Selasa, 07 Juni 2016

SEJARAH PERADABAN MOGUL DI INDIA

     Tugas terstruktur                                                                                  Dosen Pengampu
Sejarah Peradaban Islam                                                              Prof. Dr. H. A. Hafiz Ansyari, MA

SEJARAH PERADABAN MOGUL DI INDIA


OLEH:

ANUGERAH PUTERA

1401160399

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2014
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI. 1
PENDAHULUAN.. 2
KELAHIRAN, PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN.. 2
A.    Masa Kelahiran. 3
B.    Masa Perkembangan Dan Kemajuan. 3
a.     Humayyun (1530-1540 M dan 1555-1556 M) 3
b.     Akbar Khan (1556-1605 M) 4
c.     Jahanghir (1605-1628 M) 5
d.     Syah Jihan (1628-1658) 6
e.     Aurangzeb. 6
C.    MASA KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN.. 7
A.    Periode Kekuasaan di Era kemunduran dan kehancuran. 7
B.    Sebab Kemunduran Dan Kehancuran. 8
DAFTAR PUSTAKA.. 10




PENDAHULUAN
Dunia Islam pada Abad ke-17 bertumpu kepada tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Syafawi di Persia, Mughal di India, dan Turki Utsmani di Turki dengan dua periode. Periode 1500-1700 merupakan fase kemajuan Islam melalui tiga kerajaan besar tersebut. Secara eksternal, di masa itu, pusat kekuasaan imperium Romawi Timur yaitu Konstantinopel jatuh ke tangan Turki dan kemajuan ekspansi Islam ke Eropa Timur berjalan lancar. Adapun secara internal, ketiga kerajaan tersebut memiliki kecenderungan teologi-politik yang berbeda. Kerajaan Syafawi di Persia menjadikan aliran Syi’ah sebagai madzhab resmi dari kerajaan, dan semenjak itu sampai kini Iran adalah pusat aliran Syi’ah. Kerajaan Utsmani merupakan Kekhalifahan Sunni. Sementara Kerajaan Mughal di India berusaha memperkecil pertentangan antara Sunni dan Syi’ah.[1]
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Kerajaan Syafawi. Jadi, di antara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak Benua India.[2]  Jauh sebelum Kerajaan Mughal berdiri, sebenarnya semenjak abad I hijriyah, Islam sudah masuk ke India. Ekspedisi pertama pada zaman Khalifah Umar bin al-Khattab, tapi akhirnya Khalifah umar mencela penjarahan tersebut dan menarik eskpedisi tersebut. Padatahun 634 M, setelah Khalifah Umar wafat, barulah orang-orang Arab menaklukan Makram di Balukistan. Kemudian setelah kekuasaan Islam berada pada Dinasti Umaiyah di bawah Khalifah Walid Ibn Abd al-Malik, tentara Islam sekali lagi mengadakan invasi ke wilayah India di bawah panglima Muhammad Ibn al-Qasim dan berhasil menguasai wilayah Sind. Dan pada tahun 871 M, orng-orang Arab sudah menghuni tetap di sana.[3]
Kemudian muncul kekuasaan Islam melalui Dinasti Ghaznawi (977-1186 M), Khalji (1296-1316 M), Thuglaq (1320-1412 M), Sayyid (1414-1415 M), dan Dinasti Lodhi (1451-1526 M). Jadi, Mughal adalah kerajaan Islam yang terakhir di India (1526-1858 M), tepatnya setelah Dinasti Lodhi jatuh, hingga berganti dengan pemerintahan imperialiasme Inggris yang memerintah di sana,[4] Demikian, peradaban Islam di India tidak bisa dipisahkan dari keberadaan Dinasti Mughal. Selama tiga abad dinasti ini mampu memberi warna di negeri yang mayoritas beragama Hindu ini. Setidaknya agama Islam menjadi tersebar di seluruh penjuru India.[5]
Makalah ini selain menggambarkan secara ringkas bagian-bagian penting (highlights) tentang asal-usul, tumbuh, berkembang serta mundurnya peradaban yang dibina Kerajaan Mughal, juga mengulas faktor-faktor yang mendorong kejayaan hingga tenggelamnya kerajaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengambil pelajaran, bagaimana membalikkan (reverse) gelombang peradaban di anak benua India tersebut.

KELAHIRAN, PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN
A.      Masa Kelahiran
Mughal adalah sebuah dinasti yang diperintah oleh raja-raja yang berasal dari daerah Asia Tengah, keturunan Timur Lenk, seorang Turki-Mughal yang lahir di Kesh di Transoksania (Turkistan) pada tahun 1336. Pemimpinnya dikenal sebagai seorang muslim fanatik, dan pertama kali melakukan penyerangan ke India pada tahun 1398. Selain itu, beliau mengangkat Khizer Khan sebagai gubenur di Multan sekaligus wakilnya untuk India.[6]Timur Lenk meninggal pada usia 70 tahun (1405), tahtanya diberikan kepada anaknya Syah Rukh Mirza. India dapat ditaklukan oleh Zahiruddin Muhammad Babur, salah satu keturunan Timur Lenk pada tahun 1503.[7]
Secara geneologis, Babur merupakan cucu Timur Lenk (dari pihak ayah) dan keturunan Jenghiz Khan (dari pihak ibu).[8] Babur lahir pada 14 Februari 1483 hari Jum’at di Farghana di bagian utara Transoksania (kini Uzbekistan).[9] Sepeninggal ayahnya, Umar Mirza, ia menggantikannya menjadi penguasa di Farghana.[10] Ekspansinya ke India dimulai dengan menundukkan penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi dengan bantuan Alam Khan (Paman Lodi) dan gubernur Lahore.[11] Ia menghadapi Dinasti Lody yang terakhir (Ibrahim Lody) yang tentaranya berjumlah 40.000 orang diluar kota Panipat pada April 1526. Dalam peperangan ini, Lody terbunuh dan Babur menguasai Delhi dan Agra.[12] Sejak itu Babur dapat menguasai India dan mendirikan dinasti Mughal yang beribukota di Delhi.[13]
Kerajaan Mughal didirikan pada tahun 1526. Jumlah keseluruhan sultan Mughal 29 orang.[14] Kerajaan ini memiliki sultan-sultan yang besar dan terkenal pada abad ke-17, yaitu Akbar (1556-1606), Jehangir (1605-1627), dengan permaisurinya Nurjannah, Syah Jehan (1628-1606), dan Aurangzeb (1659-1707).[15]
B.     Masa Perkembangan Dan Kemajuan
a.       Humayyun (1530-1540 M dan 1555-1556 M)
Babur mempunyai empat orang putra, yaitu Humayyun, Kamran, Hindal, dan Aksari. Di antara empat anaknya ini, hanya Humayyun yang melanjutkan kekuasaan ayahnya. Beliau lahir pada Maret 1508 di Kabul (Afghanistan). Ketika kecil ia mempelajari bahasa Arab, Turki, dan Persia. Ketika berusia 20 tahun, ia berkuasa di Badakhshan, saat ayahnya masih masih memegang tampuk kekuasaannya. dalam pemerintahannya, ia bisa menguasai Kalanjir, Chunar, Malwa, dan Gurajat (1531).[16]
Sepanjang pemerintahannya kondisi negara tidak stabil, karena banyak terjadi perlawanan dari musuh-musuhnya. Pada tahun 1540 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Sher Kkhan di Qanuj. Dalam pertempuran ini, Humayun kalah dan melarikan diri ke Qandahar dan kemudian ke Persia. Atas bantuan Raja Persia ia menyusun kekuatannya kembali. Setelah merasa kuat ia melakukan pembalasan dan menguasai India lagi tahun 1555 M.[17]
Setelah perluasan daerah kekuasaannya, ia menaklukkan penyerangan di Bengal untuk membantu penguasa daerah itu (Sultan Mahmud) yang sedang melawan Sher Syah Syah Suri. Ketika peperangan terjadi, beliau kehilangan kontak untuk mengontrol kekuasaannya di Delhi dan Agra. Ternyata kedua wilayah tersebut dikendalikan oleh saudaranya (Hindal). Peperangan tersebut mengalami kekalahan. Pasukan beliau dipukul mundur oleh Sher Syah, hingga melarikan diri ke Iran pada Juli 1543 untuk meminta bantuan dari raja Persia (Syah Tahmasp). Raja Persia membantu beliau dan bisa menaklukan Qandahar dan Kabul.
Di luar India Syah Syah Suri memperkokoh kekuasaanya dan melakukan pembaruan dibidang administrasi, keuangan, perdagangan, komunikasi keadilan, perpajakan, dan pertanian. Namun ia wafat pada 22 Mei 1545. Tahtanya digantikan kepada putranya Ismail Syah yang memerintah dari 1545-1553. Ia tidak sesukses ayahnya, setelah ia wafat. Tahtanya digantikan kepada anaknya Firuz yang masih muda, berumur 12 tahun. Namun ia dibunuh oleh pamannya sendiri, Mubariz Khan, yang menjadi penguasa meskipun menghadapi tantangan.
Humayyun memanfa’atkan kekacauan pemerintahan musuhnya, sehingga bisa merebut kembali Delhi dan Arga. Namun ia wafat karena kecelakaan, jatuh dari lantai dua perpustakaan Sher Mandal, di Delhi, pada Januari 1556.
b.       Akbar Khan (1556-1605 M)
Kekuasaan Humayun dilanjutkan oleh anaknya, Akbar Khan. Gelarnya Sultan Abdul Fath Jalaluddin Akbar Khan. Sewaktu naik tahta berumur 15 tahun dan memerintah India selama 50 tahun (1556-1605 M).[18] Karena usianya masih muda, pemerintahan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang penganut Syi’ah. Di periode pertama, Akbar menghadapi berbagai pemberontakan. Di Punjab, Khan Syah melancarkan pemberontakan setelah menggalang sisa-sisa pengikutnya. Di Agra pemberontakan kaum Hindu dipimpin oleh Hemu, berhasil menguasai kota itu dan Delhi. Di wilayah barat lahir gerakan yang dipimpin oleh saudara seayah dengan Akbar, Mirza Muhammad Hakim. Kasmir, Multan, Bengala, Sind, Gujarat, Bijapur dan lain-lain berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Mughal.[19]
Namun, setelah Akbar berumur dewasa, ia dapat mengembalikan wilayah-wilayah yang pernah melepaslan diri, dan memperluas wilayah-wilayah baru secara gemilang. Strateginya, pertama, ia menyingkirkan Bairam Khan karena terlalu memaksakan paham syi’ah. Kedua, melancarkan serangan kepada para penguasa yang menyatakan merdeka. Ketiga, memperkuat militer dan mewajibkan pejabat sipil mengikuti latihan militer. Keempat, membuat kebijakan shalahul (toleransi universal). Kebijakan ini memberikan hak persamaan kepada semua penduduk, mereka tidak dibedakan berdasarkan etnis maupun agama. Bahkan, ia menawarkan konsep penyatuan agama-agama menjadi satu bentuk agama yang disebut din ilahi. Dengan strategi ini, wilayah Mughal menjadi sangat luas, dua kota penting sebagai pintu gerbang ke luar, Kabul dan Kandahar, dikuasai.[20]
            Sistem pemerintahan Akbar adalah militeristik. Pemerintahan pusat dipegang oleh raja. Pemerintahan daerah dipegang oleh Sipah Salar atau kepala komandan.[21] Sedangkan subdistrik dikepalai oleh Faudjar atau komandan. Jabatan-jaatan sipil juga memakai jenjang militer dimana para pejabatnya diwajibkan mengikuti latihan militer.[22]
Selama menjalankan pemerintahan, Akbar menekankan terciptanya stabilitas dan keamanan dalam negeri. Dia menyadari bahwa masyarakat India merupakan masyarakat yang plural, baik dari segi agama maupun etnis. Kebijakan-kebijakannya dibuat untuk tetap menjaga persatuan di wilayahnya. Akbar menerapkan politik “Sulh-E-Kul” atau toleransi universal, yang memandang semua rakyat sama derajatnya.[23] Dalam bidang agama Akbar menciptakan Din-i-Ilaihi, yaitu menjadikan semua agama yang ada di India menjadi satu. Tujuannya adalah kepentingan stabilitas politik. Dengan adanya penyatuan agama ini diharapkan tidak terjadi permusuhan antar pemeluk agama. Untuk merealisasikan ajarannya, Akbar mengawini putri Hindu sebanyak dua kali, berkhutbah dengan menggunakan simbol hindu, melarang menulis dengan huruf Arab, tidak mewajibkan khitan dan melarang menyembelih dan memakan daging sapi.[24]
Usaha lain Akbar adalah membentuk Mansabdharis, yaitu lembaga public service yang berkewajiban menyiapkan segala urusan kerajaan, seperti menyiapkan sejumlah pasukan tertentu. Lembaga ini merupakan merupakan satu kelas penguasa yang terdiri dari berbagai etnis yang ada, yaitu Turki, afghan, Persia dan Hindu.[25]
c.        Jahanghir (1605-1628 M)
Penguasa Mughal ketiga adalah Jahanghir, putera Akbar. Masa pemerintahannya kurang lebih 23 tahun (1605-1628). Jahanghr adalah pengikut Ahlussunnah wal jama’ah, sehingga Din-i-ilahi­ yang dibentuk ayahnya menjadi hilang pengaruhnya. Jahanghir melakukan sejumlah kebijaksanaan. Antara lain sebagai berikut :


a.       Kewajiban membayar zakat
b.      Ancaman hokum berat bagi pelaku perampokan dan pencurian
c.       Kebebasan untuk memiliki hak milik
d.      Larangan penjualan anggur serta jenis minuman keras lain
e.       Larangan untuk menyita rumah maupun penganiayaan terhadap criminal
f.        Larangan untuk menyita harta milik
g.       Membangun rumah sakit
h.       Larangan untuk membunuh hewan pada hari-hari tertentu
i.         Meliburkan hari minggu
j.        Menetapkan status sewa tanah (jargir)
k.      Menetapkan status tanah wakap
l.         Memberikan amnesty umum kepada seluruh jenis narapidana


Pemerintahannya diwarnai dengan pemberontakan, seperti pemberontakan di Ambar yang tidak mampu dipadamkan. Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin Kurram, putranya sendiri. Dengan bantuan panglima Muhabbat Khan, Kurram menangkap dan menyekap Jahanghir. Berkat usaha permaisuri, permusuhan ayah dan anak dapat didamaikan. Akhirnya setelah Jahangir meninggal (1627 M), Kurram naik tahta dan bergelar Abu Muzaffar Shahabuddin Muhammad Shah Jahan Padsah Ghazi.[26]
d.       Syah Jihan (1628-1658)
Syah Jihan tampil meggantikan Jihangir. Bibit-bibit disintegrasi mulai tumbuh pada pemerintahannya. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi Mughal. Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan. Tahun pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar Singh Bundela kemudian diusir. Pemberontakan yang paling hebat datang dari Afghan Pir Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi bagian Selatan. Pemberontakan ini cukup menyulitkan. Namun pada tahun 1631 pemberontakan inipun dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati.
Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki masa pemerintahan Shah Jihan tercatat sebagai masa puncak kejayaan Kesultanan moghul yang ditandai  dengan berbagai karya budaya fisik, seperti karya budaya arsitektur monumental Taj Mahal, yang merupakan bangunan indah, yang dimaksudkan sebagai tanda cinta kasihnya kepada istri tercinta Mumtaj Maha. Selain itu juga Shah Jihan telah membangun Mesjid Mutiara, Mesjid Jami di Delhi, serta tkhta Merak, yaitu ssinggasana yang dibuat dari emas, perak, intan, serta permata cemerlan. Semua itu hanya dapat terwujud karena system perpajakan yang efektif sebagai sumber dana.
e.      Aurangzeb
Sejak dinobatkan menjadi sultan mogul di Delhi, Aurangzeb tetap mengembangkan politik expansinya. Sementara itu untuk mengimbangi langkah-langkanya itu dia mengembangkan politik islam yang cemerlangHubungan dengan Negara-negara islam di luar India telah dijalin dengan baik. Sebagai bukti sejumlah penguasa islam telah mengirimkan duta aatau perwakilan negara mereka ke Delhi.
Sikap dan politik keagamaannya mengikuti garis sunah secara kaku, sebagaimana yang diyakininya. Mereka yang tinggal dalam kawasan kesultanan Moghul yang tidak menganut paham suni ditentang. Demikian juga penganut Hinduisnme dan agama lainnya dihadapi secara tegas dan keras. Pajak Jizyah, yaitu sejenis pajak perlindungan bagi yang tidak masuk agama islam, dilaksanakan diseluruh kawasan negara, karena dianggapnya sebagai negara islam(Darul islam). Sikapnya dalam  menghadapi negeri-negeri tidak berpenduduk Islam (Darul Harb) juga tegas, kalau perlu melakukan perang  suci  (jihad) untuk  menaklukkan  mereka.  Ternyata kemudian wilayahnya yang amat luas membuat sultan  mengalami kesulitan dalam  mengontrol negara. Secara singkat dapat dikatakan bahwa hal-hal yang dianggap sebagai sebab disintegrasi Kesultanan Moghul di masa Aurangzeb adalah


1)      wilayah yang terlalu luas, sehingga sulit dikontrol dari satu pusat,
2)      kebijakan bidang keagamaan yang kaku, yang menimbulkan pemberontakan-pemberontakan,
3)      keadaan perekonomian  negara yang buruk, sebagai akibat banyaknya pemberontakan yang harus dihadapi serta tinggi dan banyaknya macam pajak yang melemahkan semangat berusaha,
4)      tingginya tingkat ketidakpuasan  di  kalangan  tentara,  karena kesejahteraan  mereka kurang mendapat perhatian, oleh sebab buruknya keuangan negara


C.     MASA KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
A.      Periode Kekuasaan di Era kemunduran dan kehancuran
Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb. Lima tahun kemudian terjadi perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar dimenangkan dalam persaingan tersebut dan sekaligus dinobatkan sebagai raja Mughal oleh Jenderal Zulfiqar Khan meskipun Jehandar adalah yang paling lemah di antara putra Bahadur. Penobatan ini ditentang oleh Muhammad Fahrukhsiyar, keponakannya sendiri. Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713, Fahrukhsiyar keluar sebagai pemenang. Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada tahun 1719 M. Sang raja meninggal terbunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali. Keduanya kemudian mengangkat Muhammad Syah (1719-1748). Ia kemudian dipecat dan diusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Syah.
Tampilnya sejumlah penguasa lemah bersamaan dengan terjadinya perebutan kekuasaan ini selain memperlemah kerajaan juga membuat pemerintahan pusat tidak terurus secara baik. akibatnya pemerintahan daerah berupaya untuk melepaskan loyalitas dan integritasnya terhadap pemerintahan pusat.
Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760-1806) Kerajaan Mughal diserang oleh pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Kekalahan Mughal dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasaan Afghan. Syah Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagai sultan.
Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam, memberikan konsesi kepada EIC untuk mengembangkan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menjamin penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal masuknya pengaruh Inggris di India.
Bahadur Syah (1837-1858) pengganti Akbar II menentang isi perjanjian yang telah disepakati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik antara Bahadur Syah dengan pihak Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India.
Demikianlah, setelah Aurangzeb (1707), tahta kerajaan diduduki raja-raja yang lemah. Sementara itu dipertengahan abad ke-18, Inggris sudah mulai menancapkan kukunya di India. Pada 1761 Inggris menguasai sebagian wilayah kerajaan. Pada 1803 Delhi dikuasai dan penguasa Mughal berada di bawah pengaruh Inggris. Pada 1857 penguasa Mughal mencoba membebaskan diri dari penjajahan Inggris, tetapi ia dapat dikalahkan. Pada 1858, Bahadur II, raja Mughal yang terakhir itu diusir Inggris dari istananya.
Kelemahan Mughal menjadi sebab makin leluasanya Inggris memperluas wilayah jajahan. Pada masa pemerintahan Akbar II terjadi konsesi antara Mughal dan EIC. Inggirs bebas mengembangkan usahanya dan sebagai imbalannya Inggris memberikan jaminan kehidupan raja dan keluarga istana. Sejak itu kedudukan raja tak ubahnya seorang pensiunan Inggris yang tidak punya kekuasaan sedikitpun.
Puncak kekuasaan Inggris diraih ada tahun 1857 ketika kerajaan Mughal benar-benar jatuh dan rajanya terakhir, Bahadur Syah diusir ke Rangun (1858). Inggris juga berusaha menguasai Afghanistan (1879) dan kesultanan Muslim Balucistan juga ditaklukan (1899). Dengan demikian, imperialisme Inggris telah merata di seluruh anak benua India.[27]
B.      Sebab Kemunduran Dan Kehancuran
Dari masa panjang sekitar tiga setengah abad Mughal berkuasa, tetapi masa perkembangan dan kejayaannya hanya dapat dipertahankan sekitar satu abad, yaitu sampai dengan masa Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah masa Aurangzeb, Mughal mengalami kemunduran secara berangsur-angsur dalam waktu sekitar kurang dekiti dari dua abad. Di masa Sultan Bahadur Syah, Mughal mengalami kejatuhannya yaitu ketika sultan terakhir Bahadur Syah diusir dari istananya.
Banyak faktor penyebab kemunduran dan kehancurannya, antara lain:[28]
  1. Perebutan kekuasaan antara keluarga. Hampir semua keturunan Babur umumnya memiliki watak yang keras dan ambisius sebagai keturunan Ttimur Lenk yang juga wataknya demikian.
  2. Pemberontakan oleh umat hindu. Umat hindu yang mayoritas dan umat Islam yang minoritas tapi memegang otoritas kekuasaan. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan sebagian garis keras orang-orang hindu kepada pemerintahan Islam. Pemberontakan-pemberontakan dari pihak hindu beberapa kali terjadi seperti yang dipimpin oleh Hemu di Delhi dan Agra masa Akbar I, pemberontakan yang dipimpin oleh guru Tegh Bahadur di masa Aurangzeb, Pemberontakan di Panipat yang dipimpin oleh Rraja Udaipur, dll.
  3. Serangan dari kerajaan atau kekuatan luar. Serangan pihak luar semula dilakukan oleh Raja Safawi di Persia, kemudian dari Afghanistan. Pangkal perselisihan antara Mughal dan Safawi karena rebutan daerah Kandahar.
  4. Kelemahan Ekonomi. Kemunduran politik Mughal sangat menguntungkan bangsa-bangsa Barat untuk menguasai jalur perdagangan. Akhirnya terjadilah persaingan dagang di pantai selatan India antara Inggris, Portugis, Belanda dan Perancis, yang dimenangkan Inggris. Selanjutnya Inggris melalui Persyarikatan Dagang India Timur atau The East India Company (EIC) menguasai perdagangan India.
  5. Intervensi Politik dan Militer dari kekuatan imperialis Barat. Konflik laten antara kekuasaan Islam dengan umat hindu dimanfaatkan oleh Barat dengan melakukan politik devide et impera.
  6. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
  7. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya
  8. Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.




DAFTAR PUSTAKA

·         https://syukrillah.wordpress.com/2014/05/10/dinasti-mughal-di-india/ pada tanggal 11-03-2015
·         Abu Su’ud, Islamologi SEJARAH, AJARAN, DAN PERANANNYA DALAM PERADABAN UMAT MANUSIA. Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2003



[1] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. (bandung: Pustaka Setia, 2008), 252
[2] Ibid., 261
[3] Ah. Zakki Fu’ad. Sejarah Peradaban Islam: Paradigma Tekas, Reflektif dan Filosofis (Bandung: Indo Pramaha, 2012), 198
[4] Moh. Nurhakim. Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: UMM Press, Cet.2, 2004), 147
[5] Siti Maryam, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam: Dari Klasik hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, Cet.3, 2009), 184
[6] Zafar Iqbal. Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), hlm, 282.
[7] Badrim Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2003), hlm, 175
[8] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[9] Badrim Yatim. Sejarah Peradaban, 175-176
[10] Moh. Nurhakim. Sejarah dan Peradaban…., 147
[11] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[12] Badrim Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2003), hlm, 175-176.
[13] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[14] Moh. Nurhakim. Sejarah dan Peradaban…., 148
[15] Dedi Supriyadi, Sejarah.…, 261
[16] Zafar Iqbal. Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), hlm, 283.
[17] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[18] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[19] Moh. Nurhakim. Sejarah dan Peradaban…., 148
[20] Ibid., 149
[21] Semacam Panglima Daerah Militer (Pangdam) yang memimpin divisi tentara
[22] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 184
[23] Ibid., 184
[24] Ibid., 185
[25] Ibid.,185
[26] Siti Maryam, dkk, Sejarah…, 189
[27] Ibid., 189
[28] Ibid., 150-151

0 komentar:

Posting Komentar