan mengikuti latihan militer.[22]
Selama
menjalankan pemerintahan, Akbar menekankan terciptanya stabilitas dan keamanan
dalam negeri. Dia menyadari bahwa masyarakat India merupakan masyarakat yang
plural, baik dari segi agama maupun etnis. Kebijakan-kebijakannya dibuat untuk
tetap menjaga persatuan di wilayahnya. Akbar menerapkan politik “Sulh-E-Kul”
atau toleransi universal, yang memandang semua rakyat sama derajatnya.[23] Dalam bidang agama Akbar menciptakan Din-i-Ilaihi, yaitu
menjadikan semua agama yang ada di India menjadi satu. Tujuannya adalah
kepentingan stabilitas politik. Dengan adanya penyatuan agama ini diharapkan
tidak terjadi permusuhan antar pemeluk agama. Untuk merealisasikan ajarannya,
Akbar mengawini putri Hindu sebanyak dua kali, berkhutbah dengan menggunakan
simbol hindu, melarang menulis dengan huruf Arab, tidak mewajibkan khitan dan
melarang menyembelih dan memakan daging sapi.[24]
Usaha lain
Akbar adalah membentuk Mansabdharis, yaitu lembaga public service yang
berkewajiban menyiapkan segala urusan kerajaan, seperti menyiapkan sejumlah
pasukan tertentu. Lembaga ini merupakan merupakan satu kelas penguasa yang
terdiri dari berbagai etnis yang ada, yaitu Turki, afghan, Persia dan Hindu.[25]
c. Jahanghir
(1605-1628 M)
Penguasa
Mughal ketiga adalah Jahanghir, putera Akbar. Masa pemerintahannya kurang lebih
23 tahun (1605-1628). Jahanghr adalah pengikut Ahlussunnah wal jama’ah,
sehingga Din-i-ilahi yang dibentuk ayahnya menjadi hilang
pengaruhnya. Jahanghir melakukan sejumlah kebijaksanaan. Antara lain sebagai
berikut :
a.
Kewajiban membayar zakat
b.
Ancaman hokum berat bagi pelaku
perampokan dan pencurian
c.
Kebebasan untuk memiliki hak
milik
d.
Larangan penjualan anggur serta
jenis minuman keras lain
e.
Larangan untuk menyita rumah
maupun penganiayaan terhadap criminal
f.
Larangan untuk menyita harta
milik
g.
Membangun rumah sakit
h.
Larangan untuk membunuh hewan
pada hari-hari tertentu
i.
Meliburkan hari minggu
j.
Menetapkan status sewa tanah
(jargir)
k.
Menetapkan status tanah wakap
l.
Memberikan amnesty umum kepada
seluruh jenis narapidana
Pemerintahannya
diwarnai dengan pemberontakan, seperti pemberontakan di Ambar yang tidak mampu
dipadamkan. Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin Kurram,
putranya sendiri. Dengan bantuan panglima Muhabbat Khan, Kurram menangkap dan
menyekap Jahanghir. Berkat usaha permaisuri, permusuhan ayah dan anak dapat
didamaikan. Akhirnya setelah Jahangir meninggal (1627 M), Kurram naik tahta dan
bergelar Abu Muzaffar Shahabuddin Muhammad Shah Jahan Padsah Ghazi.[26]
d. Syah
Jihan (1628-1658)
Syah Jihan
tampil meggantikan Jihangir. Bibit-bibit disintegrasi mulai tumbuh pada
pemerintahannya. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi
Mughal. Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan. Tahun
pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak
dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar Singh Bundela
kemudian diusir. Pemberontakan yang paling hebat datang dari Afghan Pir Lodi atau
Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi bagian Selatan. Pemberontakan ini
cukup menyulitkan. Namun pada tahun 1631 pemberontakan inipun dipatahkan dan
Khan Jahan dihukum mati.
Dengan
berbagai kelebihan yang dimiliki masa pemerintahan Shah Jihan tercatat sebagai
masa puncak kejayaan Kesultanan moghul yang ditandai dengan berbagai karya budaya fisik, seperti
karya budaya arsitektur monumental Taj Mahal, yang merupakan bangunan indah,
yang dimaksudkan sebagai tanda cinta kasihnya kepada istri tercinta Mumtaj
Maha. Selain itu juga Shah Jihan telah membangun Mesjid Mutiara, Mesjid Jami di
Delhi, serta tkhta Merak, yaitu ssinggasana yang dibuat dari emas, perak,
intan, serta permata cemerlan. Semua itu hanya dapat terwujud karena system
perpajakan yang efektif sebagai sumber dana.
e.
Aurangzeb
Sejak
dinobatkan menjadi sultan mogul di Delhi, Aurangzeb tetap mengembangkan politik
expansinya. Sementara itu untuk mengimbangi langkah-langkanya itu dia
mengembangkan politik islam yang cemerlangHubungan dengan Negara-negara islam
di luar India telah dijalin dengan baik. Sebagai bukti sejumlah penguasa islam
telah mengirimkan duta aatau perwakilan negara mereka ke Delhi.
Sikap
dan politik keagamaannya mengikuti garis sunah secara kaku, sebagaimana yang
diyakininya. Mereka yang tinggal dalam kawasan kesultanan Moghul yang tidak
menganut paham suni ditentang. Demikian juga penganut Hinduisnme dan agama
lainnya dihadapi secara tegas dan keras. Pajak Jizyah, yaitu sejenis pajak
perlindungan bagi yang tidak masuk agama islam, dilaksanakan diseluruh kawasan
negara, karena dianggapnya sebagai negara islam(Darul islam). Sikapnya dalam menghadapi negeri-negeri tidak berpenduduk
Islam (Darul Harb) juga tegas, kalau perlu melakukan perang suci
(jihad) untuk menaklukkan mereka.
Ternyata kemudian wilayahnya yang amat luas membuat sultan mengalami kesulitan dalam mengontrol negara. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa hal-hal yang dianggap sebagai sebab disintegrasi Kesultanan
Moghul di masa Aurangzeb adalah
1) wilayah
yang terlalu luas, sehingga sulit dikontrol dari satu pusat,
2) kebijakan
bidang keagamaan yang kaku, yang menimbulkan pemberontakan-pemberontakan,
3) keadaan
perekonomian negara yang buruk, sebagai
akibat banyaknya pemberontakan yang harus dihadapi serta tinggi dan banyaknya
macam pajak yang melemahkan semangat berusaha,
4) tingginya
tingkat ketidakpuasan di kalangan
tentara, karena kesejahteraan mereka kurang mendapat perhatian, oleh sebab
buruknya keuangan negara
C.
MASA KEMUNDURAN DAN
KEHANCURAN
A.
Periode Kekuasaan di
Era kemunduran dan kehancuran
Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb. Lima tahun
kemudian terjadi perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar
dimenangkan dalam persaingan tersebut dan sekaligus dinobatkan sebagai raja
Mughal oleh Jenderal Zulfiqar Khan meskipun Jehandar adalah yang paling lemah
di antara putra Bahadur. Penobatan ini ditentang oleh Muhammad Fahrukhsiyar,
keponakannya sendiri. Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713,
Fahrukhsiyar keluar sebagai pemenang. Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada
tahun 1719 M. Sang raja meninggal terbunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan
Sayyid Hasan Ali. Keduanya kemudian mengangkat Muhammad Syah (1719-1748). Ia
kemudian dipecat dan diusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Syah.
Tampilnya sejumlah penguasa lemah bersamaan dengan
terjadinya perebutan kekuasaan ini selain memperlemah kerajaan juga membuat
pemerintahan pusat tidak terurus secara baik. akibatnya pemerintahan daerah
berupaya untuk melepaskan loyalitas dan integritasnya terhadap pemerintahan
pusat.
Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760-1806) Kerajaan Mughal
diserang oleh pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani.
Kekalahan Mughal dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam
kekuasaan Afghan. Syah Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan
sebagai sultan.
Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam, memberikan
konsesi kepada EIC untuk mengembangkan perdagangan di India sebagaimana yang
diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris
harus menjamin penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal
masuknya pengaruh Inggris di India.
Bahadur Syah (1837-1858) pengganti Akbar II menentang isi
perjanjian yang telah disepakati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik
antara Bahadur Syah dengan pihak Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan
Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian berakhirlah
kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India.
Demikianlah, setelah Aurangzeb (1707), tahta kerajaan diduduki
raja-raja yang lemah. Sementara itu dipertengahan abad ke-18, Inggris sudah
mulai menancapkan kukunya di India. Pada 1761 Inggris menguasai sebagian
wilayah kerajaan. Pada 1803 Delhi dikuasai dan penguasa Mughal berada di bawah
pengaruh Inggris. Pada 1857 penguasa Mughal mencoba membebaskan diri dari
penjajahan Inggris, tetapi ia dapat dikalahkan. Pada 1858, Bahadur II, raja
Mughal yang terakhir itu diusir Inggris dari istananya.
Kelemahan Mughal menjadi sebab makin leluasanya Inggris
memperluas wilayah jajahan. Pada masa pemerintahan Akbar II terjadi konsesi
antara Mughal dan EIC. Inggirs bebas mengembangkan usahanya dan sebagai
imbalannya Inggris memberikan jaminan kehidupan raja dan keluarga istana. Sejak
itu kedudukan raja tak ubahnya seorang pensiunan Inggris yang tidak punya
kekuasaan sedikitpun.
Puncak kekuasaan Inggris diraih ada tahun 1857 ketika
kerajaan Mughal benar-benar jatuh dan rajanya terakhir, Bahadur Syah diusir ke
Rangun (1858). Inggris juga berusaha menguasai Afghanistan (1879) dan
kesultanan Muslim Balucistan juga ditaklukan (1899). Dengan demikian,
imperialisme Inggris telah merata di seluruh anak benua India.[27]
B.
Sebab Kemunduran Dan
Kehancuran
Dari masa panjang sekitar tiga setengah abad Mughal
berkuasa, tetapi masa perkembangan dan kejayaannya hanya dapat dipertahankan
sekitar satu abad, yaitu sampai dengan masa Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah
masa Aurangzeb, Mughal mengalami kemunduran secara berangsur-angsur dalam waktu
sekitar kurang dekiti dari dua abad. Di masa Sultan Bahadur Syah, Mughal
mengalami kejatuhannya yaitu ketika sultan terakhir Bahadur Syah diusir dari
istananya.
Banyak
faktor penyebab kemunduran dan kehancurannya, antara lain:[28]
- Perebutan kekuasaan antara
keluarga. Hampir semua keturunan Babur umumnya memiliki watak yang keras
dan ambisius sebagai keturunan Ttimur Lenk yang juga wataknya demikian.
- Pemberontakan oleh umat hindu.
Umat hindu yang mayoritas dan umat Islam yang minoritas tapi memegang
otoritas kekuasaan. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan sebagian garis
keras orang-orang hindu kepada pemerintahan Islam.
Pemberontakan-pemberontakan dari pihak hindu beberapa kali terjadi seperti
yang dipimpin oleh Hemu di Delhi dan Agra masa Akbar I, pemberontakan yang
dipimpin oleh guru Tegh Bahadur di masa Aurangzeb, Pemberontakan di
Panipat yang dipimpin oleh Rraja Udaipur, dll.
- Serangan dari kerajaan atau
kekuatan luar. Serangan pihak luar semula dilakukan oleh Raja Safawi di
Persia, kemudian dari Afghanistan. Pangkal perselisihan antara Mughal dan
Safawi karena rebutan daerah Kandahar.
- Kelemahan Ekonomi. Kemunduran
politik Mughal sangat menguntungkan bangsa-bangsa Barat untuk menguasai
jalur perdagangan. Akhirnya terjadilah persaingan dagang di pantai selatan
India antara Inggris, Portugis, Belanda dan Perancis, yang dimenangkan
Inggris. Selanjutnya Inggris melalui Persyarikatan Dagang India Timur atau
The East India Company (EIC) menguasai perdagangan India.
- Intervensi Politik dan Militer
dari kekuatan imperialis Barat. Konflik laten antara kekuasaan Islam
dengan umat hindu dimanfaatkan oleh Barat dengan melakukan politik devide
et impera.
- Terjadi stagnasi dalam
pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di
wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim
Mughal.
- Kemerosotan moral dan hidup
mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam
penggunaan uang negara.Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam
melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga
konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya
- Semua pewaris tahta kerajaan
pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
DAFTAR
PUSTAKA
·
https://syukrillah.wordpress.com/2014/05/10/dinasti-mughal-di-india/ pada tanggal
11-03-2015
·
Abu
Su’ud, Islamologi SEJARAH, AJARAN, DAN PERANANNYA DALAM PERADABAN UMAT
MANUSIA. Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2003
[1] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam.
(bandung: Pustaka Setia, 2008), 252
[2] Ibid., 261
[3] Ah. Zakki Fu’ad. Sejarah Peradaban Islam: Paradigma Tekas,
Reflektif dan Filosofis (Bandung: Indo Pramaha, 2012), 198
[4] Moh. Nurhakim. Sejarah dan Peradaban Islam (Malang:
UMM Press, Cet.2, 2004), 147
[5] Siti Maryam, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam:
Dari Klasik hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, Cet.3, 2009), 184
[6] Zafar Iqbal. Sejarah Kebudayaan Islam,
(Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), hlm, 282.
[7] Badrim Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah
II, (Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2003), hlm, 175
[8] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[9] Badrim Yatim. Sejarah Peradaban, 175-176
[10] Moh. Nurhakim. Sejarah dan Peradaban…., 147
[11] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[12] Badrim Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah
II, (Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2003), hlm, 175-176.
[13] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[14] Moh. Nurhakim. Sejarah dan Peradaban…., 148
[15] Dedi Supriyadi, Sejarah.…, 261
[16] Zafar Iqbal. Sejarah Kebudayaan Islam,
(Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), hlm, 283.
[17] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[18] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[19] Moh. Nurhakim. Sejarah dan Peradaban…., 148
[20] Ibid., 149
[21] Semacam Panglima Daerah Militer (Pangdam) yang memimpin divisi
tentara
[22] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[23] Ibid., 184
[24] Ibid., 185
[25] Ibid.,185
[26] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 189
[27] Ibid., 189
0 komentar:
Posting Komentar